"Misi baru!"
Seketika semua menatap. Mereka menggunakan komunikasi lewat email, dengan semua klien. Hanya beberapa saja yang tahu pekerjaan mereka, yang pasti kalangan elit yang mampu membayar."Apa kali ini?" tanya Vincent."Sengketa Tahta." Leo menaikan alisnya."Jelaskan!" ujar Jovan."Orang tua mereka, pemilik perusahaan besar yang sudah tua, dibawa pergi sang menantu yang mereka bilang ketua Gangster yang cukup besar. Menantu itu juga membawa banyak document aset perusahaan.""Kenapa tidak lapor polisi? Pasal menculikan." Brox heran."Menantu itu mengancam akan menghabisi Papanya seketika, jika sampai polisi datang.""Kita terima. Berapa dia kasih kita waktu?" tanya Jovan."3 hari.""Cukup. Kita mulai pengintaian nanti malam," ujar Vincent."Berapa dia berani bayar?" tanya Brox."1 milyar.""Kita lihat dulu bagaimana situasinya. Nanti baru kita minta tawaran harga." Jovan masih ragu."Minta titik target!" ujar Vincent."Siap!" sahut Leo."Fix. Nanti malam kita beraksi!" Robin merebahkan kepala ke kanan kiri.BRAAKKKK! Semua kaget. Tiba-tiba saja mendengar suara keras di tengah obrolan.Semua saling pandang."Jo, wanita itu!" seru Vincent.Jovan lantas berlari ke kamar Ayana. Dia masuk begitu saja karna panik. Yang lain, mereka malas berurusan dengan wanita aneh itu, menurut mereka.Jovan mencari Ayana, dia tidak ada di tempat tidur."Di mana kamu!" teriak Jovan.Jovan menuju kamar mandi. Jovan menahan nafas, matanya membulat, lalu Jovan membalikkan badan. "Haisshh!" Mengacak rambut.Ayana jatuh tergeletak di lantai. Meski memakai bathrobe, tapi Jovan tidak nyaman mendekat pada Ayana."Apa yang kamu lakukan?!" seru geram Jovan. Masih membelakangi.Ayana merintih terisak.Jovan mengira, wanita itu jatuh karna terpelesat. Menghantam pintu sangat keras hingga tersungkur."Kamu bisa berdiri?"Ayana malah menangis."Aaargghhh!!!" geram kesal Jovan. Dia lantas, mengambil handuk. Dia lempar ke Ayana, agar lebih leluasa mengangkat."Pakai itu. Aku akan mengangkatmu!" ketus Jovan.Ayana menurut. "Ss-su ... sudah," lirihnya.Jovan berbalik, kini melihat Ayana sudah tertutup handuk. Jovan mengangkatnya ke tempat tidur. Lalu menyelimutinya."Hah. Apa yang ingin kamu lakukan? Katakan saja, kami bisa membantumu!" kesal Jovan.Ayana menunduk, sedikit melirik Jovan. Dia juga malu. " Ehm ...." Hanya kata itu.Jovan kembali paham. "Hati-hati saat bertingkah. Di sini semuanya laki-laki! Kamu paham? Bahkan kucing bisa menjadi singa!"Ayana mengangguk."Huff!" Jovan mengeratkan rahang, dia ingin sekali kembali ke saat itu. Dia tidak akan membawa wanita ini pulang ke rumah.Jovan menuju kamar mandi. Dia memeriksa keadaan di sana. Agak licin, mungkin karna lama tidak dipakai."Kamu bisa bersihkan sendiri nanti. Lantai itu masih licin. Aku akan keluar." Jovan hendak melangkah."Ehm .... baju," lirih Ayana. Jovan masih mendengar suara lirih Ayana.Jovan melupakan hal itu. Dia baru memberinya satu baju. Jovan mengeluarkan ponselnya."Aku tidak punya waktu pergi. Aku belikan baju di online shop. Kamu pilih!" Jovan menyodorkan ponselnya yang sudah pada beranda media belanja online.Tidak lama Ayana sudah memilih beberapa baju."Kamu sudah mau bicara?" Kini Jovan bicara pelan, dia ingin mengulik tentang wanita ini, dan segera mengantarnya pulang.Ayana mengangguk."Bagus, sekarang katakan siapa namamu!" Agak keras.Ayana menunduk. "A ... ya ... na," lirihnya.Jovan tidak mendengar jelas. "Aku tidak mendengar, keraskan suaramu!""Aya ... na." Agak keras."Ayana?" Jovan mengulang.Ayana mengangguk."Bagus, di mana rumahmu?" Jovan melanjutkan rencana.Ayana kini menatap Jovan. Wajahnya menjadi sendu. Matanya kian mengembun, dan memerah."Jangan buang aku, jangan mengusirku! Aku tidak punya tempat lagi. Aku tidak tahu mau kemana. Hikz hikz hikz."Jovan menarik nafasnya. "Bagaimana aku bisa terus membiarkanmu tinggal di sini, sedang aku tidak tahu alasan untuk menahanmu.""Jangan usir! Kumohon." Ayana terisak.Jovan kembali bingung. 