Pernikahan sempurna yang Naima impikan tak bisa memberi kebahagiaan. Suami yang mencintainya, keluarga bahagia hanya bisa ia rasakan sebentar saja. Awal yang sangat menyenangkan tak menjanjikan akhir yang membahagiakan. Naima hanyalah yatim piatu yang memiki begitu banyak keberuntungan. Seolah keberuntungan di masa remajanya telah digunakan semua, hingga cerita hidupnya berubah dalam sekejap mata. Helmi, suami yang Naima pikir setia ternyata mengkhianatinya. Menikah lagi tanpa sepengetahuan dirinya. Membawa neraka dalam kehidupan rumah tangga mereka. Orang ketiga datang, membawa awal dari kehancuran. Kata 'tak' tiba-tiba terselip dalam pernikahan yang ia anggap sempurna. Ia pun harus menelan kepahitan ketika hamil anak kedua. Bagaimana cara Naima menghentikan kesedihan yang terus menderanya?
View More"Ayah … Ayah, pulang …!"
Gadis kecil yang berumur tiga tahun berlarian keluar. Ia baru saja mendengar suara mobil ayahnya memasuki halaman. Lalu ia berlompatan menunjuk gagang pintu agar segera dibukakan."Bunda, bunda … cepat, Ayah pulang!" celotehnya lagi, menggemaskan.Naima Sanjaya. Kehidupan rumah tangganya berjalan sangat bahagia. Tidak pernah sekalipun Helmi membuatnya kecewa. Pertengkaran kecil selalu bisa diselesaikan dengan baik. Di kehamilan yang kedua ini, dia merasa kehidupan pernikahannya sangat sempurna."Sebentar, Kiran. Bunda gak bisa lari cepat, Sayang." Naima berjalan tergesa-gesa menyusul putrinya yang sangat lucu itu.Pintu terbuka, Kiran berlarian keluar. Di depan teras telah berdiri ayahnya yang membentangkan tangan dan siap untuk menangkap. Sang ayah menumpukan sebelah lutut dan mensejajarkan ketinggian mereka, ia tersenyum lebar.Tangkapan yang pas. Helmi langsung memeluk putri kecil yang sangat ia rindukan. Ia menggoyangkan tubuh kekiri dan kanan. Kemudian mengecup wajah Kiran bertubi-tubi."Ayah kangen, muuuahhh … putri kecil ayah, ayah kangen kamu!""Kiran juga kangen Ayah, banyak. Ada … segini, segini dan segini!" Kiran menunjukkan kesepuluh jarinya, lalu membuka tutup hingga tiga kali.Tingkahnya yang lucu membuat kedua orang tuanya tertawa. Naima yang sedang berjalan dengan perlahan tertawa sambil menutup mulutnya."Hahahaha … benarkah? Ayah juga kangen Kiran sebanyak itu!"Helmi mengusap puncak kepala putrinya seraya tersenyum, lalu berdiri. Ia kemudian memberikan kecupan hangat di kening Naima yang telah berada di sampingnya. Mereka tersenyum bahagia."Ayah, ayah … gendong!" pinta Kiran melompat-lompat mengangkat kedua belah tangannya."Baiklah … sini!" Helmi menempelkan kedua telapak tangannya ke bawah lengan Kiran. Dengan mudah ia mengangkat putri cantik yang sangat menggemaskan itu."Kyaaa … Ayah, haha …!"Tubuh kecil Kiran berputar-putar di udara. Helmi membuatnya menjerit dan tertawa riang. Setelah tiga kali putaran, Helmi meletakkan Kiran ke dalam gendongannya. Mereka bertiga masuk kedalam rumah dengan perasan senang.Rasa lelahnya karena pekerjaan sepanjang hari seakan sirna saat itu juga. Keluarga kecilnya adalah obat lelahnya."Semua baik-baik saja, kan, Sayang?" tanya Helmi seraya mengecup kening istrinya."Baik, Bang," jawab Naima dengan senyuman.Helmi Sanjaya, yang menjabat sebagai CEO di Antaraksa property group, sangat jarang menghabiskan waktu liburan bersama keluarga. Walaupun begitu ia tidak pernah absen untuk memberikan perhatian dan kehangatan setiap kali berada di rumah.Naima bisa mengerti dengan semua kesibukan suaminya. Ia tidak terlalu mempermasalahkan itu semua. Toh, yang suaminya lakukan adalah untuk kebahagian mereka juga di masa depan. Untuk dirinya dan anak-anak mereka kelak.Kesabaran Naima adalah kunci keutuhan rumah tangganya.