Share

Pernikahan Berselimut Noda
Pernikahan Berselimut Noda
Author: Nay Dinanti

Yessi Ananda

Author: Nay Dinanti
last update Last Updated: 2022-09-27 13:10:50

"Huek!" 

Aku terus memuntahkan isi perutku hingga kerongkonganku terasa perih. Sarapan yang baru saja kutelan, seakan hanya singgah sebentar di lambungku sebelum akhirnya terkuras kembali hingga isinya telah habis, dan mungkin tak bersisa.

Di usia kehamilanku yang masih terbilang muda ini, aku memang kerap kali mengalami morning sickness.

Mas Wira hanya melirik sebentar dengan ekor matanya, sambil tangannya terus memasangkan dasi di leher. 

Tadinya, aku yang hendak memasangkan dasi tersebut. Namun perutku tiba-tiba terasa mual karena mencium aroma parfumnya, maka mau tak mau Mas Wira yang melakukannya sendiri.

Setelah puas menguras semua isi perutku dan memastikan rasa mualnya tak ada lagi, aku pun bergegas berkumur dan mengelap mulutku dengan selembar tissu. Setelah itu menghampiri Mas Wira yang sedang mengancingkan lengan kemejanya.

Aku berinisiatif hendak membantunya. Namun, baru saja tanganku terulur hendak meraih tangannya, Mas Wira langsung berkelit menghindar.

"Tidak usah. Ini sudah mau selesai," ucapnya dingin sembari sibuk mengancingkan lengan bajunya sendiri.

Tanganku mengambang beberapa detik, setelah itu kuturunkan perlahan diiringi dengan kegetiran yang menguasai hati.

"Aku pergi dulu," pamitnya kemudian.

Kepalaku mengangguk. Sedikit ragu, tanganku mulai terangkat hendak menyalaminya, namun kembali kuturunkan setelah melihat jika sepertinya Mas Wira  tak berniat ingin disalami. Pria itu berjalan keluar kamar begitu saja.

Jemariku bergerak mengusap perut yang masih tampak rata, maklum baru satu bulan usianya. Sementara pernikahanku dengan Mas Wira baru berjalan sekitar satu minggu. 

Aku memang hamil duluan. Namun jangan berpikir jika Mas Wira yang menghamiliku. Dia hanya korban di sini. Korban yang mau tidak mau harus menanggung semuanya meskipun bukan dia pelakunya.

Maka tak heran jika sikapnya begitu dingin terhadapku. Pernikahan untuk sekadar menutupi aib ini tentu tak diharapkannya. Meskipun aku juga sebenarnya tak berharap untuk dinikahi oleh siapapun. Namun sikap keras papi yang seorang pengusaha ternama membuatku tak dapat berkutik apa-apa setelah beliau menjodohkanku dengan anak teman bisnisnya.

"Kalau tidak mau menikah sebaiknya digugurkan!" Teriakan papi yang menggelegar tiba-tiba terngiang kembali. Papi yang sebelumnya memang sudah emosi setelah mengetahui kehamilanku, semakin berapi-api setelah aku menolak permintaannya untuk menikah.

Mami menangis histeris hingga bersujud di kaki papi. Sementara aku masih termangu sembari memegang pipi yang baru saja ditampar oleh papi. Tidak sakit, hanya saja rasanya panas. Sementara sakitnya malah pindah ke hati.

"Jangan! jangan digugurkan. Mami mohon, Pi. Biarkan bayi itu tumbuh di dalam rahim anak kita. Bayi itu tidak bersalah." Mami terus memohon pada papi.

"Itu akibatnya kalau kamu terlalu memanjakan anak. Jadinya ya seperti itu. Pergaulan bebas, akhirnya hamil, kan?!" bentak papi lagi. 

Papi kemudian masuk ke dalam kamar setelah membanting pintu dengan cukup keras.

"Siapa yang menghamilimu, Nak. Coba katakan sama mami siapa yang menghamilimu?" tanya mami sembari memelukku.

Aku hanya bisa menggeleng dalam pelukan mami. Perasaanku yang hancur lebur setelah mengetahui bahwa ada janin yang tumbuh di rahimku membuatku tak mampu berucap sepatah kata pun. 

Ditambah sebelumnya aku juga mengalami rasa trauma dan  ketakutan atas peristiwa yang telah kualami. Sekaligus kemarahan papi yang membabi buta seakan lupa bahwa aku ini putrinya. Menjadikan pikiranku kosong dan sangat syok. Aku tak dapat berpikir tentang hal apapun lagi.

