“Gimana berkas-berkas untuk persiapan meeting nanti? Sudah beres?”
Tanpa menoleh, Estelle menjawab, “Lagi aku periksa lagi.”Estelle menyelipkan helai rambutnya ke telinga kanan. Wajahnya yang dipoles make up tipis terlihat begitu lembut. Pria berjas cokelat tua yang berdiri di samping Estelle memiringkan sedikit kepalanya. Dengan tatapan lurus ke wajah Estelle, senyumnya terbit cukup lebar. Ia mengamati wajah Estelle yang begitu serius memeriksa berkas persiapan rapat. “Kenapa kamu makin manis saja, sih?” batin Lucas.Tak tahan dengan tampang Estelle yang molek dan manis, Lucas perlahan mendekatkan wajahnya ke wajah Estelle. Aroma lavender yang dipakai Estelle tercium begitu harum sehingga Lucas begitu menikmatinya sambil memejamkan mata.Setelah selesai memeriksa berkas persiapan rapat, Estelle menoleh ke samping dan berkata, “Berkasnya sudah—”Kedua bola mata Estelle sontak membulat. Bibir milik Lucas mendarat sempurna di bibir indah miliknya. Meskipun begitu tiba-tiba, Estelle bisa merasakan begitu hangat dan lembut bibir pria itu.“Lucas!” Estelle mendorong dada bidang pria yang berani menciumnya di pagi hari. Namun, wajahnya tak menampakkan ekspresi kesal. Hanya, ia merasa begitu terkejut atas perlakuan tanpa aba-aba dari Lucas.“Ma-maaf. A-aku nggak—”“It’s okay,” sahut Estelle sambil membuang muka.“Ka-kamu nggak marah padaku?” tanya Lucas terbata-bata.Estelle tak menanggapi pertanyaan Lucas. “Dia pasti marah sama aku karena aku sudah kurang ajar,” batin Lucas cemas.“Hmmm, Estelle?”“Apa?”Estelle menoleh sebentar, lalu kembali membuang muka. Ia merasa canggung atas insiden yang baru saja terjadi. Estelle memang tahu jika Lucas sudah lama menyukainya, tetapi ia tak pernah mengacuhkannya.“Apa yang harus aku lakuin?” tanya Estelle dalam hati. Estelle tak sengaja menoleh ke arah jam dinding. Ia langsung membulatkan mata saat sadar jika waktu rapat sudah dimulai.“Astaga, Lucas! Rapat!”Estelle dan Lucas berlari menuju ruang rapat. ***“Maaf, kami terlambat,” ucap Estelle.Berbeda dengan Estelle yang meminta maaf karena terlambat, Lucas justru tetap melenggang dan duduk di kursi yang disediakan untuknya. Sebagai anak direktur utama Red Group, Lucas memang dikenal sebagai seorang bertemperamen buruk dan kurang sopan. Jadi, tak meminta maaf ketika terlambat adalah hal yang wajar bagi seorang Lucas.“Apa rapatnya sudah dimulai?” tanya Lucas dengan memainkan ponselnya.“Lucas!” bentak pria beruban yang duduk di kursi tempat direktur perusahaan.Lucas tak membalas, justru tetap memainkan ponsel di depan para peserta rapat.Estelle yang duduk di samping Lucas menginjak kaki pria itu dengan kakinya yang dibalut stiletto.“Akh!”Semua pasang mata tertuju ke arah Lucas. Mereka menatap anak direktur utama Red Group nanar.“Tolong bersikap lebih sopan, Pak Lucas,” ucap Estelle.Sebenarnya, Estelle tak ingin melakukan hal itu. Untuk duduk bersebelahan dengan Lucas pun ia merasa tak nyaman sejak insiden beberapa menit yang lalu. Namun, sebagai seorang karyawan Estelle harus bersikap profesional.Seorang pria yang merupakan sekretaris pribadi Jonas—ayah Lucas—masuk ke ruangan. Pria itu terlihat membisikkan sesuatu yang membuat Jonas membalasnya dengan anggukan pelan.“E-Estelle?” panggil Lucas pelan.Estelle menoleh, tetapi dalam sekejap ia menunduk, tak kuat melihat wajah Lucas.“Ka-kamu marah sama aku?”“Tolong bersikap profesional,” sahut Estelle tanpa menoleh.Seorang pria bertubuh tegap, tinggi, dan berparas tampan masuk ke ruang rapat. Rambut legamnya disisir rapi ke belakang sehingga memperlihatkan dahi yang mulus. Peserta rapat langsung berdiri menyambut kedatangan pria tersebut kecuali Estelle dan Lucas yang masih memikirkan inisiden belasan menit lalu.Dengan senyum yang ramah, pria itu meminta maaf atas keterlambatannya. “Maaf atas keterlambatan saya.”Seketika lamunan Estelle buyar. Suara baritone yang baru didengarnya terasa begitu familiar. Lantas, gadis dengan rambut tergerai itu menoleh ke sumber suara. Matanya fokus menatap pria tersebut.