***Naima yang kini tengah berbadan dua harus rela ditinggal suaminya bekerja keluar kota. Proyek baru Antaraksa grup akan berlangsung cukup lama di sana. Usia kehamilan Naima yang baru menginjak dua bulan, membuatnya harus bertahan tanpa dampingan dari suami.Naima biasanya menyibukkan diri desain pakaian. Butik miliknya saat ini sedang bersiap untuk meluncurkan produk baru. Walau merasa kesepian, tetapi Naima bisa mengalihkan pikiran pada hal lain. Ketika bosan ia akan datang berkunjung ke rumah orang tua atau ke rumah mertuanya.Seiring berjalannya waktu, usia kehamilan Naima akan menginjak di bulan ketujuh. Waktu Helmi di rumah juga semakin berkurang. Sudah dua bulan terakhir Helmi selalu bepergian."Bang … memangnya Abang harus pergi lagi ya?" Naima sedang bergelayut manja di leher suaminya.Semakin banyak usia kandungannya semakin Naima tidak ingin ditinggal oleh Helmi. Tentu saja itu karena membuatnya semakin kesepian."Iya, Sayang. Proyek di luar kota sedang ada masalah, jadi Abang harus pergi lagi untuk menyelesaikan masalahnya," jawab Helmi mengecup kening sang istri."Tapi, Abang baru pulang dua hari yang lalu," Naima mengerucutkan bibirnya , melihat itu membuat Helmi tersenyum."Sayang, dengar. Abang janji setelah semua proyek ini selesai kita akan pergi berlibur, mau kan?""Bener ya … aku gak mau Abang bohong lagi. Bulan lalu, Abang juga bilang gitu, tapi ternyata gak jadi.""Iya, Sayang … kali ini Abang akan pastikan kita bisa pergi," ucapnya saat mencubit hidung istrinya. Perut Naima yang telah tampak membesar dielus, lalu ia membungkuk dan mengecup perut bulat itu. "Haii … baby boy, ayah mau pergi dulu," sapanya pada calon anak yang masih di dalam kandungan Naima."Kenapa baby boy, Bang? Kita belum tahu jenis kelaminnya," tanya Naima melihat ke arah perutnya.Helmi kembali berdiri tegak. "Tidak apa-apa, Abang hanya ingin memanggilnya begitu. Baby boy atau girl sama saja, Sayang."Mereka tersenyum bahagia. Helmi adalah sosok pria yang sangat perhatian. Naima selalu kagum dengan cara Helmi mencurahkan kasih sayangnya. Hanya saja akhir-akhir ini ia merasa sedikit kesal dengan kesibukan suaminya itu.***Hari sudah menunjukan pukul 11.00 malam. Naima sedang duduk bersandar di kepala ranjang. Ia memandang layar ponselnya yang tidak ada panggilan masuk sejak pagi. Perasaan pun mulai aneh, kenapa setiap suaminya di luar kota semakin susah dihubungi? Apalagi di waktu malam, ponsel Helmi pasti lebih sering tidak aktif."Bang, kenapa akhir-akhir ini kamu susah sekali untuk dihubungi? Apa pekerjaanmu sangat menyita waktu hingga tidak bisa memberi kabar walaupun sebentar?" batin Naima.Tombol panggil kembali ditekannya. Lagi-lagi terdengar suara operator telepon dari seberang talian sana.Naima menghela nafasnya berat. Ia membaringkan tubuhnya telentang di atas tempat tidur. Sudut matanya telah basah, perlahan menetes cairan bening dari sana. Dengan kondisi tengah berbadan dua, membuatnya lebih sensitif dan suka menangis. Sesabar-sabarnya seorang wanita, pasti akan kecewa melihat sikap suami yang seperti ini. Walaupun mungkin itu tidak disengaja, tapi perasaan yang tersakiti tidak dapat terelakkan.