Accueil / Mafia / Mantan Kakak Tiri / Bab 5 Kamu Takut Padaku?

Share

Bab 5 Kamu Takut Padaku?

Auteur: Silentia
last update Dernière mise à jour: 2025-10-19 16:11:15

Elara tidak bisa tidur meski hujan di luar sudah berhenti dan petir sudah tidak ada lagi, hanya ada kilatan cahaya di langit sesekali. Ia duduk di pojok kamar, menggenggam lutut, sementara pikirannya berputar tanpa henti, bayangan darah, suara tembakan, dan tatapan dingin Damian berulang dalam kepalanya.

Ia tidak pernah menyangka, semua adegan dalam televisi, ia kini melihatnya secara langsung. Sangat mengerikan dan bau darah itu, membuatnya terus menerus-merasa mual.

Ia menatap jendela, berharap pagi cepat datang tapi justru ketukan pintu yang terdengar. Jantungnya langsung berdegup keras. “Siapa?” suaranya serak, penuh waspada.

“Elara.”

Hanya satu kata, tapi cukup untuk membuat napas Elara tertahan. Ia berdiri perlahan, tangannya ragu memutar kenop pintu tapi ia tetap membukanya.

Damian berdiri, tanpa jas, kemejanya masih sama seperti sebelumnya, hanya kini sedikit basah karena hujan yang baru berhenti. Wajahnya tenang, tapi matanya, mata itu menyimpan sesuatu yang gelap, sesuatu yang tidak bisa Elara pahami.

“Aku tidak bisa tidur,” katanya pelan sambil melangkah masuk tanpa menunggu izin dari Elara.

“Damian, keluar,” ucap Elara cepat sambil mundur beberapa langkah. “Aku tidak ingin bicara denganmu.”

“Kamu takut padaku?” Pertanyaannya datar, tapi entah kenapa suaranya terdengar nyaris sedih.

“Aku, aku tidak tahu siapa kamu,” jawab Elara jujur. “Aku tidak tahu siapa yang berdiri di hadapanku dan membunuh tanpa rasa bersalah tadi.” Ia gemetar karena ngeri.

Damian menatapnya lama. “Aku masih orang yang sama, Elara. Aku masih orang yang mengajarimu pelajaran sekolah dan orang yang selalu membaca koran diwaktu senggang."

Elara menggigit bibir bawahnya. “Tapi kamu juga orang yang barusan membunuh seseorang.”

Keheningan menggantung..Damian menunduk sesaat, lalu berjalan mendekat. “Aku tidak ingin kamu melihat sisi itu,” katanya lembut tapi tegas. “Tapi dunia ini bukan tempat yang aman. Aku tidak bisa membiarkanmu rapuh.”

“Rapuh bukan berarti butuh dikekang,” Elara berucap lirih, suaranya nyaris pecah. “Kamu menakutkan, Damian.”

Langkah Damian berhenti tepat di depannya. Tangannya terangkat, nyaris menyentuh wajah Elara, tapi ia tahan di udara. “Elara… aku tidak bisa melihatmu takut padaku,” ucapnya pelan, nada suaranya berat, hampir bergetar. “Kamu satu-satunya hal yang tersisa dari sisi manusia dalam diriku.”

Elara ingin mundur, tapi tubuhnya tak mampu bergerak. Napasnya terasa berat, seluruh tubuhnya tegang. “Damian, tolong jangan lakukan ini.”

Damian menatapnya lama, intens, sampai udara di antara mereka terasa terlalu padat untuk dihirup. Lalu ia melangkah lebih dekat, menurunkan suaranya hingga menjadi bisikan yang menusuk. “Aku tidak akan menyakitimu, Elara. Tapi jangan pernah coba menjauh dariku.

Elara memalingkan wajahnya karena jarak bibirnya dan Damian sangatlah dekat namun, Damian menahan dagunya lembut, tidak kasar, tapi juga tidak memberi ruang untuk lari. Tatapannya begitu dekat, membuat jantung Elara bekerja sangat cepat.

Damian tak memberikan banyak kesempatan, bibirnya langsung menyentuh bibir Elara. Sangat dalam dan lembut.

Elara mendorong Damian cukup keras hingga ciuman mereka terlepas. “Damian berhenti!” suaranya bergetar.

Namun nada itu lebih terdengar seperti permohonan yang kehilangan kekuatan.

Damian memejamkan mata, menahan napas berat, lalu mundur perlahan, seolah melawan dirinya sendiri.