“Silakan duduk di sini, Pak Eric,” ucap Jonas.“Terima kasih,” balas Eric sambil mendaratkan pantatnya di kursi. “Eric?” ucap Estelle dalam hati. “Kenapa dia ada di sini?”Estelle menatap nanar ke arah pria yang baru datang menghadiri rapat. Gadis itu memang melihat nama Eric di berkas penandatanganan, tetapi ia pikir pemimpin perusahaan Morning Company bukanlah sosok Eric yang dikenalnya.Mata pria yang baru masuk itu tak sengaja menangkap sosok Estelle. Ia mematung dengan tatapan lurus ke arah gadis yang juga sedang menatapnya nanar.Menyadari Eric menatapnya, Estelle segera membuang muka.“Sialan,” batin Estelle.Rapat yang dilakukan untuk persiapan kerjasama bilateral digelar dengan lancar. Estelle berhasil mengikuti rapat dengan baik, sedangkan Lucas tak acuh dengan kegiatan rapat. Setelah lebih dari satu jam rapat dilaksanakan, akhirnya selesai juga. Para peserta rapat keluar ruangan satu per satu. Namun, Estelle justru menyibukan diri untuk mengetik di ruang rapat, berharap Lucas dan Eric pergi meninggalkannya sendirian.“Estelle?” Dua pria memanggil nama Estelle kompak.Lucas menatap tajam ke arah Eric. Lantas, ia kembali menatap Estelle dalam. “Apa yang lagi kamu kerjain, Estelle? Ayo, balik!”“Kamu duluan saja.”“Estelle?” Eric memanggil Estelle pelan, membuat gadis itu menoleh dengan diselimuti rasa canggung.“Ada yang bisa saya bantu, Pak Eric?” tanya Estelle.“Saya ingin bicara empat mata denganmu. Pak Lucas, bisa Anda keluar sebentar?” tanya Eric pelan.“Maaf, ini adalah kantor ayah saya yang sebentar lagi dipindahtangankan ke saya. Jadi, Anda tidak ada hak untuk memerintah saya keluar,” sahut Lucas sambil menyeringai.“Tapi, saya ingin berbicara dengan pacar saya,” sahut Eric.“Pacar?” tanya Lucas terkejut.Estelle dan Lucas menoleh ke arah Eric secara bersamaan.“Estelle, kita bisa bicara sebentar, kan?”Jantung Estelle sontak berdetak tak normal. Namun, ia berusaha bersikap tenang agar kegugupannya tak tampak. “Bisa,” balasnya singkat.Lucas yang tak ingin Estelle berbicara empat mata dengan Eric sontak menarik tubuh gadis itu sampai berdiri. Lantas, ia menarik tangannya sehingga Estelle harus melangkah.“Lucas? Apa yang mau ka—”Lucas mendorong pelan tubuh Estelle ke tembok. Kedua tangan digunakannya untuk menyangga tembok agar Estelle tak bisa kabur.Eric langsung beranjak dari duduknya. “Estelle, kamu bukan pacar pria itu, kan?” tanya Lucas.Eric yang hendak mendekat ke arah Estelle langsung menghentikan langkah ketika gadis itu menggeleng.“Kalau begitu, ayo kita kencan!” ajak Lucas sambil tersenyum lebar.Tampak indah sebuah gelang manik buatan tangan. Perpaduan warna pastel yang indah membuat gelang tersebut cukup unik. Ditambah ada inisial huruf E di gelang itu. Sepertinya, si pembuat memang secara sengaja membuat gelang yang hanya ada satu untuk perempuan berinisial E itu. Estelle terkejut. Di dalam batinnya bertanya-tanya, siapa si pengirim gelang itu. Gelang sederhana, tetapi begitu indah. Warnanya ia suka, bentuk payung yang bersanding dengan inisial huruf E pun disukainya. "Wah, gelangnya lucu. Sepertinya orangnya sengaja bikin just for you deh, Es," celetuk salah satu rekan kerja Estelle. "Dari siapa tuh? Sepertinya bukan dari Lucas.""Entahlah," balas perempuan berambut gelung yang menerima paket gelang unik itu.Gelang unik dimasukkan kembali ke wadahnya. Tidak ingin ambil pusing, Estelle hanya meletakkan kotak berisi gelang itu di meja dan ia pun mulai kembali melakukan pekerjaannya. Namun, kehadiran gelang itu cukup mengganggu. Estelle penasaran dengan pengirim hadiah it