Setelah kejadian itu, pernikahanku dengan Mas Wira digelar dengan sangat mewah. Dihadiri teman-teman bisnis dari kedua belah pihak.

Kehamilanku ditutupi dari publik. Mas Wira tahu mengenai hal ini. Tapi entah kenapa dia tetap mau menikahiku, meskipun dengan keterpaksaan. Sementara orang tuanya tidak mengetahui perihal masalah ini. Keduanya hanya tahu jika putranya menikahi seorang gadis. Gadis bukan perawan lebih tepatnya.

Aku mengusap sudut mata yang mulai berair. Setelah itu keluar kamar dan bergegas menuruni anak tangga. Kudapati mama mertuaku sedang duduk di ruang tengah sembari membaca majalah.

"Kalau suami mau pergi ke kantor itu diiringi dari belakang, bawain tasnya. Jangan ndekem aja di kamar!" protes mama mertuaku terdengar judes. 

"I-iya, Ma" jawabku, lalu kembali berjalan menuju dapur.

Dari awal datang melamar, memang sudah  terlihat dari wajah beliau yang tak ramah, seperti tak suka kepadaku. 

Kalau papa mertua tipe orang yang tak ambil pusing. Ya seperti sikap lelaki pada umumnya. Manut dengan keinginan anak.

Tak disangka, ternyata mama mengikutiku dari belakang.

"Itu ayamnya dibersihin. Sebagian dimasak kari. Wira pingin makan kari hari ini. Sebagian lagi disimpan di kulkas!" perintah mama lagi sembari menunjuk plastik berisi daging ayam yang diletakkan di dalam kitchen sink. Tentu dengan suara yang sangat tidak enak di dengar.

"B-baik, Ma," jawabku sembari membuka bungkusan plastik tersebut. Meskipun sambil menahan geli sebenarnya. Aku yang di rumah orang tuaku bak tuan putri, tak pernah memegang pekerjaan apapun, kini harus mengerjakan banyak tugas rumah tangga di rumah keluarga suamiku.

Apakah keluarga suamiku tidak mempunyai asisten rumah tangga? Punya, tiga malah. Namun entah kenapa mama Mas Wira lebih suka jika aku yang mengerjakan beberapa tugas rumahan ini, meski tidak semuanya.

***

Selesai beberes rumah sekaligus memasak, aku pun berbaring di ranjang sembari meluruskan kaki. Melonggarkan napas yang beberapa hari ini terasa sesak. 

Tanganku mengelus permukaan ranjang berukuran luas ini. Lembut namun terasa dingin. Karena pemiliknya menolak untuk menidurinya setelah aku datang ke kamar ini. Dan lebih memilih tidur meringkuk di sofa yang letaknya ada di sudut kamar.

Ponselku tiba-tiba berdering. Ibuku yang menelepon.

[Yessi, mami kangen. Kenapa nggak pernah menghubungi mami selama di sana, Nak? kamu baik-baik aja, kan?]

 Suara mami terdengar bergetar di seberang sana. Pasti sibuk menahan tangis. Mami memang sosok wanita berhati lembut yang pernah kukenal.

[Yessi baik, Mi. Mami baik juga, kan?] sahutku tanpa menjawab keseluruhan pertanyaan mami. 

[Kamu mau kan main ke sini hari ini? tenang aja nggak ada papi di rumah. Papi baru aja pergi keluar kota untuk beberapa hari ini.] 

Agaknya beliau paham jika aku takut bertemu dengan papi setelah kejadian itu. Aku takut, sementara papi tak ingin melihat wajahku. Jijik mungkin, karena aibku telah mencoreng wajah dan nama baiknya. Jadi, ya memang kami sama-sama impas tak ingin bertemu.

[Bilang dulu sama suami kamu, kalo mau main ke sini,] lanjut beliau lagi.

[Iya, Mi. Nanti Yessi minta ijin sama Mas Wira dulu, ya?] sahutku sebelum sambungan telepon berakhir.

***

"Apa? baru seminggu tinggal di rumah ini kamu udah mau ngelayap, enak aja! nggak usah aneh-aneh kamu. Nggak usah kebanyakan tingkah. Penganten baru itu pamali keluar-keluar. Kenapa? udah nggak betah kamu tinggal di rumah ini?" Semburan mama mertuaku terdengar bak rentetan senjata api ketika aku mencoba meminta izin padanya untuk mengunjungi rumah orang tuaku. 