Tatapannya masih sama, tajam, mengandung obsesi, tapi kini ada luka di sana. Luka yang dalam dan tidak terobati.

“Aku tidak akan memaksamu malam ini,” ucapnya perlahan, berbalik menuju pintu. “Tapi jangan pernah berpikir aku akan membiarkanmu pergi, Elara. Dunia di luar sana lebih berbahaya dariku. Setidaknya, aku hanya mengurungmu karena ingin melindungimu.”

Elara menggigit bibirnya, matanya panas oleh air mata yang tak bisa ia tahan lagi. Begitu Damian keluar dan menutup pintu, Elara jatuh berlutut, menutup wajahnya dengan tangan.

Ia tahu, mulai malam itu, ia bukan lagi hanya bagian dari keluarga Morreti.

Ia adalah bagian dari obsesi Damian, cinta yang terlalu gelap untuk disebut kasih, terlalu dalam untuk disebut kebencian.

Dan yang paling menakutkan adalah, sebagian kecil dari hatinya tidak benar-benar ingin lepas dari genggaman itu.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Mantan Kakak Tiri   Bab 8 Cinta Bukan Alasan Menghancurkan Seseorang

    Pagi di Firenze selalu punya caranya sendiri untuk menipu perasaan. Langit cerah, udara segar, burung-burung beterbangan di atas atap, tapi di dada Elara, selalu ada sisa mendung yang tak juga pergi.Ia bangun lebih awal dari biasanya. Menyalakan lampu toko, merapikan rambutnya yang sedikit kusut, dan mengecek serta menyiapkan pesanan besar untuk Hotel La Firenze supaya pemesan merasa puas mendapatkan bunga terbaik. Hari itu, bunga yang dipesan adalah mawar putih, bunga yang melambangkan kesucian dan kedamaian. Ironis, pikir Elara, karena dalam hidupnya, kedamaian sudah lama tak singgah.“Signorina, mobil pengantar sudah siap,” ujar Sofia sambil menenteng clipboard. “Terima kasih, Sofia. Kamu jaga toko, ya. Aku yang antar pesanan ini sendiri,” balas Elara sambil tersenyum kecil.Sofia sempat memprotes, “Tapi ini banyak sekali, kamu yakin sanggup sendiri?”Elara mengangguk, “Aku butuh udara pagi. Tak apa, anggap saja jalan-jalan singkat.”"Baiklah." Sofia tidak mau berdebat, ia takut d

  • Mantan Kakak Tiri   Bab 7 Aku Tidak Akan Jatuh Lagi

    Seperginya Damian dari toko, Elara berusaha menata napasnya. Udara malam di Firenze terasa lembap, aroma tanah basah masih tertinggal setelah hujan panjang yang mengguyur sejak pagi. Ia berdiri di balik meja kasir, menatap sekeliling toko bunganya yang kini dipenuhi mawar mawar, lili putih, lavender ungu, dan daisy kuning. Hari ini adalah hari kasih sayang. Hari di mana orang-orang datang membawa senyum, dan pulang dengan bunga di tangan. Namun bagi Elara, hari ini adalah hari sial, pengingat bahwa cinta tidak selalu indah, kadang cinta bisa melukai sedalam duri mawar yang tampak lembut dari jauh. Ia menyesal pernah menaruh hati pada Damian. Bel pintu berbunyi membuyarkan lamunan Elara. “Selamat sore!” seru sepasang kekasih muda yang masuk dengan tawa. Elara tersenyum ramah, seperti biasanya, seolah tidak ada badai yang pernah melewati hidupnya. “Mawar merah tiga tangkai, tolong dibungkus cantik ya, signorina,” kata pria itu sambil menatap pacarnya dengan tatapan penuh kasih. “Te

  • Mantan Kakak Tiri   Bab 6 Kamu Memang Neraka Bagiku

    Hujan deras mengguyur Firenze malam itu. Langit seperti sedang berduka, petir menyambar dengan suara menggelegar, dan setiap kilat yang menyinari kaca jendela memantulkan bayangan suram di dinding rumah keluarga Morreti.Elara berdiri di dapur sendirian, hanya ditemani cahaya temaram dari lampu kecil di sudut ruangan. Tangannya menggenggam gelas air yang dingin, menatap kosong ke luar jendela. Ia sudah terbiasa dengan malam-malam seperti ini. Malam di mana Damian belum pulang, Giovanni sibuk di ruang kerjanya, dan rumah itu terasa lebih seperti penjara daripada rumah.Namun malam itu berbeda.Ada sesuatu di udara, berat, lembab, dan menyesakkan.Suara pintu besar terbuka dengan keras dan kasar membuat Elara tersentak.Langkah kaki berat bergema di sepanjang lorong. Ia tahu langkah itu milik Damian tapi ia tak tahu, kenapa malam ini membuatnya merasa gemetar ketakutan. Biasanya, suara langkah itu membuatnya tenang tapi malam ini, ada nada aneh di sana, langkah yang terseret, berat, da

  • Mantan Kakak Tiri   Bab 5 Kamu Takut Padaku?