***Naima menyelesaikan pekerjaan yang terbengkalai di kantornya. "Naima boutique" mendapat pesanan baju pengantin. Jadi ia harus segera menyelesaikan desainnya terlebih dahulu. Kiran bermain di luar bersama Nara dan Maharani—sahabatnya.Tubuh ia sandarkan di sandaran kursi dan mengelus perutnya yang bulat. Alat menggambar ia biarkan berserakan di meja. Hingga siang ini, Helmi masih belum menghubungi Naima. Sehingga sulit baginya untuk berkonsentrasi. Asisten sang suami mengatakan bahwa Helmi pergi ke luar kota sendiri, dan Naima semakin merasa cemas sekarang.Suara deringan telepon tiba-tiba mengejutkannya. Naima tersadar dari lamunan. disaat bersamaan pintu diketuk dan Nara masuk ke dalam ruangan, Naima tersenyum singkat. Ia pun bergerak mengangkat gagang telepon tersebut."Halo, selamat siang, Naima boutique here.""Selamat siang, gue Serra.""Iya, Bu Serra. Ada yang bisa saya bantu?""Tentu saja ada. Gue minta lo jangan terlalu mengharapkan Helmi untuk sering bersama lo sekarang."Deg ... hati Naima terasa bergetar hebat. Mendengar nama suaminya disebut, dunianya terasa ingin runtuh. Melihat itu, Nara langsung menghampiri Naima dan menopang tubuhnya yang hampir jatuh."Kamu siapa? Kenapa menyebut nama suamiku?" tanya Naima dengan suara tercekat."Gue adalah istrinya Helmi, istri keduanya." Suara wanita itu terdengar arogan.*** "Kamu meragukan dirimu sekarang, Fian? Apakah tekadmu hanya akan sampai di sini?" Naima bertanya melengkungkan alisnya. Tatapannya mengharapkan jawaban yang tak ingin ada keraguan. Bukankah hatinya kini bisa terbuka karena kegigihan pria dihadapannya."Tidak, bukan begitu, Ima. Apa aku tidak terlalu jahat jika nantinya memisahkan kebersamaan ayah dan anak? Aku tidak akan mundur, aku sungguh ingin hubungan kita berhasil, dan kamu akan aku jadikan wanita paling bahagia di dunia ini." Alfian tak ingin Naima salah sangka dengan perkataannya.Naima tersenyum simpul menanggapi hal ini. "Dokter Alfian, kamu meragukan keberhasilan hubungan kita karena Helmi?""Aku memikirkan anak-anak, Sayang." Dia mengungkapkan isi hatinya.Naima menghela napasnya sejenak, dia mengerti jalan pikiran kekasihnya saat ini. "Fian, nggak ada yang perlu kamu khawatirkan. Anak-anak tidak akan kekurangan kasih sayang dari ayahnya. Malahan mereka akan sangat beruntung mendapatkan kasih sayang yang melimpah dari s
***Sementara itu di rumah sakit.Bara dan Andita masih berusaha mayakinkan Helmi untuk mendapatkan pengobatan secara intensif. Setelah dokter menyampaikan hasil tes hari ini. Helmi menjadi keras kepala. Dokter mengatakan bahwa Helmi terlalu banyak mengkonsumsi alkohol, ditambah lagi dengan pola makannya yang tidak teratur dan istirahat yang sangat sedikit. Sehingga kini dia mengalamai perlemakan pada hati. Helmi masih harus melakukan beberapa tes lagi setelah ini, untuk mendeteksi apakah ada gejala lain lagi pada hatinya. Perlemakan pada hati akan semakin parah jika tidak mendapatkan penanganan yang benar. Andita juga meminta Helmi untuk tinggal lagi bersamanya. Tinggal sendirian di rumah itu hanya akan memperparah kondisi Helmi. Tidak ada yang memperhatikannya secara intens."Helmi baik-baik saja, Ma. Ayolah ... Helmi hanya mau tinggal sendiri saja." Pria itu memohon lagi. Wanita kesayangannya itu masih memaksanya untuk pindah kembali ke rumah utama."Setelah apa yang terjadi sama
***Kembali dari rumah sakit Naima langsung bersih-bersih dan merebahkan diri di kasur. Efek lelah karena begadang semalaman, Naima ingin istirahat dengan tenang. Setelah kondisi Helmi dia sampaikan kepada keluarganya, mereka pun ikut lega mendengar hal itu . Sepuluh menit setelah berbaring, ponselnya berbunyi. Benda itu lupa dia bawa kemarin. Tentu banyak panggilan yang masuk.Semalam ketika Mamanya memberitahu bahwa Helmi berada di UGD, mereka semua bergegas ke rumah sakit. Hingga Naima lupa