Tok-tok-tok!"Masuk!"Suara khas high heels terdengar dengan langkah yang anggun. Perempuan yang rambutnya digelung rapi mulai mendekat ke arah meja milik pria berjas warna navy. Terlihat pria itu sedang memainkan bolpoin di tangan dengan tatapan yang tak fokus."Anak perusahaan Red Group sedang mengelola hotel. Dan, ini proposal pembangunan hotel. Silakan dipelajari dulu isi proposalnya," ucap perempuan molek itu sambil meletakkan proposal ke meja.Perempuan dengan rambut digelung itu mengerutkan dahi karena si pria tak meresponsnya. Lantas, ia pun memanggil nama pria itu sampai tiga kali. Akhirnya, di kali ketiga ia memanggil, pria bernama Lucas itu pun menoleh. "Eh, iya, gimana?"Perempuan itu mengulang kembali kalimat yang disampaikannya baru saja. "Oke. Aku akan coba mempelajarinya," balas Lucas pelan. "Kalau begitu, permisi."Perempuan yang memakai rok span selutut itu mulai berbalik, hendak meninggalkan kantor anak direktur perusahaan Red Group. Baru beberapa langkah, namany
Sinar mentari tampak cukup terik hari ini. Setelah selesai bekerja di sebuah kafe, Eric pergi ke toko bunga. Dulu, sewaktu belum memutuskan hal bodoh pergi dari rumah, Eric bisa membeli buket bunga mawar merah yang besar. Namun, sekarang ia harus berhemat. Jadi, ia hanya bisa membeli buket kecil.Hidup mandiri tanpa fasilitas apa pun dari orang tua rupanya melelahkan. Perbedaannya begitu kentara. Eric merasakannya. Ia cukup menderita. Akan tetapi, ia harus bertahan demi memperjuangkan sebuah hal yang konyol. Ya, memperjuangkan cintanya yang pernah sirna.Kedua ujung bibir pria berkemeja kotak-kotak itu tertarik. Ia mencium mawar merah yang sudah ada di genggaman. Aroma bunga tersebut begitu menenangkan jiwa. Setelah melakukan transaksi pembayaran, ia pun pergi meninggalkan toko bunga tersebut.“Dia pasti suka.”Dengan kaki jenjangnya, Eric mulai melangkah. Dulu, ia bisa mudah bepergian dengan mobil mewah warna silver miliknya. Namun, sekarang ia hanya bisa mengandalkan kakinya. Sebuah
Lampu kamar masih menyala terang. Seorang pria sedang menatap layar laptop dengan tatapan kosong. Di layar tersebut, tampak judul laporan hasil penjualan bulan ini. Ia perlu mengeceknya kembali. Namun, sepertinya pikiran pria itu sedang cukup kacau. Sudah lebih dari lima menit ia hanya menatap layar tanpa menggeser kursor ke bawah untuk melihat isi laporan dengan rinci.Ucapan seorang mahasiswa di rumah sakit membuat pria itu teringat akan masa lalunya. Masa lalu berupa kesalahpahaman yang berujung membuat retak hubungan. Mengingat masa itu, rasanya cukup kekanakan. Namun, ia sendiri juga masih belum mendapatkan cara untuk mengembalikan hubungan baik yang sudah retak ini.“Hhh ...” Ia mengembuskan napas berat.***Sembilan Tahun yang LaluDua lelaki tampan dan satu perempuan cantik sedang menikmati es krim bersama. Senyum mereka tampak begitu cerah, secerah mentari siang ini. Dilihat dari kejauhan pun, hubungan mereka tampak begitu dekat. Sepertinya, mereka sudah menjalin hubungan pe
Di bawah langit senja yang begitu menawan, kedua sejoli yang terikat hubungan palsu itu masih mempertahankan posisi. Ya, wajah mereka masih saling bertatapan. Akan tetapi, mereka tidak langsung memuaskan nafsu yang sedang bergejolak di dalam hati.Bohong jika gadis yang mengenakan gaun motif bunga itu ingin menolak. Jauh di dalam lubuk hatinya, ia sangat menginginkan kejadian itu akan terjadi. Ini adalah kali pertama untuknya benar-benar menginginkan bibir Lucas mendarat lembut membasahi bibirnya.Secara pelan, kedua kelopak mata Estelle tertutup. Melihat hal itu, tentu Lucas yang sudah tidak kuat untuk segera memuaskan nafsunya langsung tersenyum. Dengan pelan, wajahnya makin didekatkannya menuju wajah Estelle. Ia akan melakukan hal yang romantis kali ini.Akhirnya aku bisa dapetin kamu, batin Lucas.Tring! Tring! Tring!Sial! Suara nada dering di ponsel Estelle langsung membuat gadis itu membuka mata. Ia juga langsung melepaskan tubuhnya dari tubuh Lucas. “Aku angkat telepon dulu,”
