Menjadi Istri Muda Suami Kakakku

Menjadi Istri Muda Suami Kakakku

last updateLast Updated : 2025-02-01
By:  Rose_WhiteOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 rating. 1 review
17Chapters
389views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Ares dan Ava adalah pasangan yang sempurna, cantik, tampan dan juga kaya hanya satu kekurangannya yakni keturunan. Mereka sudah menikah selama delapan tahun dan belum di karuniai seorang keturunan, meski begitu Ares tidak membenci Ava tapi ia benci keadaan dan tekanan dari sang ibu yang mengharuskan ia mempunyai keturunan. Ava sendiri adalah wanita penuh rahasia di balik sikap diamnya itu ia menyembunyikan penyakit kanker karena itulah ia tidak bisa hamil, di tengah perjuangannya untuk sembuh dan hamil datang Mauren yang menjadi duri dalam rumah tangganya. Diam-diam Mauren dan Ares menjalin hubungan rahasia, bagiamana nanti pernikahan Ares, Ava dan Mauren selanjutnya? Baca selengkapnya di sini

View More

Chapter 1

Retak di balik sempurna

---

Ava duduk di balkon lantai tiga rumah mereka, wanita cantik berusia dua puluh delapan itu memegang secangkir teh melati yang sudah mendingin. Angin malam menyentuh kulitnya yang pucat, membuat gemetar tangannya yang sudah lelah menopang beban yang tak terucapkan. Pandangannya kosong, mengarah pada taman belakang yang penuh dengan mawar merah, bunga kesukaan Ares.

Bulan purnama menggantung di langit, cahayanya yang perak melukiskan bayangan samar di wajah Ava, seolah ikut menyaksikan kegelisahan yang tak bisa ia sembunyikan.

"Sudah malam, kenapa belum masuk?" Suara bariton Ares membuyarkan lamunannya.

Ava menoleh perlahan, melihat suaminya berdiri di ambang pintu balkon. Kemeja biru muda yang ia kenakan tergulung hingga siku, seperti kebiasaan yang selalu dilakukannya saat lelah.

"Aku masih ingin di sini sebentar," jawab Ava, senyumnya tipis, nyaris tak terlihat.

Ares mendekat, duduk di kursi sebelahnya. Ia menggenggam tangan Ava, yang terasa dingin seperti udara malam.

"Adakah yang mengganggu pikiranmu, hm?" tanya Ares, menggeser kursi mendekati Ava. Suaranya lembut, tapi matanya penuh dengan kekhawatiran yang tak bisa ia sembunyikan.

Ava terdiam, bibirnya menggigit pelan. Ingin rasanya berkata jujur, tapi ia tahu pembicaraan ini akan berujung pada topik yang sama, yang telah menjadi duri dalam pernikahan mereka.

"Semua baik-baik saja," jawab Ava akhirnya, mencoba terdengar meyakinkan.

Mata Ares menyipit, tidak puas dengan jawaban itu, tapi ia memilih untuk tidak memaksa.

"Kau tahu, Ava, aku mungkin sibuk akhir-akhir ini, tapi aku bisa mengenali kapan sesuatu mengganggumu," balas Ares, menggenggam tangannya.

"Apakah ini tentang Mama lagi?"

Ava menarik napas panjang, matanya menatap ke arah taman. "Ares ... Aku tidak tahu apakah aku cukup untukmu. Untuk keluargamu."

"Kau cukup. Bahkan lebih dari cukup," jawab Ares cepat.

"Oh iya ... besok Mama akan datang,  istirahatlah," ucap Ares, berusaha menjaga nada suaranya tetap netral. Ia mengusap pucuk surai sang istri lembut sebelum kembali masuk ke kamar.

"Apa pun yang Mama katakan, itu urusannya, bukan urusan kita," imbuhnya lagi.

"Tapi kita tidak bisa terus mengabaikannya. Dia akan datang besok, dan aku tahu apa yang akan dia bicarakan," kata Ava lirih.

"Delapan tahun pernikahan, dan aku masih ...."

Ares memotongnya dengan lembut. "Jangan menyalahkan dirimu, Ava. Kau adalah istriku, bukan mesin penerus garis keturunan. Aku mencintaimu."

Namun, meski kata-kata itu terdengar tulus, Ava menangkap keraguan di ujung nadanya. Ia tahu, cinta saja tidak cukup untuk mengusir bayang-bayang ekspektasi yang terus menguntit mereka.

Kedatangan Sunny selalu membawa tekanan yang tak kasat mata. Wanita itu tak pernah menyembunyikan harapannya tentang satu hal yang selalu luput dari hidup Ava—seorang cucu, penerus keluarga Bramasta.

---

Keesokan paginya, ketika Ava berdiri di dapur, sibuk menyiapkan sarapan. Ia mendengar langkah hak tinggi yang tegas mendekat.

"Ava," suara Sunny terdengar dari ruang makan.

Ava berbalik, melihat ibu mertuanya sudah duduk di kursi dengan gaun hitam yang elegan. Senyum dingin terlukis di wajahnya.

"Selamat pagi, Mama," Ava menyapa sopan, mencoba menenangkan gemetar di ujung jarinya.

Sunny melirik meja makan yang penuh dengan masakan buatan Ava. Ia tersenyum kecil, lalu berkata, "Sudah delapan tahun, Ava. Aku rasa sudah waktunya kau dan Ares berhenti mencari alasan untuk menunda memiliki anak."

