"Kau sedang bertelepon dengan siapa?" tanya Jack menatap Zeta tajam.
Zeta bergeleng pelan. "Kau sudah pulang, Jack?"
Zeta menyeringai, menunjukkan semua giginya di depan Jack. Tatapannya kini jatuh ke arah kedua tangan Jack yang hilang di belakang badan kekar pria itu. "Apa yang ada di belakangmu, Jack?" tanya Zeta polos.
"Aku juga bertanya, apa yang ada di belakang tubuhmu, Zeta? Bagaimana kalau kita saling bertukar?" Jack melangkah mendekat kepada Zeta.
Zeta menghindari Jack, ia memundurkan tubuhnya pelan. "Jack..."
Jack tersenyum miring. Ia menghentikan langkah kedua kakinya. Ia kemudian menjulurkan lehernya sedikit agar ia bisa menatap dalam kedua mata Zeta.
"Kau sedang bertelepon dengan Max ya?" Terukir seulas senyum tipis di bibir Jack. Sorot matanya berkilat, memperlihatkan kalau ia sedang marah.
"Dan... Kau yang telah membuang bungaku kan?" tanya Zeta balik. Zeta memandangi Jack penuh selidik.
Jack menarik tangan
"Hanya ini, Aiden? Tidak adakah info lain yang bisa kau dapatkan?" Jack mendengus tak puas dengan laporan dan beberapa lembar kertas di hadapannya itu."Iya, Tuan. Hanya itu. Karena saya kesulitan untuk mengakses wilayah kekuasaan bisnis dari keluarga Nona Fay. Tapi, saya melihat ada yang mencurigakan di perusahaan keluarga Nona Fay. Saya masih terus berusaha mencari tahu." Aiden merapatkan mulutnya, kemudian berbalik dan duduk di kursi, di depan Jack."Baiklah. Untuk Kills group, berarti mereka akan mengusung tema yang berbeda ya dari perusahaan Baron group dan Grotesque group?" Jack menyeret pandangannya dari kertas di depannya menuju Aiden.Aiden terkesiap, ia mengangguk mengiyakan pertanyaan Jack barusan. Ia lalu menimpali, "Iya, Tuan. Tuan Edwin memberikan sentuhan baru bagi Kills group. Orang-orang yang mengurusi adalah orang-orang kepercayaan Tuan Edwin sendiri. Namun, saya tak melihat kalau Tuan Max akan jadi kandidat pemimpin bagi perusahaan itu."
Zeta mondar-mandir di kamarnya sambil memikirkan bagaimana caranya ia membujuk Jack. Ia berhenti sesaat untuk menatap bunga lily di meja nakasnya, lalu ia kembali mondar-mandir. Sampai sebuah ide muncul di kepalanya.Zeta ingat kalau ia belum pernah memasak untuk Jack, hanya semangkuk bubur ketika pria itu sakit. Maka, Zeta akan membuatkan makan malam untuk Jack.Ide yang cukup bagus, semoga bisa meluluhkan hati Jack. Gumam Zeta dalam hati. Ia lalu berangkat ke dapur."Nona..." sapa Lerry, disusul oleh pelayan lain yang ikut menyapanya.Zeta tersenyum hangat membalas sapaan mereka. Ia lalu mendekati Lerry sambil berbisik, "Bi, bolehkah aku memasakkan Tuan Jack makan malam?""Nona, mau memasakkan Tuan Jack?" Lerry membalas bisikan Zeta dengan suara melengking. Ia lalu merapatkan mulutnya, dan berujar pelan," Bukankah Nona tahu sendiri kalau Tuan Jack jarang sekali makan malam?""Maka dari itu, aku akan membuatnya tak melewatkan ma
"Aku senang kau sudah tak marah lagi, Jack." Zeta tersenyum lebar di depan Jack.Jack mengulas senyum melihat wajah Zeta tersipu malu ketika mata mereka saling bertabrakan. "Aku ke kamar dulu," ujar Jack seraya menepuk kepala Zeta pelan.Karena terbuai Jack, Zeta nyaris lupa kalau tujuan awalnya adalah membuat Jack memakan masakan buatnya. Ia segera memegang lengan Jack sebelum pria itu berbalik."Ada apa?" Jack menyatukan kedua alis tebalnya."Kau harus makan malam dulu... Bersamaku," tandas Zeta cepat."Kau sedang memintaku atau sedang memaksaku, huh?" Jack melepaskan tangan Zeta dari lengannya."Aku sedang memohon, agar kau mau makan malam bersamaku. Aku tak pernah makan semeja denganmu di rumah selama aku tinggal di sini. Aku sudah memasakkanmu makanan enak. Tapi, aku tidak yakin kau suka atau tidak," ujar Zeta lantang, namun memelan dan melemah di akhir kalimat yang terlontar."Baiklah. Aku akan mengganti pakaian dulu. Aku akan m
Zeta mengangguk. "Aku mau jadi milikmu selamanya, Jack.""Kalau begitu aku tak akan mengizinkan siapa pun menyentuh milikku," tukas Jack nyaris serius, mengundang tawa Zeta."Kau pelit sekali, Jack," ledek Zeta terkekeh pelan.Jack ikut tersenyum," Aku tak bercanda dengan ucapanku, Zeta." Ia lalu melirik jari manis Zeta yang terpasang cincin pemberiannya."Kau cocok memakai cincin itu," puji Jack seraya menunjuk dengan gerakan dagunya ke arah tangan Zeta yang membelit longgar lehernya.Zeta menarik sisi mulutnya ke atas. Ia amati cincin berlian yang terlihat semakin berkilau di bawah siraman cahaya lampu yang berpedar terang. "Aku sangat menyukainya. Dan, ukurannya pas sekali dengan jariku."Jack membawa Zeta ke dalam gendongannya. Ia lalu membaringkan tubuh perempuan itu pelan ke kasur. Jack merambat pelan di atas Zeta, dan menindihnya perlahan.Zeta menahan dada bidang Jack sebelum pria itu melumat bibirnya lagi. "Kau ta