'Aaarrgghh!! dia nangis lagi!' geram dalam hati."Baiklah, kamu bisa menjawab besok lagi. Aku akan mengambilkan sepasang baju lagi."Jovan bangkit, dia mengambil sepasang baju kasual lagi, untuk Ayana."Pakailah!" Jovan lalu pergi.-Di lantai bawah. Temannya sedang menyiapkan beberapa barang untuk beraksi mereka.Baju dan kaus tangan safety. Sepatu, mata pisau, earphone, drone dan masih banyak lagi. Menyiapkan mobil juga tidak mereka lewatkan."Leo, malam nanti kamu di belakang," ujar Jovan saat mendekat pada mereka.Leo mengangkat jempolnya, dia masih menatap layar laptop."Kita akan sebatas pengintaian saja, tapi bukan berarti kita tidak terhindar dari bahaya," sahut Vincent."Brox dan Robin, kalian harus melindungiku. Aku dan Vincent akan masuk, aku akan tahu posisi di mana orang tua itu ditawan." Jovan menatap semuanya.Hari masih sore. Mereka masih punya banyak waktu untuk beraktivitas.Mereka mulai menguras keringat, menjaga agar tetap bugar. Masing-masing telah mengambil posisinya. Memukul samsak, angkat barbel, dan berlatih di Ring boxing.-Waktu berputar, kini hanya ada sang rembulan ditemani para bintang yang memberi penerangan.Mereka belum berangkat. Malam semakin larut."Jo, bagaimana wanita itu, apa dia bisa kita tinggal?" ragu Robin."Bagaimana jika terjadi sesuatu?" sahut Brox."Biarkan saja. Dia tidak akan keluar dari sangkarnya." Jovan masih kesal dengan Ayana."Apa wanita itu sangat melelahkan hati, Jo?" Leo terkekeh."Ayana. Namanya Ayana. Kemarin dia membuka mulutnya.""Wow. Di mana rumahnya? Kita antar dia besok." Leo berbinar.Jovan menatap yang lain. "Dia menangis, saat aku tanya rumahnya!" kesal Jovan."Apes kita, harus pelihara Baby Girl. Ha ha ha." Robin tertawa.Jovan bangkit. "Aku akan menemuinya dulu."Di kamar. Ayana sedang duduk menyisir rambutnya. Dia mulai bisa membuka pikirannya. Namun, masih belum sanggup mengingat orang tuanya.Rambutnya menjuntai lurus. Kini matanya tak sebengkak kemarin. Wajahnya mungil. Dia cantik, di usianya yang 20 tahun ini."Aku akan pergi." Suara Jovan mengagetkan Ayana. Lalu, menyudahi menyisir."Kemana?" lirihnya, Ayana menoleh menatap Jovan, dia sedikit tersenyum. Senyum bibir manis itu, kini telah terlihat Jovan.Jovan sejenak terpaku. "Aku punya misi.""Apa kamu akan pulang? Aku takut.""Hem."Ayana mengangguk, tapi hatinya gelisah. Ada perasaan takut dengan kepergian Jovan.Di bawah. Semua temannya sudah tidak ada di sana. Jovan lalu keluar. Memasuki mobil 4Runner TRD sport.Berlima, mereka mulai misi dengan pengintaian. Melihat sejauh mana pertahanan lawan. Menerka keseimbangan kemampuan. Juga memastikan keadaan lain."Jalan!" seru Jovan. Brox melajukan mobilnya.Mobil melaju hingga sampai sebuah bacecamp di pinggir pantai. Basecamp dengan bangunan klasik. Di depan ada beberapa yang sedang menyalakan api unggun untuk penghangat. Beberapa juga lalu lalang bergantian mengintari area itu.Mobil mereka ada di posisi jarak 50 meter. Brox mengeluarkan drone. Dia melepas dari jendela mobil. Mereka melihat situasi dari layar monitor."Apa