Tak memekakkan, hanya saja mengganggu dan tidak enak di dengar. Jika tidak menghargai karena beliau adalah mertuaku, pasti sudah kututup kedua telingaku karena muak dengan ocehannya.

"Lagi pula, Wira pasti tidak setuju dengan kemauanmu. Kamu belum bilang sama Wira kan?" 

Aku menggeleng. "Belum, Ma."

Aku memang belum meminta izin pada suamiku. Rencananya, kalau dibolehkan, aku memang akan langsung meminta izin pada suamiku setelah ini. Bukankah memang begitu urutannya? ibu macan dulu baru setelah itu anaknya?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Berselimut Noda   Akhir Dari Sebuah Kisah

    Perlahan namun pasti, kedua mataku akhirnya terbuka. Aku lantas mengedarkan pandangan ke sekeliling dan menyadari bahwa aku tengah berada di sebuah ruangan yang tampak sangat asing.Sontak aku pun bangun dan terduduk, sembari berusaha mengingat kejadian yang telah menimpaku.Rasa takut kembali menyergap kala kusadari kedua tanganku sudah dalam kondisi terikat.Aku lantas berteriak meminta tolong, namun hanya suara gumaman yang berhasil keluar, mulutku disumpal kain.'Ya Allah, siapa yang telah tega berbuat jahat terhadapku? Apa salahku sampai orang itu tega memperlakukanku seperti ini?' Batinku menjerit.Air mataku sudah tumpah ruah saking takutnya.Di tengah rasa keputus-asaanku, mendadak terdengar suara pintu berderit, menandakan ada orang yang akan masuk. Seorang laki-laki berkepala plontos serta berpenampilan serba hitam telah berdiri di hadapanku. Perawakan dan gayanya persis seperti pemeran penjahat di film-film. Bibirnya yang berwarna hitam menyeringai kala menatapku. Ia lanta

  • Pernikahan Berselimut Noda   Seseorang Yang Menyergap

    POV Yessi."Mas, aku boleh nanya sesuatu sama kamu, nggak?" tanyaku hati-hati."Boleh. Mau nanya apa?" tanyanya seraya mengalihkan tatapan dari ponsel miliknya.Inilah salah satu yang kusukai dari Mas Wira. Sedikit pun tidak pernah merasa keberatan dengan pertanyaan yang hendak kuajukan. Tak peduli jika ia bisa menjawabnya atau tidak, bahkan apabila pertanyaannya itu akan menyinggung perasaannya, ia tak peduli. Yang pasti jika aku meminta izin mau bertanya, ia akan langsung memperbolehkan."Mas kenal sama Bram?" Lelaki itu tak langsung menjawab. Diletakkannya ponselnya di atas meja, lantas sorot matanya menatapku lekat."Kenal. Dia temanku."Jawabannya cukup membuatku terkejut. "Teman? Kok Mas nggak pernah cerita?" tanyaku seraya mengernyitkan dahi. "Memangnya harus?" Dia malah balik bertanya sambil memamerkan senyum tipis."Eng ... ya nggak harus, sih. Cuman, kan ...." Aku sengaja tak meneruskan kalimatku. Rasa gugup membuatku bingung mengeluarkan kata-kata.Suamiku tertawa melih

  • Pernikahan Berselimut Noda   Yessiku

    Kudapati mama yang tengah duduk santai di teras sembari membaca majalah. Ia tampak terkejut melihat kedatanganku. Mungkin heran karena aku pulang cepat hari ini."Mana Yessi, Ma?!" tanyaku tanpa basa-basi."Nggak tau. Di dalem kali,"jawab mama acuh tak acuh. Ia kembali fokus menatap majalah.Aku bergegas masuk ke dalam rumah. Tampak Bik Inah mendatangiku dengan tergopoh."Mas! Non Yessi nggak ada," ujarnya panik."Kok bisa? Mungkin di kamarnya?!" sahutku sambil bergegas menaiki anak tangga. Baru dua langkah, seruan Bik Inah sontak menghentikanku."Nggak ada, Mas! Bibik barusan ke kamar nggak ada juga. Non Yessi kabur. Tadi Rahma ngeliat Non Yessi keluar dari pintu samping." Bi Inah kembali menangis."Astaga! Kenapa nggak dilarang??!" Nada suaraku meninggi saking paniknya."Bibik juga nggak tau, Mas. Rahma cuman ngeliat sekilas tadi," jawab Bi Inah takut-takut."Mana Rahma?! Panggilkan dia, Bik!" titahku sambil memijat pelipis. Aku benar-benar tak menyangka jika situasinya akan jadi g