Sendok sayur yang dipegang Ava nyaris jatuh. Ia mencoba mempertahankan ketenangannya, tapi kata-kata Sunny terasa seperti tamparan yang dingin dan tajam.

Ava mencoba tetap tenang sambil meletakkan mangkuk sup di meja. "Mama, aku mengerti. Tapi beberapa hal tidak semudah yang Mama pikirkan."

"Delapan tahun, Ava," Sunny memotong, nadanya tegas namun terbungkus dalam lapisan kepura-puraan yang halus.

"Itu waktu yang lebih dari cukup untuk memulai sebuah keluarga. Kau tidak pernah memberi kami alasan apa pun. Apa kau benar-benar serius menjalani pernikahan ini?"

Ava menunduk, menekan rasa panas di matanya. Kata-kata Sunny menusuk lebih dalam dari yang ia akui.

"Apa Mama pikir aku belum cukup mencoba?" kata Ava akhirnya, suaranya gemetar. "Aku sudah berusaha menjadi bagian dari keluarga ini sesuai yang Mama inginkan, tapi aku juga manusia. Aku tidak bisa memenuhi semuanya dalam waktu yang Mama harapkan."

Sebelum Ava melanjutkan kembali ucapannya, Ares muncul di ruang makan. Suasana langsung berubah tegang.

"Mama, kita sudah bicara soal ini," kata Ares, mencoba menahan kemarahannya.

Sunny menatap putranya dengan tatapan kecewa yang jelas terlihat. "Ares, aku hanya mencoba mengingatkan istrimu bahwa pernikahan ini bukan hanya tentang kalian berdua. Ini tentang keluarga kita."

"Ini bukan soal perdebatan, Ares," balas Sunny. "Ini soal tugas istri, jika Ava tidak bisa memberimu anak, kau tahu apa yang harus dilakukan."

Ares memegang bahunya, mencoba menenangkannya. "Ava, kau tidak harus menjelaskan apa pun."

Namun, Sunny mendengus kecil. "Kau salah, Ares. Dia harus. Karena jika tidak, maka kau yang harus mengambil keputusan sulit itu."

Kata-kata Sunny meninggalkan keheningan yang tegang. Setelah Sunny pergi, Ava menatap Ares dengan mata yang penuh luka.

"Apakah itu yang Mama inginkan? Kau memilih di antara aku atau penerus keluarga ini?" tanya Ava, suaranya pecah.

"Ava, tidak. Aku tidak pernah ingin itu," kata Ares. "Aku mencintaimu. Aku menikahimu untuk dirimu, bukan untuk yang lain."

"Tapi kau tetap diam," balas Ava lirih. "Dan itu membuatku bertanya-tanya, sampai kapan kau bisa melawan Mama?"

Ava menatap suaminya, berharap pembelaan. Tapi Ares hanya diam, rahangnya mengeras.

---

Malam itu, Ava dan Ares duduk di tempat tidur mereka, keheningan terasa begitu berat.

"Jadi, apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya Ava, suaranya hampir berbisik.

Ares menatapnya lama sebelum menjawab. "Kita akan melewati ini bersama. Kau dan aku."

"Bagaimana jika itu tidak cukup?" tanya Ava, air matanya mengalir. "Aku tahu kau mencintaiku, tapi cinta tidak akan menghentikan Mama. Tidak akan menghentikan dunia dari menuntut lebih dariku."

Ares menghela napas, lalu meraih tangannya. "Aku tidak tahu jawabannya sekarang, Ava. Tapi aku tahu bahwa aku tidak akan menyerah pada kita."

Ava ingin percaya, tapi rasa takut dan keraguan masih mencengkeram hatinya. Malam itu, meski mereka tidur di tempat yang sama, jarak di antara mereka terasa lebih jauh dari sebelumnya.

----

Tadi pagi Ava menerima telepon dari dokter keluarga yang mengatakan bahwa hasil dari pemeriksaannya sudah keluar, si cantik di minta untuk datang ke rumah sakit siang ini.

Ava merasakan jantungnya berdebar lebih kencang, ia mengira-ngira berita apakah yang akan di sampaikan Dokter Frans nanti.

Saat ini Ava sudah berada di ruangan Dokter Frans. Dokter muda itu  menatap Ava dengan raut wajah penuh simpati.

"Hasil tes menunjukkan bahwa kemungkinan Anda untuk hamil sangatlah kecil. Saya sangat menyesal harus mengatakan ini."

Ava terdiam, menatap tangan dokter yang memegang berkas hasil tes. "Jadi ... tidak ada cara lain?"

"Kami bisa mencoba opsi medis, tapi peluangnya tetap sangat kecil," jawab dokter muda itu hati-hati. "Keputusan ini sepenuhnya ada di tangan Anda dan suami Anda."

Keluar dari ruangan Dokter Frans, Ava merasakan dunia di sekitarnya berputar. Kakinya hampir goyah saat ia berjalan menuju mobilnya. Ia duduk di dalam, menatap setir sambil menahan isak yang akhirnya pecah. Kini ia tahu, kebahagiaan yang selama ini ia pikir sempurna telah mulai retak.

 TBC ☘️☘️☘️☘️☘️----

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Rose_White
Hallo ini buku pertama saya di Goodnovel, mohon dukungannya dan ulasan yang membangun, terimakasih ...️
2025-01-31 08:07:49
1
17 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status