Embusan angin di sore hari begitu lembut. Dengan pelan, angin berembus menyapu helai rambut Estelle yang berkilau. Sayang sekali, di tempat yang seindah ini digunakan gadis itu untuk melamun.Bakso iga yang melimpah ruang di mangkuk dengan kuah hangat, kini telah mendingin. Bukan, bukan karena si pembeli telah menyantapnya. Namun, justru semangkuk bakso iga yang menggiurkan itu hanya ditatap dengan sendok yang berputar tak jelas. Melihat Estelle terus melamun, Lucas merasa bersalah. Gadis yang dicintainya itu ternyata benar-benar bersedih atas kejadian tadi. Sudah jelas jika Estelle masih menyimpan nama lelaki sialan itu di hatinya, pikir Lucas.Estelle terperanjat ketika ada tangan yang hangat menggenggam tangannya. Lamunannya pun seketika buyar. Kini, kedua manik indah itu menatap manis Lucas dengan penuh tanda tanya.“Estelle ...,” panggil Lucas lembut.“Hm?” balas Estelle singkat.“Berapa peluangku buat gantiin lelaki sialan itu di hatimu?”Mendengar pertanyaan itu, Estelle refle
Tubuh Eric membatu ketika kedua bola matanya menangkap sepasang raga yang pergi dari hadapannya. Rasa sesak begitu membuatnya sulit bernapas. Sungguh, ia begitu menyesali masa lalu yang telah menghancurkan kepercayaan Estelle padanya.Estelle memang bukanlah cinta pertama Eric. Namun, rasa cinta Eric kepada Estelle tidak pernah berubah sejak mereka mengenal, berpisah, dan bertemu kembali seperti sekarang. Hanya nama Estelle yang terukir di dalam hati Eric.Eric pikir, banyaknya waktu yang ia habiskan bersama Estelle di masa lalu akan menjadi pondasi hubungan mereka di masa selanjutnya. Namun, tak disangka jika Estelle sering memendam kesedihannya di masa lalu. Dan, itu membuat Eric merasa begitu menyesal—ingin memutar waktu dan mengubahnya.“Estelle, aku benar-benar menyesal,” lirih Eric setelah bayangan raga Estelle dan Lucas telah lenyap dari pandangan.Di sisi lain, Estelle dan Lucas sudah berada di dalam mobil. “Kita mau pergi kencan ke mana?” tanya Lucas cengingisan, seperti bia
“Aku mau ambil kue di sana, ya,” ucap Estelle.Angela mengangguk. “Tolong ambilkan aku satu potong brownies, ya.”“Aku juga,” sahut teman Estelle yang lain.Estelle mengangguk. Lantas, kaki yang beralaskan sepatu hak tinggi itu mulai melangkah. Sesekali mata Estelle menangkap pasangan yang sedang bermesraan, saling menyuapi.“Sungguh manis,” lirih Estelle.Kue brownies merupakan salah satu kue kesukaan Estelle. Maka dari itu, setiap mengikuti acara, jika ada kue brownies Estelle pasti akan mencicipinya. Sekarang, kue itu sudah diletakannya di piring dan siap untuk disantap bersama teman-teman.Ketika Estelle berbalik badan, ia begitu terkejut. Bola mata membulat seketika dan napasnya menjadi pendek. Kenapa ada orang itu? batin Estelle.Seorang pria berkemeja kotak-kotak berdiri tepat di hadapan Estelle. Berbeda dari yang lain, jadi pria itu begitu menonjol karena sama sekali tidak mengenakan jas. Pria itu berpakaian begitu santai layaknya sedang berada di taman bermain.“Akhirnya aku
Gaun selutut tanpa lengan melekat indah di tubuh Estelle. Corak bunga berwarna pastel menambah kesan manis gadis itu. Ditambah dengan rambut tergerai yang dipasang jepit rambut berwarna perak, Estelle makin tampak memesona.Setelah melihat keelokan diri dari pantulan cermin, kini Estelle siap untuk pergi menghadiri acara reuni SMA. Karena acara reuni ini dikhususkan hanya untuk alumni jurusan IPA, Estelle pun mengikutinya. Ia yakin tidak akan bertemu dengan Eric karena Eric dulu mengambil jurusan IPS.“Kak Estelle mau reunian apa mau kencan, sih?” tanya Isac yang menyusun makalah di ruang tamu. “Tumben, kelihatan cantik banget.”Estelle hanya menoleh sesaat ke arah sang adik. Lantas, ia memakai high heels yang berada di rak sepatu. Setelah sepatu berhak tinggi itu sudah terpasang indah di kakinya, ia pun melangkah keluar rumah.“Jangan lupa belikan aku bakso iga sapi sesuai perjanjian kemarin!” teriak Isac. “Iya,” balas Estelle sambil menutup pintu apartemen.Tepat waktu. Taksi onlin