  • Pernikahan Berselimut Noda   Membuatnya Yakin

    Malam itu ponselku tiba-tiba berdering. Alisku bertaut menatap sebaris angka yang tertera di layar ponsel. Feelingku langsung tidak enak. Mungkin karena beberapa hari ini sering diteror.[Halo!] kujawab panggilan tersebut.Terdengar suara kekehan tawa seorang pria di seberang sana. Aku mengenali suaranya. Dia merupakan orang yang tempo hari menerorku. Kebetulan Yessi sedang keluar kamar. Aku bergegas menuju balkon sebelum ia kembali.[Breng*ek!! Aku tau siapa dirimu. Kau jangan macam-macam. Aku bisa melaporkanmu ke polisi!] ancamku.[Silakan. Aku tidak takut. Yang jelas kau harus tau mengenai satu hal, bahwa akulah yang pertama kali meniduri istrimu. Bukan kau! Sepertinya akan jadi menarik kalau aku juga meneror istrimu,] ejeknya seraya terkekeh.[Ba*ing*n! Jangan pernah ganggu istriku! Kau hanya bisa merusaknya saja! Ke mana pun kau lari, aku akan terus mengejarmu!][Haha! Kau pikir aku takut dengan ancamanmu. Kau harus tau satu hal! Aku tidak akan melepaskan kalian begitu saja! Te

  • Pernikahan Berselimut Noda   Mencari Peneror

    "Bram!" Pria itu lantas menoleh ketika aku memanggilnya. Senyum sinis mengembang di salah satu sudut bibirnya ketika melihatku."Sudah lama tidak kelihatan, sekali ketemu udah jadi suami orang. Gimana enak teman makan teman?" sindirnya.Rupanya ia telah mendengar kabar pernikahanku dengan Yessi. Entah dari mana dia tahu. Padahal kami tidak mengundangnya. "Kami dijodohkan. Aku juga tidak tau kalau jadinya akan seperti ini. Maafkan aku kalau kau tidak berkenan."Bram membuang ludah tepat di depanku. "Cuih! Jelas saja aku tidak berkenan. Tak kusangka kau ternyata seorang pecundang. Pagar makan tanaman. Kau tidak pantas disebut sebagai teman!" ucapnya marah. Setelahnya ia berlalu begitu saja. Padahal aku ingin bertanya sesuatu mengenai Yessi. Apakah sebelum kami menikah ia pernah bertemu dengan Yessi? Aku tidak menuduh Bram yang melakukannya. Namun, setidaknya ia pasti tahu ke mana saja Yessi pergi dan dengan siapa perginya sebelum peristiwa itu terjadi.***"Saudari Yessi mengalami t

  • Pernikahan Berselimut Noda   Segala Bentuk Asumsi

    "Dengar Wira! Saya titipkan anak saya. Dalam artian, saya tidak ingin kalau anak saya sampai terluka barang secuil pun," pesan calon ayah mertuaku sembari menyodorkan amplop cokelat tebal ke hadapanku.***Pernikahanku dengan Yessi memang berjalan lancar, namun tidak dengan hatiku. Rasa sesak terus-menerus kurasakan hingga napasku nyaris tersendat-sendat sepanjang kami duduk bersanding di pelaminan. Kulihat wajahnya muram. Ah, terang saja. Mungkin ia juga terpaksa menerima pernikahan ini. Karena setahuku ia juga masih memiliki kekasih. Berharap menikah dengan Bram, namun malah dijodohkan denganku. Tidak ada malam pertama. Menggauli gadis yang sedang mengandung anak orang lain, siapa yang selera? Yang ada, aku malah semakin merasa benci dengannya. Meskipun aku tak memungkiri jika ayahnya telah banyak berjasa pada keluargaku, namun tetap saja keegoisanku mengalahkan segalanya.Kami tidak tidur bersama. Aku memilih tidur di sofa, sementara dia kubiarkan tidur di ranjangku.Hingga pada

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status