Share

Pernikahan yang Gagal

PLAK! PLAK!

Suara tamparan terdengar sangat kencang, membuat sang pemilik wajah itu meringis kesakitan. Pak Adijaya menampar Rama berkali kali.

“Memalukan! Kamu itu seorang pemimpin, Rama! Bagaimana bisa kelakuan mu seperti binatang!” kesal Pak Adijaya.

Bu Ningrum hanya menangis membiarkan suaminya menampar dan memarahi putranya. Karena rasanya memang pantas Rama mendapat perlakuan seperti itu. Anak itu telah mencoreng nama baik keluarganya.

“Papa dan mama membesarkan kamu dengan penuh cinta, kenapa kamu membalas kami dengan seperti ini. Apa salah kami, Rama? Sekarang kamu jawab, apa benar yang dikatakan gadis ini?” tanya pak Adijaya pada Rama dengan tegas.

Rama hanya mengangguk, membuat orang tuanya tampak lemas dan frustasi.

“Kamu telah membuang kotoran di muka mama dan papa, Rama. Sekarang kamu harus bertanggung jawab atas perbuatan kamu. Nikahi Reina minggu depan!” ucap Bu Ningrum pada Rama. 

“Rama tidak sengaja melakukan hal itu, Mah! Rama sedang mabuk.” Rama mencoba membela diri.

“Tidak sengaja? Tidak sengaja kata kamu? Mudah sekali kamu menyatakan hal itu. Mama tidak mau tau, pokoknya kamu harus menikah dengan Bu Reina! Titik!” 

“Tidak perlu! Reina adalah kekasih saya. Saya dan calon istri saya saling mencintai. Saya yang akan menikahinya. Kalian hanya perlu meminta maaf serta mengakui kesalahan kepadanya, itu saja,” pungkas Niko kepada keluarga Adijaya.

Ucapan Niko membuat Bu Ningrum geleng-geleng. Mungkin karena Bu Ningrum tidak setuju dengan rencana Niko.

“Tidak, Nak! Anak saya ini harus mempertanggung jawabkan perbuatannya. Supaya dia tau bahwa apa yang dia lakukan ini salah! Biarkan dia bertanggungjawab,” ulang bu Ningrum dengan melirik ke arah Rama.

“Untuk apa lagi, sih, Mah? Mereka itu sepasang kekasih. Kita tidak boleh memisahkan mereka berdua. Sudah bekasku saja dia masih mau menerimanya. Lagi pula aku juga sudah punya kekasih 'kan, Mah!” tolak Rama. Ucapannya membuat kemarahan pak Adijaya semakin memuncak.

“Rama!” teriak pak Adijaya dan Bu Ningrum bersamaan.

BUGH!

Sebuah pukulan Niko mendarat di wajah Rama.

“Jaga mulut kamu! Kamu berpendidikan tinggi tapi mulutmu seperti sampah! Bukannya meminta maaf tapi malah memandangnya rendah. Kalau bukan karena kebaikan Reina, aku sudah menjebloskan kamu ke dalam penjara dan membiarkan kamu membusuk di sana!” kelakar Niko mulai geram.

Niko hendak memukulnya lagi, namun aku menahannya. Aku tidak bisa membiarkan pertengkaran ini terus berlanjut.

“Sudah, Kak, kita pulang. Tidak ada gunanya kita berada di sini,” ucapku sambil menarik tangan Niko meninggalkan rumah ini.

“Tunggu!” panggil Pak Adijaya, kami pun menoleh.

“Menikahlah dengan anak kami, Reina. Kalau tidak, kami akan dibayang-bayangi rasa bersalah seumur hidup kami,” pinta Pak Adijaya.

“Iya, Reina. Kami mohon?” sahut Bu Ningrum.

“Tidak perlu. Saya yang akan menikahinya. Saya sudah menerima apa pun keadaannya!” tegas Niko.

“Kami meminta maaf atas nama anak kami, kami menyesal tidak bisa mendidiknya dengan baik,” sesal Bu Ningrum, lalu Ia menangis dipelukan suaminya.

“Kalian orang tua yang sangat baik, biarkan anak kalian yang akan menanggung sendiri akibatnya.” Niko benar-benar terlihat geram dengan sikap Rama.

“Bu, Pak, kami permisi dulu. Maaf telah mengganggu dan membuat keributan di sini.” 

Langsung kutarik tangan Niko dari hadapan pak Adijaya dan Bu Ningrum untuk meninggalkan rumah megah ini. 

Setelah itu kami masuk mobil dan mobil pun melaju meninggalkan kediaman Adijaya. Kemudian kami pergi dengan suasana hati yang sangat menyesakkan dada.