mereka sedang buat benteng perang, kenapa sangat ketat?" Brox terkekeh."Cari celah. Kita amati laju mereka." Jovan menatap monitor."Sepertinya ada celah buatmu, Jo. Kita tunggu sebentar lagi," sahut Vincent."Mereka ada selang waktu saat berganti, bahkan ada yang membawa botol alkohol saat berjalan. Ha ha ha." Robin terkekeh."Di sisi mana, aku akan bergerak?" Jovan menelisik."Di kamar itu. Cahaya nampak temaram. Aku curiga orang tua itu ada di sana. Juga di taman belakang." Vincent menunjuk beberapa titik."Semoga Pak tua itu, tidak pakai kursi roda." Robin mendesah."Kita akan tahu kejelasan misi kita, setelah malam ini.Kita bersiap!" Jovan memakai maskernya.Leo tetap pada posisinya. Brox akan lebih dekat mengatur drone. Jovan, Robin dan Vincent akan beraksi menyelidiki misi ini.Memakai topi hitam, masker black skull mereka, earphone di telinga. Lalu, kamera di sisi kancing blazer Jovan. Di topi depan Robin, serta juga di kaca mata Vincent."Siap?" tanya Jovan.Vincent dan lainnya mengangguk.Mereka turun.Ditinggal hampir satu bulan oleh Jovan. Ayana jadi semakin kurus. Dia susah tidur dan makan, suami hanya vc sehari satu kali."Kamu harus makan, Ayana. Kalau Jovan pulang dan kamu terlihat seperti ini, kami yang akan jadi sasaran utama," ucap Leo."Apa dia sangat sibuk di sana, sampai tidak bisa sering menghubungiku? Kan hanya jaga saja, nggak kerja?""Jovan tidak di sini bukan berarti dia tidak bekerja. Justru dia sangat sibuk di sana," ucap Brox."Benar, jangan sampai saat suamimu di sana sibuk, kamu di sini malah membuat dia cemas," sahut Robin.Ayana diam sejenak, dia lantas mengambil piring itu dan makan banyak.Masih pagi di depan rumah Jovan. Sasmita dan Alex sudah berada di sana."Ada tamu yang ingin bertemu dengan tuan dan Nyonya," kata penjaga."Siapa?" tanya Ayana."Ibu Sasmita dan Alex."Semua jadi saling pandang."Bawa masuk!" suruh Vincent.Penjaga pergi."Aku takut." Wajah Ayana jadi pucat."Kami pastikan dia tidak akan bisa menyakitimu," ucap Brox.Alex dan Sasmita masu
Vincent hampir terhuyung saat Arabella menelponnya."Ada apa, Vinc?" tanya Jovan."Terjadi sesuatu pada tuan Kanigara."Mata Jovan melebar. "Katakan dengan benar!""Kita ke rumah sakit untuk tahu kebenarannya. Arabella tidak bilang secara detail.""Aku ikut, Jo." Mata berkaca Ayana menatap harap."Aku akan kabari kamu nanti. Ini sudah malam, kamu harus istirahat."Ayana terpaksa menurut, dan para pria lekas pergi ke rumah sakit."Jovan cepat berlari ke ruang penanganan."Vinc!" Arabella menghambur memeluk Vincent sambil terisak. "Papa, Vinc."Vincent membawa duduk dan tetap mendekap."Apa yang terjadi, Rey?" seru Jovan.Rey hanya menggeleng. Dia meremas tangan di depan, dan terus menoleh pada pintu ruang tindakan.Jovan mulai membuat praduga. "Apa yang kamu sembunyikan dariku selama ini, Rey?" Rasa gelisah membuat Jovan menyentak.Rey terdengar menghela nafas. "Dokter yang akan menjelaskan nanti.""Jika nanti kamu terbukti sengaja membuat kekacauan, aku akan membuat perhitungan padamu
Bagaimana tidak kembali terguncang. Sasmita merasa dirinya benar-benar sendiri dan sangat takut."Alex, kamu di mana, Nak!" teriak Sasmita, dia berlari ke tengah jalan raya.Sebuah kendaraan melaju cepat tepat di arah Sasmita."Bu, awas ...!!" teriak anak buah Rey.Sasmita berjongkok saat mobil itu sangat dekat."Aaaa ....." Jantung Sasmita berdetak sangat kencang. Mobil itu berhenti di depan Sasmita, hampir menabrak."Hey, jangan gila dong. Kalau ketabrak kita yang disalahin!" teriak pengemudi itu.Pandangan Sasmita kabur dan pusing, dia pingsan."Bu!" Anak buah Rey mengangkat Sasmita. -"Ibu Sasmita berada di rumah sakit."Kabar itu telah sampai pada Kanigara dan Jovan. Mereka segera melihat kondisi wanita malang itu.Di kamar rawat. Sasmita telah terbaring belum sadar. Kanigara dan Jovan tidak tega melihatnya."Bagaimana Alex?" tanya Kanigara."Aku bisa melepaskannya. Sepertinya dia sudah tidak menjadi ancaman." Jovan menatap brankar Sasmita.Kanigara menoleh pada Rey. "Bawa dia b
"Jadi kamu sudah menikah, anak baik?" tanya Sasmita. Mereka sudah berada di mobil."Istriku sedang mengandung.""Aku berdo'a untuk kalian, semoga selalu diberi kebahagiaan. Anak kalian juga akan sukses seperti kalian. "Terima kasih.""Aku juga berharap bisa mendapat cucu dari Alex, pasti sangat lucu. Ah, aku berpikir terlalu tinggi." Sasmita menyeka buliran yang kembali jatuh dengan kekehan kaku.Jovan menatap arah jalan. Dia mengatur nafasnya dan mengurai rasa yang terus mendesak di dada.Tiba di lapas."Anak naik, Alex?" Mata Sasmita melebar sambil menunjuk arah bangunan itu."Om Gara memilih jalan tengah. Semoga anak Anda dapat mengerti kebaikan hati Om Gara.""Terima kasih anakku telah diberi keringanan." Karena Sasmita paham dunia mereka yang tidak segan akan menggunakan hukum nyawa dibayar nyawa.Mereka masuk. Menunggu beberapa saat."Alex!" seru Samita, dia menghambur pada anaknya."Ma."Dua insan itu berpelukan dengan sahutan tangis.Jovan mendongak, dia teringat kedua orang
Kini semua berpindah dari meja makan. Ayana bersama Arabella sedang para lelaki sebagian bermain catur."Om, papa ingin bertemu dengan Anda dalam waktu dekat ini. Saya ingin membuat janji dengan Anda terkait hal itu," ucap Fabian."Kamu atur saja bersama Rey," jawab Kanigara.Jovan mendoyongkan kepala pada Vincent di sisinya."Jangan sampai kalah sama pria jelek itu. Aku tidak sabar menunggu IQmu jatuh ke dasar jurang," bisik Jovan."Cepat, setelah itu giliranku,' Leo juga menyahut dengan bisikan di sisi Vincent."Diam kalian!" gumam lirih Vincent.Robin dan Brox menendang kaki Leo dan Vincent. Sambil mengedip mata pada mereka."Ada yang ingin kalian katakan?" tanya Kanigara."Vincent mau ngajak Arabella makan malam besok, tapi dia takut tidak dapat izin," sahut Jovan.Vincent menginjak kaki Jovan kuat sambil tersenyum malu pada Kanigara."Bukankah kemarin kamu juga mengajak dia makan?" jawab Kanigara membuat Vincent gugup."Maaf, Tuan. Arabella memaksa." Vincent melipat bibirnya."S
Di dapur masih sepi, Jovan bingung dan tidak tega membangunkan pembantu. Akhirnya dengan modal tutorial vidio medsos Jovan membuat dengan tangannya sendiri.Sekian saat berkutat di dapur, dengan bukti peluh yang terus mengucur. Bibir Jovan juga terus menghembus nafas, yang ternyata kepedesan."Tuan, kenapa masak pagi sekali?" Sudah ada satu pembantu yang bangun karena mencium bau tajam.Jovan terbatuk. "Aku buat seblak, kamu lanjutkan!" Jovan tidak tahan dan mundur.Pembantu itu melihat kondisi dapur. Kerupuk berceceran, mie, sayur, semua berantakan dalam wadah. Berantakan dan salah.Akhirnya pembantu itu mulai dari langkah awal.Jovan kembali ke kamar. "Jo, mana seblaknya?" Ayana sudah wangi.Jovan tersenyum jahil. "Baru disiapkan sama bibi." Dia maju dan mengendus ceruk leher Ayana. "Jo, kamu bau!" Ayana menggeser wajah Jovan."Aku tahu, mandiin aku bentar dong, Ay.""Nggak mau. Mandi sama kamu bakalan lama." Ayana terkekeh geli."Olah raga pagi bagus untuk kesehatan dan ibu hamil