memberitahu Alfian tentang hal ini. Dia merasa bersalah kepada kekasihnya itu.Permukaan kasur dirabanya. Benar saja, ponsel Naima berbunyi karena panggilan masuk dari Alfian."Halo." Terdengar helaan napas dari pria itu. "Akhirnya kamu jawab juga, Sayang."Naima paham kenapa Alfian berkata seperti itu, dia pun langsung menjelaskan. "Fian? Maaf semalam aku di rumah sakit, lupa bawa ponsel. Aku juga minta maaf lupa kasih tau mama untuk ngabarin kamu." "Iya, aku udah tau kok. Semalam waktu aku
***Beberapa hari kemudian.Ketika jam makan siang, Rafka--sekretaris Helmi merasa sedikit khawatir, melihat sang bos tampak tidak sehat. Meskipun tau sedang tidak baik-baik saja, Helmi tetap memaksakan dirinya untuk pergi rapat dengan klien. Sore harinya, Andita ditelepon oleh sekretaris Rafka untuk mengabarkan tentang kondisi sang putra. Helmi menolak dibawa ke rumah sakit, sehingga sang sekretaris pun terpaksa mengantar pulang ke rumah. Andita dan Bara pun bergegas ke rumah Helmi untuk memastikan keadaannya.Saat masuk ke dalam rumah, Andita di sambut oleh ART. “Helmi udah pulang kan, Bi?”“Iya, Nyonya, Tuan Helmi udah naik ke kamarnya, baru lima belas menit yang lalu,” jawab sang ART menjelaskan. “Tuan Helmi kelihatannya tidak sehat, Nyonya. Tapi saat saya tanya, katanya nggak apa-apa.”“Iya udah, saya langsung naik aja.”“Baik, Nyonya, Tuan.”Pintu kamar Helmi langsung dibuka. Sang putra terlihat tengah berbaring di tempat tidur. Andita dan Bara langsung menghampiri. Saat mereka
Hari ini hari pertama Naima dan Alfian sebagai sepasang kekasih. Berita bahagia ini tak ingin disimpan lebih lama, Alfian bermaksud untuk mengatakan secara langsung kepada kedua orang tua Naima. Alfian pun mengantar Naima pulang kerja, sekalian bertemu dengan orangtua kekasihnya itu.Sebenarnya Naima masih mau merahasiakan ini dulu. Tetapi Alfian membujuknya untuk segera mempublikasikan kepada orang terdekat. Alfian ingin segera membagi kebahagiaannya dengan semua, yang pada akhirnya Naima pun menyetujui. Ketika Naima memasuki rumah, semua orang sedang berkumpul di ruangan keluarga. Mama, Papa, serta anak-anaknya ada di sana. Sedangkan Sakti dan Nara masih belum pulang dari bulan madu. Naima merasa sedikit gugup saat harus mengatakannya secara langsung. Begitupun Alfian, dia juga merasa sedikit gugup. "Naima, ada Alfian di sini, kenapa nggak kamu suruh duduk? Malah berdiri dua-duanya?" tanya Rinjani."Ini, Ma, Pa … Alfian mau ngomong sesuatu." Mata Naima beralih pada Kiran dan Arthu
"Kalau kamu tidak dengar, ya sudah? Bukan aku yang rugi." Naima memanyunkan bibirnya. Mengalihkan pandangannya ke arah lain. Wajahnya telah memerah, sedikit merasa malu dengan ucapannya sendiri."Aku dengar, aku dengar. Kamu nggak usah ulangi. Akhirnya, kamu menyukaiku? Kamu benar-benar menyukaiku?" tanya Alfian penuh semangat, dan menarik Naima hingga berhadapan dengannya. Mereka pun saling pandang, menatap dalam mata masing-masing. Debaran jantung mereka saling berpacu, terbawa suasana hati yang sangat tak bisa dikendalikan. Terukir senyuman bahagia dari wajah mereka. Entah kenapa Naima tiba-tiba mengatakan hal itu. Dia sudah berpikir lama tentang perasaannya. Awalnya Naima tak mau lagi memikirkan kehidupan percintaan. Gagal satu kali sudah cukup, dia tak akan mengulanginya lagi. Namun, seiring berjalannya waktu. Perhatian yang Alfian tunjukkan semakin membuatnya berpikir, kenapa dia tidak mencobanya saja. Perasaan sukanya pada Alfian adalah nyata. Jika Naima menolak, bukannya aka
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments