Pernikahan Tak Sempurna

Pernikahan Tak Sempurna

Oleh:  MamGemoy   Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 Peringkat
117Bab
6.7KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Pernikahan sempurna yang Naima impikan tak bisa memberi kebahagiaan. Suami yang mencintainya, keluarga bahagia hanya bisa ia rasakan sebentar saja. Awal yang sangat menyenangkan tak menjanjikan akhir yang membahagiakan. Naima hanyalah yatim piatu yang memiki begitu banyak keberuntungan. Seolah keberuntungan di masa remajanya telah digunakan semua, hingga cerita hidupnya berubah dalam sekejap mata. Helmi, suami yang Naima pikir setia ternyata mengkhianatinya. Menikah lagi tanpa sepengetahuan dirinya. Membawa neraka dalam kehidupan rumah tangga mereka. Orang ketiga datang, membawa awal dari kehancuran. Kata 'tak' tiba-tiba terselip dalam pernikahan yang ia anggap sempurna. Ia pun harus menelan kepahitan ketika hamil anak kedua. Bagaimana cara Naima menghentikan kesedihan yang terus menderanya?

Lihat lebih banyak
Pernikahan Tak Sempurna Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
MamGemoy
Haii haii Terima kasih mampir ke cerita MamGemoy ......
2023-04-07 01:40:00
2
117 Bab
1. Kamu siapa?
"Ayah … Ayah, pulang …!"Gadis kecil yang berumur tiga tahun berlarian keluar. Ia baru saja mendengar suara mobil ayahnya memasuki halaman. Lalu ia berlompatan menunjuk gagang pintu agar segera dibukakan."Bunda, bunda … cepat, Ayah pulang!" celotehnya lagi, menggemaskan.Naima Sanjaya. Kehidupan rumah tangganya berjalan sangat bahagia. Tidak pernah sekalipun Helmi membuatnya kecewa. Pertengkaran kecil selalu bisa diselesaikan dengan baik. Di kehamilan yang kedua ini, dia merasa kehidupan pernikahannya sangat sempurna."Sebentar, Kiran. Bunda gak bisa lari cepat, Sayang." Naima berjalan tergesa-gesa menyusul putrinya yang sangat lucu itu.Pintu terbuka, Kiran berlarian keluar. Di depan teras telah berdiri ayahnya yang membentangkan tangan dan siap untuk menangkap. Sang ayah menumpukan sebelah lutut dan mensejajarkan ketinggian mereka, ia tersenyum lebar.Tangkapan yang pas. Helmi langsung memeluk putri kecil yang sangat ia rindukan. Ia menggoyangkan tubuh kekiri dan kanan. Kemudian me
Baca selengkapnya
2. Tidak menyangkal
Seketika tangan yang menggenggam gagang telepon bergetar. Desiran aliran darah mengalir cepat melewati saraf di tubuhnya. Detakan jantung Naima pun memacu lebih cepat memompa darahnya, disertai dengungan sesaat di telinga. Seakan raga wanita berbadan dua itu hampir runtuh ditimpa beban di kepala."Maksud kamu apa?" tanya Naima bingung setelah terdiam beberapa saat, pernyataan wanita lawan bicaranya itu tentu tak dipercaya begitu saja. Suaminya tidak mungkin menikah lagi secara diam-diam, bukan?"Helmi dan gue sudah menikah lima bulan yang lalu. Gue harap lo bisa terima untuk berbagi suami sama gue," ujar wanita asing itu lagi masih dengan nada angkuh.Wanita ini pasti mengada-ada, Naima tidak akan percaya begitu saja. "Hei, Nona Serra. Siapa pun kamu, jangan berusaha merusak kebahagiaan kami. Aku sangat mempercayai suamiku!"Naima tampak sangat marah, melihat itu rasa keingintahuan Nara semakin besar. "Nai, kamu kenapa? Siapa yang menelpon?" bisik Nara, Naima membalas dengan gelengan
Baca selengkapnya
3. Keluar dari rumah
Selesai memandikan Kiran, mereka diam di dalam kamar sang putri. Pintu akses ke Kamar Naima sudah pun dikunci. Tak lama kemudian, terdengar lagi suara ketukan, kali ini dari pintu kamar Kiran sendiri. Helmi terus memanggil nama Kiran dan Naima."Naima, Sayang … keluar ya? Kita bicara sebentar." Tak terdengar lagi kekalutan dari suara Helmi. Pria itu terdengar tenang dan sabar.Namun, Naima hanya diam, tak berniat untuk merespon panggilan itu. Kiran tampak bingung dengan diamnya sang bunda. Sedangkan Nara hanya bisa menghela napas berat, dia tau ini sangat sulit untuk diterima. Hingga terdengar lagi panggilan dari Helmi."Kiran … Cantik … keluar dong … ajak Bunda juga ya, Sayang ….!" Kali ini bujukkan itu dilakukan pada sang putri, yang langsung mendapat perhatian dari gadis kecil itu."Ayah …." Wajah mungil itu menoleh pada sang bunda. "Ayah, Bunda. Kenapa Bunda gak bukain pintu?" Pertanyaan polos Kiran lontarkan."Nai, sebaiknya kamu buka pintu. Ada Kiran di sini, tidak baik membiark
Baca selengkapnya
4. Wanita itu tidak berhak
Pertanyaan Rinjani sedikit membuat dada Naima bergetar. Jawaban yang tepat harus segera dia berikan. Jika tidak, mamanya bisa curiga."Masih di luar kota, Ma," jawab Naima menahan kegugupannya."Oo, ya udah masuk dulu. Mama mau cerita banyak sama kamu." Jani mengajak mereka masuk. "Nara, ayo masuk. Kita sarapan sama-sama.""Iya, Tante," jawab Nara sedikit sungkan, karena memang jarang datang. Mengingat keberadaan seseorang di rumah itu membuatnya sedikit canggung.Naima yang melihat sikap sahabatnya, tersenyum geli. Dia tau Nara pasti sedang mencemaskan sesuatu. Tiba-tiba tangan Nara ditarik Kiran agar cepat masuk kedalam. "Tante … ayo masuk! Kiran mau ketemu Om Ganteng!" ajak gadis kecil itu tidak sabar disertai sikap centilnya."I–iya, Sayang …."Naima dan Rinjani menggeleng bersamaan. Melihat tingkah lucu Kiran adalah hiburan tersendiri bagi mereka. Gadis kecil itu memang selalu bersemangat, apalagi jika dengan kehadiran Nara di rumah itu. Kiran akan semakin bersemangat mempertemu
Baca selengkapnya
5. Sedikit curiga
Naima pun menyurutkan air matanya. Lalu ke kamar mandi untuk mencuci muka. Setelah mengganti pakaian mereka keluar dari kamar. Naima mengantar sahabatnya hingga ke depan pintu rumah. Hari ini Naima bisa sedikit tenang. Helmi tidak lagi mengganggunya melalui panggilan telepon. Paling tidak hari ini dia bisa memikirkan langkah apa selanjutnya yang akan dia ambil. Naima mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. Berharap dia bisa mendapatkan bantuan dari orang itu.Akan tetapi, pada malam harinya, Helmi tiba-tiba datang. Tidak mengejutkan bagi Naima. Helmi jenis orang yang tidak akan melepaskan apa yang dia punya, dan akan mengejar apa pun yang dia inginkan.Naima mendatangi Helmi di teras pintu masuk. "Kenapa datang ke sini, Bang?" "Sayang, ikut Abang pulang ya, kita bicarakan baik-baik," bujuk Helmi dengan wajah memelas."Baik-baik yang bagaimana maksud, Abang?" Naima membuang muka."Sayang …." Ucapan Helmi tiba-tiba terhenti. Rinjani tiba-tiba keluar menghampiri mereka. "Helmi
Baca selengkapnya
6. Kemarahan
Lirikan mata Naima yang tajam, membuat nyali Helmi semakin ciut. Tidak hanya sekedar kecewa, kemarahan tertahan tampak jelas dari mata dan wajah istrinya itu."Abang, akan jelaskan.""Ya! Memang seharusnya seperti itu!" Naima melepaskan genggaman tangan suaminya."Abang minta maaf … abang memang telah menikah lagi, tanpa sepengetahuan kamu." Pengakuan Helmi yang jelas akhirnya terucap.Seketika jantung Naima langsung berdesir hebat. Seakan jatuh dari ketinggian, pengakuan suaminya itu sangat menyakitkan."Jadi?" Suara Naima sedikit serak, menahan tangisan yang hampir pecah, berusaha menahan agar Helmi tidak melihat sisi lemahnya."Abang minta tolong, agar kamu mau merahasiakan dulu dari keluarga kita."Tatapan Naima sinis pada sang suami. "Alasannya?""Abang belum siap …."Naima lantas membuang muka. Pernyataan Helmi mengakui kesalahan saja masih belum bisa dia terima. Sekarang malah harus menerima permintaan yang sangat tidak bisa dimaafkan."Belum siap? Oo … mudah sekali ya? Abang t
Baca selengkapnya
7. Satu hati dua cinta
Helmi bersikap selayaknya pria sejati. Tentu saja dia harus bertanggung jawab. Walaupun apa yang dia lakukan adalah karena ketidaksengajaan. Namun, sebagai laki-laki dia tidak akan pernah sembarangan menanggapi masalah.Sherra mengusap air matanya, dia akhirnya sedikit tenang, lalu dia beringsut, berniat untuk membersihkan dirinya ke kamar mandi. Baru saja dia berdiri di samping ranjang, wanita itu pun kembali terduduk. “Auw!” Ringgisan kecil keluar dari bibirnya.Sherra menahan rasa sakit di pangkal pahanya. Kejadian semalam sangat meninggalkan bekas di tubuh bagian bawahnya. "Sher, kamu baik-baik saja?" Melihat wanita itu kesulitan untuk berdiri, Helmi pun merasa kasihan. Dia pun teringat akan kejadian malam pertama dengan istrinya. Naima juga kesulitan berjalan karena merasa nyeri akibat ulahnya.“Ini pertama kali bagiku, Mas. Wajar jika aku merasakan sakit." Sherra tak melihat kearah pria itu, hatinya masih kesal dengan kejadian buruk yang menimpanya semalam. Dia pun memunguti ba
Baca selengkapnya
8. Pulang ke rumah
Keluh kesah Naima, membuat Nara sangat terenyuh.“Naima, sebaiknya kamu bicarakan berdua sama suami kamu, biar semuanya jelas. Kalau kamu di sini terus, masalahnya akan semakin berlarut-larut,” ujar Nara yang ikut merasakan penderitaan sahabatnya itu.“Iya, Ra. Beberapa hari lagi aku akan pulang. Tapi, aku akan menitipkan Kiran dulu di sini. Aku nggak mau dia nanti melihatku dan Bang Helmi berseteru,” ucapnya sambil menahan air mata yang mulai membendung. “Naima, yang sabar, ya. Aku akan selalu mendoakan yang terbaik buat kamu. Semoga ada jalan keluar untuk rumah tangga kamu dan Bang Helmi.” “Iya, Ra. Terima kasih, ya.” Keduanya pun beranjak dari duduknya dan segera menuju kamar. “Eh, iya, Kiran mana?” tanya Nara kemudian.“Kiran lagi di taman belakang sama omanya. Yuk, ke sana,” ajak Naima menggandeng tangan Nara. Mereka pun menuju taman belakang, dimana Kiran sedang asyik bermain. “Tante Cantik ...!” teriak Kiran dari kejauhan berlari sambil membawa bola kecil di tangannya.“Hay,
Baca selengkapnya
9. Kenapa kamu tega
Asap kendaraan mengebul mencemari jalan raya kota, suara klakson bersahutan memekakkan telinga. Naima yang sedang berada di dalam mobil itu tengah melamun, melihat orang yang lalu lalang sibuk dengan urusan mereka di awal pagi ini.Pikiran Naima mulai kalut. Tak dapat dibayangkan sebelumnya, rumah tangga yang dia banggakan selama ini ternyata hanya drama. Perhatian suaminya, ternyata juga hanya sandiwara penuh kepalsuan. Buliran hangat lagi-lagi menetes dari pelupuk matanya, tak sanggup lagi dia bendung. Tak terasa, Naima hanyut dalam lamunannya hingga sampai rumah pun dia tidak menyadarinya. “Non ... sudah sampai,” panggil sang sopir yang menengok ke belakang, ke arah Naima. Naima tidak menjawab, pandangannya kosong terfokus pada jendela mobil yang mengarah ke jalan.“Non Naima ....” Lagi-lagi sopir itu menegur dan sedikit meninggikan nada suaranya. “Ah, iya, Pak. Ada apa?” Naima terkejut, lalu menoleh.“Sudah sampai rumah, Non.” “Astaga, maaf ya, Pak. Tadi saya sedikit ngantuk,
Baca selengkapnya
10. Pulang ke mana?
Wanita yang perutnya telah membesar itu, menunduk perlahan dan berjongkok mengambil selembar foto yang dekat dengan kakinya. Kemudian dia bangkit dan melihat foto itu sambil mengangkat sebelah sudut bibirnya. Naima melihat sesuatu yang tidak asing baginya. Pemandangan yang selalu dia lakukan saat mengantar kepergian suaminya. Mencium tangan suami dan setelah itu mendapat kecupan hangat di keningnya. Naima kembali menjatuhkan foto itu dan Helmi hanya diam tanpa kata. "Dan ada hal yang paling mengejutkan. Wanita itu ada di kota ini bukan? Tidak jauh, sekitar lima kilometer dari sini." Naima bertepuk tangan dengan wajah sinisnya di depan wajah Helmi. "Hebat, sangat hebat."Tidak terbayangkan bagaimana rasanya jadi Naima. Membuka kedok suami dengan cara yang sangat tidak biasa. Sangat menyakitkan, tentu saja itu sangat sakit. Naima berusaha tegar, berusaha bersikap tenang. Dia tidak ingin terlihat lemah di mata sang suami. Naima bukan wanita yang tidak mudah dijatuhkan.Naima menekan d
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status