    Elara tidak bisa tidur meski hujan di luar sudah berhenti dan petir sudah tidak ada lagi, hanya ada kilatan cahaya di langit sesekali. Ia duduk di pojok kamar, menggenggam lutut, sementara pikirannya berputar tanpa henti, bayangan darah, suara tembakan, dan tatapan dingin Damian berulang dalam kepalanya.Ia tidak pernah menyangka, semua adegan dalam televisi, ia kini melihatnya secara langsung. Sangat mengerikan dan bau darah itu, membuatnya terus menerus-merasa mual. Ia menatap jendela, berharap pagi cepat datang tapi justru ketukan pintu yang terdengar. Jantungnya langsung berdegup keras. “Siapa?” suaranya serak, penuh waspada.“Elara.” Hanya satu kata, tapi cukup untuk membuat napas Elara tertahan. Ia berdiri perlahan, tangannya ragu memutar kenop pintu tapi ia tetap membukanya. Damian berdiri, tanpa jas, kemejanya masih sama seperti sebelumnya, hanya kini sedikit basah karena hujan yang baru berhenti. Wajahnya tenang, tapi matanya, mata itu menyimpan sesuatu yang gelap, sesuatu

  • Mantan Kakak Tiri   Bab 4 Kamu Membunuh Orang

    Malam itu, hujan turun deras.Langit bergemuruh, memantulkan cahaya petir di jendela besar rumah keluarga Morreti. Semua lampu di ruang bawah menyala terang, tapi rumah itu terasa lebih menyeramkan daripada gelap.Elara turun pelan dari kamarnya, menggenggam sweater di tubuhnya. Ia takut petir dan ia butuh Damian. Suara keras, seperti benda pecah terdengar dari ruang kerja ayah tirinya. Ia berhenti di tangga, jantung berdegup cepat.Biasanya, suara seperti itu artinya satu hal, Damian sedang marah dan setiap kali Damian marah, semua orang di rumah itu memilih diam. Semua takut dengan kemarahan Damian. Malam ini berbeda..Ada teriakan suara pria lain. Suara yang bukan berasal dari keluarga Morreti.Elara menelan ludah.Naluri menyuruhnya kembali ke kamar, tapi rasa penasaran dan entah kenapa, juga kekhawatiran mendorong langkahnya maju. Ia berjalan mendekati ruang kerja di ujung koridor. Pintu kayu besar itu sedikit terbuka. Ruang kerja ayah tirinya yang hampir tak pernah ia datangi se

  • Mantan Kakak Tiri   Bab 3 Aku Akan Menjadi Neraka Untukmu

    Suara lonceng kecil di atas pintu kembali berbunyi, disusul langkah seseorang yang terbiasa datang setiap sore. Elara menoleh dan tersenyum tipis.“Ah, kamu datang lagi, Arvid,” sapanya lembut sambil mengelap tangan di celemek. Ia meninggalkan Damian begitu saja. Pemuda itu, dengan rambut cokelat muda dan wajah yang selalu tampak gugup di hadapan Elara, tersenyum kikuk sambil memegang setangkai bunga matahari. “Aku ingin bunga ini, cantik dan cerah sepertimu," ucapnya bercanda sembari membetulkan letak kacamatanya. Elara terkekeh kecil. “Kamu pelanggan paling rajin yang pernah aku punya. Bahkan bunga-bunga di etalase hafal sama wajahmu dan candaanmu.”Arvid tertawa pelan, matanya menatap Elara sedikit lebih lama dari yang seharusnya. Ada kekaguman yang jelas, tapi tidak berani diungkapkan.Namun sebelum Arvid sempat menjawab, suara berat memotong udara. Suara yang dalam, tenang, tapi membuat jantungnya langsung menegang.“Menarik,” ujar Damian datar dari sudut ruangan. “Jadi sekaran

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status