Karena kenyataan tidak sesuai dengan harapan. Justru sebuah hinaan yang kami dapatkan.

***

Setelah beberapa hari mengurus ini dan itu, kini tiba saatnya hari bahagiaku dan Niko akan dilangsungkan. Hari ini adalah hari pernikahanku dengan Niko kekasihku. Seseorang yang sangat aku cintai selama ini. Niko selalu memaafkan kesalahan ku dan menerima apa pun keadaanku.

Dia sangat menyanyangiku dan memperlakukan ku dengan baik, seakan-akan kejadian kelam itu tidak pernah terjadi. Niko tetap memperlakukan ku dengan perlakuan yang sama. 

Kami telah meminta restu kepada orang tua kami masing-masing. Mungkin bisa dikatakan aku wanita paling beruntung di dunia ini. Karena memiliki seorang kekasih yang sangat mencintaiku dan aku cintai. Bahkan bisa menerima apa pun yang menjadi kekuranganku.

Pernikahan diadakan di kota kelahiran ku, kota Panca. Semua keluarga besar Niko akan hadir hari ini dan juga sahabat-sahabatku sejak jaman SMA akan turut hadir memeriahkan acara ku. Mereka sangat senang mendengar kabar pernikahanku dengan Niko.

Acara pernikahan diadakan di sebuah gedung yang tak jauh dari tempat tinggal ku. Karena tamu undangan dari keluarga Niko cukup banyak, jika acara diadakan di rumah tentu saja tidak akan muat. Karena rumahku yang terbilang sangat kecil.

Jika sesuai jadwal, pukul sepuluh pagi adalah acara akad nikahku, lalu dilanjutkan acara resepsi. Tak lama kemudian, satu persatu tamu undangan datang dan memberiku ucapan selamat.

“Reina, Sayang … akhirnya kalian menikah juga. Selamat, ya. Aku ikut bahagia dengan pernikahan kalian,” ucap Naya dan Rian memeluk serta memberi selamat kepadaku dengan senyum yang mengembang.

“Iya, Nay. Terima kasih. Kamu juga segera menyusul, dong. Tidak bosan apa statusnya pacar melulu,” jawabku menggoda mereka.

“Tau nih Rian. Beb, kapan kamu halalin aku seperti Reina dan Niko?” tanya Naya pada Rian.

“Besok pagi Baby kalau tidak kesiangan,” jawab Rian santai.

“Iihh, kamu menyebalkan!” seloroh Naya sambil mencubit pinggang Rian.

Mereka masih asyik bercanda, kemudian Daffa dan Nanda juga datang, lalu memberiku selamat. Setelah itu Keisya dan juga Arlan.

“Selamat ya, Nyonya Niko, atas pernikahan kalian. Sorry Vino tidak bisa datang, dia ada urusan mendadak katanya,” ucap Arlan pada ku.

“Iya, tidak apa-apa. Terima kasih ya. Tapi aku belum resmi menjadi nyonya Niko tau. Dia belum datang,” elak ku.

“Bentar lagi juga dia datang. Dan kalian akan resmi menjadi suami istri,” ucap Arlan tersenyum dan di iyakan oleh Keisya.

Benar saja, rombongan Niko dan keluarganya telah datang. Pihak dari keluargaku menyambut hangat kedatangan mereka. Terasa sangat menyentuh hati moment-moment seperti ini.

Tak berselang lama, penghulu pun juga datang. Kini Niko, Papa Agung (papa Niko) dan para saksi telah duduk saling berhadapan. Karena aku tidak punya wali, akhirnya aku menggunakan wali hakim. Sebelumnya aku dan Niko telah mencari keberadaan ayah namun tidak kami temukan.

Acara akad akan segera dimulai, penghulu masih membacakan data-data dan wejangan untuk rumah tangga kami nantinya. Aku menanti dengan was-was dan hati yang berdegup kencang. 

Dari kejauhan terlihat Niko dan pak penghulu telah berjabat tangan, tanda acara akad nikah akan segera berlangsung.

“Saudara Niko Mahesa Putra, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan saudari Reina Amanda binti Yusuf Maulana yang walinya telah mewakilkan kepada saya, dengan mas kawin seperangkat alat sholat, emas dua puluh gram, dan uang sebesar sepuluh juta rupiah dibayar tunai!” tutur penghulu itu dengan nyaring dan jelas sambil menghentakkan jabatan tangan agar langsung disambut oleh Niko saat itu juga. 

“Saya terima nikah dan kawinnya Reina Amanda binti Yusuf maulana dengan mas--” 

DORR! DORRR!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status