MasukSementara Di sudut kota itu, tepatnya di sebuah restoran bernuansa hangat, Zahra dan Resti tengah menghabiskan waktu yang biasa di sebut me time. sementara anak-anak sedang bersama neneknya, pagi tadi di jemput Dani dan Dinda, katanya Neneknya rindu."Jadi, serius Bundanya Zean minta kamu nikah sama anaknya?""Iya, Res. ""Ya bagus dong, terus apa yang membuat kamu risau? Itu justru bagus, kalian jadi selangkah lebih maju dong. Harusnya kamu malah seneng lah, udah ketemu sama calon mertua dan disambut dengan baik, bahkan malah di restuin begitu. ""Nggak gitu, masalahnya, kayaknya Bundanya Zean nggak tahu deh kalau aku ini seorang Janda. Apalagi punya dua anak. Kalau tahu sepertinya tak mungkin bundanya Zean nyuruh aku nikah sama anaknya. mana ada seorang ibu nyuruh anaknya nikahin janda, sementara anaknya aja masih jejaka, Res!""Eum... Tapi kalau kamu sendiri gimana, Za?""Gimana apanya?""Ya... Perasaan kamu. Gimana?""Aku? Eum.... "Reesss... Please deh, kita sudah bahas ini sebel
Dua hari ia lontang lantung di jalanan setelah kecopetan di terminal. tak ada uang, tak ada hp, akhirnya ia duduk di halte dekat terminal untuk mencari truk muatan barang yang bisa ditumpangi sampai ke malang."Ssshiiit, lapar banget sumpah. Mana nggak ada duit," gumamnya sembari memegang perutnya yang sedari pagi bunyi. Alarm perutnya juga semakin kencang ketika mencium aroma makanan yang di jual di warung sekitar."Bang, minta makanannya dong bang, saya dari dua hari lalu belum makan," ucapnya pada seorang pria yang duduk di halte juga sembari menunggu kedatangan bus. Di tangannya ada kebab yang baru ia makan seperempatnya. Pria itu tampak melihat Dimas dari atas hingga kebawah, "minta, minta! Sana kerja! Masih muda bukannya kerja malah minta minta! Nggak ada nggak ada! Sana!" ucapnya kemudian ia tampak berdiri, "lu mau minta kan? Niiih," ucap Pria itu lagi dengan melempar makanannya ke kaki Dimas. Kemudian ia pun pergi dari Halte tersebut. Sungguh ia tak tahan dengan bau tubuh Dima
"Ah, enggak kok Zean, aku baik-baik saja. Nggak ada masalah. Tadi dia bilang mau jemput Nisa ke Bogor.""Mmm... Terus, kamu gimana? Masih... Cemburu kah? Masih Cinta? ""Zean... Namanya juga hati pernah alumni. Pernah ada dan masih di ingatan. Tapi kalau Cinta... Enggak sih. Sudah pudar seiring berjalannya waktu. Apalagi, kisah kita terlalu menyakitkan.""Em... Oke. Oh ya, Za. Kita langsung pulang ya, aku harus buru-buru.""Oh Oke baik. Ada meetingnya Zean? Tadi harusnya nggak apa-apa kok kalau kamu sibuk. Aku bisa sendiri cukup kamu kasih kontaknya saja.""Enggak... Zahra. Aku free hari ini. Tapi tiba-tiba mama jatuh di kamar mandi tadi kata suster. Jadi aku harus buru-buru pulang.""Astagfirullah. Ya Allah, Zean! Yaudah aku ikut aja deh. Aku juga khawatir sama mamah kamu.""Nggak apa-apa?""Aman.""Ya sudah, Ayo.".******Tiga hari berlalu setelah Nina membawa Nisa ke sebuah pondok pesantren. Sore tadi juga Pak Rustam di antar pulang oleh Nina. Semoga menjadi kesempatan agar Ayah Bu
Zahra menoleh. Ia melihat Dimas berlari ke arahnya dengan nafas terengah-engah. "Sorry Neng, ganggu. Aku cuma mau nitip ini buat anak-anak kok." "Jangan di tolak, please. Mungkin Itu untuk yang terakhir kalinya kok Neng, untuk kedepannya aku belum bisa janji bisa ngasih mereka lagi. Tetap aku usahakan. Oh ya, minta doa nya ya Neng. Aku... Mau ke Bogor." "Kamu mau jemput Nisa mas?" "Iya Neng... Aku mau jemput Nisa. Kamu nggak masalah, kan?" "Hm? Ya nggak lah! Justru aku seneng, akhirnya kamu sadar!," "Neng, kok kamu malah seneng? Kamu nggak marah Neng?" "Ha? ngapain juga harus marah mas? Kalau kamu masih suamiku pantas aku marah. Statusnya kan sekarang beda. Yang istrimu sekarang Nisa. Kalau aku marah ya malah aku yang agak lain, kalau dulu marahnya karena kamu salah, sekarang kan kamu benar mau jemput Istri, bukan lagi selingkuhan." "Oh, Iya ya. Hehe. Ya... Ya udah, a aku pergi dulu ya," ucap Dimas sembari garuk kepala yang tak gatal. Ia pun tampak nyengir "Kamu mau pergi jug
"Hiks... Hiks... Nin.. Aku bener-bener bingung, aku benar-benar merasa berada di titik terendahku. Aku merasa Tuhan benci sama aku, aku rasa Tuhan nggak adil, dan aku juga merasa kotor. Tapi untuk belakang ini, aku sudah penuh lima waktu kok, Nin. Aku sudah benar-benar taubat. Aku... ""Bagus lah, aku harap kamu benar-benar bertaubat dari Hati Sa. Aku sarankan sama kamu, lebih baik kamu segera minta maaf pada Istrinya Dimas. Entah, Aku merasa mungkin itu bisa meringankan perjalanan hidupmu.""Iya, Nin. Insyaallah secepatnya. Kalau Ayah... Gimana ya Nin? Aku juga nggak mau kok, Ayah sama Bunda jadi kayak gitu. Tapi aku harus gimana? Jadi aku harus benar-benar pergi?""Yuk, kita pulang, Nisa!" ucap Bunda Alina yang tiba-tiba sudah berada di ujung tangga. Matanya tampak sembab memerah, mungkin habis menangis atau..."Bunda?" ucap Nina dan Nisa bersamaan. Kemudian keduanya berdiri dan menghampiri Bundanya."Loh, Bunda mau pulang sekarang?" tanya N
Tiga kali ketukan, tampak seorang wanita yang mungkin seusianya itu menyembul dari balik pintu."Eh, Bu Alina. Mari masuk bu, yang lain pada di ruang tengah," ucapnya dengan ramah."Oh iya, terimakasih mbok,"Mereka pun berjalan beriringan hingga di ruang tengah, tepatnya ruang keluarga"Assalamu'alaikum"Mereka yang tadi asik bercanda dengan cucu pertama keluarga Rustam itu langsung menoleh"Loh, Ayah .. Kok main nggak ajak ajak sih, Bunda kan juga kangen sama Princes satu it.. ""Ngapain kamu ajak dia kesini?""A.. Ayah... ""Sudah ku katakan padamu, aku tidak mau melihat dia lagi! Kenapa kamu bawa dia kesini?! Kamu mau bawa penyakit kesini! Suruh dia pergi! Atau kamu sekalian saja pergi, kalau nggak mau nurut sama suami! " Hardik Pak Rustam, seketika semuanya terdiam. termasuk juga asisten rumah tangga di rumah itu. Dengan sigap Azam mau mengajak Azira pergi, tapi di tahan oleh Nina. Nina nengambil Azira