Tirai terbuka, mempersilahkan sinar matahari masuk ke dalam sebuah kamar melalui celahnya.Di saat ini, Zeta dan Jack masih bergulat di balik selimut. Wajah mereka dipenuhi senyuman yang tak kunjung surut.Semalam, Zeta telah melakukan sesi terapinya, namun Jack memintanya untuk menelanjangi diri berdua. Selanjutnya, Jack memasukkan miliknya ke liang Zeta, ia memaju mundurkan miliknya dan membiarkannya tetap berada menancap di alat kelamin Zeta sampai menjelang pagi.Jack membelai lembut kepala Zeta, turun ke pipinya, kemudian ke ceruk lehernya. Leher perempuan itu begitu indah, dan menggoda. Jack mencium leher Zeta seraya melepaskan batangnya dari kewanitaan Zeta. Ia kemudian melirik ke arah kasur di dekatnya, ia meringis mendapati semalam ia ereksi berkali-kali dan membuang spermanya di kasur."Kau tidur nyenyak, Jack?" Zeta menggosok matanya dengan satu tangan. Ia lalu mengerjap cepat dan mendekatkan wajahnya kepada Jack."Kau tampan sekali." Ze
Jack dan Aiden melebarkan kedua matanya secara bersamaan ketika seorang perempuan muncul dari balik pintu.Fay tersenyum di depan dua pria yang kini melihatnya dengan mata melebar. "Kalian pasti terkejut ya dengan kedatanganku ini.""Sial..." desis Jack tajam. Ia tak menyukai Fay, dan kedatangannya membuat ketenangan dan kedamaian Jack terusik."Kau bilang apa?" Fay memincing tak suka.Setelah tadi Elle meyakinkan Fay atas perasaannya kepada Jack. Ia langsung bergegas ke Baron group untuk menemui pria itu."Kau tidak sedang memintaku untuk mengizinkan Aiden pergi bersamamu kan? Aku tidak akan mengizinkannya," tukas Jack galak."Tidak. Bukan itu maksud dari kedatanganku ini," balas Fay bergeleng cepat.Jack mengernyit bingung. Kalau bukan karena Aiden, kenapa perempuan itu datang ke ruangannya? Berdandan menor pula."Kalau bukan. Kau bisa pergi dari ruanganku!" Jack mengangkat tangan kanan yang ia acungkan ke arah pi
Aiden terkejut setengah mati melihat Max tak sadarkan diri di samping jendela. Ia segera membopong pria itu dan menyuruh security membantunya membawa Max ke rumah sakit terdekat.Aiden awalnya hanya ingin mengecek keadaan ruangan Max, memastikan apakah benar-benar tak ada dokumen yang pria itu kerjakan. Tapi, malah melihat Max pingsan dengan wajahnya yang sudah sangat pucat.Aiden menatap sebentar ke kaca, memeriksa Max yang ia tidurkan di jok belakang. Ia kemudian melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.Sesampainya di rumah sakit. Pegawai rumah sakit dan beberapa perawat dengan sigap menggulir brankar untuk Max. Max kemudian di bawa ke bagian UGD.Aiden menunggu di luar ruangan. Ia mendudukkan dirinya di kursi tunggu dengan gelisah. Ia berniat untuk menghubungi Jack, namun akhirnya urung.*Jack bersedekap di ruangannya. Ia tak kunjung mendapati kembalinya Aiden ke ruangannya setelah menyuruh pria itu ke ruanga
Setelah mengantarkan Max pulang, Aiden kembali ke kantor ketika hari mulai gelap. Ia berderap menuju ruangan Jack, namun ketika ia sudah berada di ruangan, tak ia temukan sosok tuannya. Ia hanya melihat meja yang awalnya dilapisi kaca, kini tak ada kaca yang melapisinya. Aiden menyeret pandangannya ke benda sekitarnya. Tak ada papan nama Jack, dan tumpukan dokumen yang ada sama sekali tak rapi, ada beberapa carik kertas yang tertinggal di lantai. Aiden memperhatikan meja Jack, ada sepercik darah di sana.Aiden segera merogoh ponselnya untuk menelepon Jack sembari ia berderap menuju mobil. Ia baru sadar ketika sudah berada di area parkir, bahwa mobil tuannya sudah tak ada. Ia lalu memakai mobil miliknya sendiri dan melaju ke rumah Jack karena teleponnya tak diangkat oleh tuannya itu.Aiden mengendarai mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata, tak seperti biasanya. Ia ingin secepatnya melihat keadaan Jack, apalagi darah di meja Jack tadi semakin membuatnya khawatir.