Share

Bab 3

Author: Ondrea
Aku duduk di kursi panjang gereja yang dingin semalaman. Saat pagi, aku baru pulang ke rumah dengan linglung. Begitu masuk ke rumah, aku melihat mata Aditya yang memerah.

Melihat gaun pengantinku yang dinodai darah, Aditya menghampiriku dengan ekspresi cemas dan memelukku. Dia berkata, "Maaf, sebenarnya semalam aku berniat kembali untuk mencarimu. Tapi, Yasmin langsung menangis histeris begitu aku pergi. Jadi, aku benar-benar nggak bisa pergi."

Aditya melanjutkan, "Willa, percaya padaku .... Tadi kondisi Yasmin baru tenang. Aku baru berencana keluar untuk mencarimu, tapi kamu sudah pulang. Kamu baik-baik saja, 'kan?"

Aku menanggapi ucapan Aditya dengan tenang, "Aku baik-baik saja. Nggak masalah, Aditya. Aku memahamimu. Resepsi pernikahan masih bisa diadakan lagi, kesehatan Yasmin lebih penting."

Aditya terkejut melihat sikapku. Dia bertanya, "Kamu benar-benar berpikiran begitu?"

"Tentu saja," sahutku.

Wajar saja jika Aditya terkejut dan memastikannya lagi. Alasannya karena aku sudah terlalu sering bertengkar dengannya.

Aditya dan orang tuaku pernah memintaku untuk tidak merayakan resepsi pernikahan demi mencegah Yasmin mengalami syok. Namun, apa pun yang mereka katakan, aku tetap tidak goyah dan bersikeras mengadakan resepsi pernikahan.

Hanya saja, sekarang semua itu tidak ada artinya lagi. Aku sudah mau pergi. Resepsi pernikahan tidak penting lagi.

Aku tersenyum, lalu mengambil bahan-bahan untuk membuat sup dari tangan Aditya dan berjalan ke dapur. Aku berujar, "Yasmin mau minum sup ya? Biar aku yang masak saja. Dia paling suka minum sup tomat buatanku."

Melihat aku menyalakan kompor dengan cekatan dan tidak terlihat marah, Aditya tersenyum puas. Dia maju dan memelukku dengan lembut sambil berucap, "Willa, akhirnya kamu bisa berpikir jernih. Yasmin sakit, tentu saja kita harus menghiburnya biar dia senang. Dengan begitu, resepsi pernikahan kita nanti baru bisa diadakan dengan lancar."

Aditya menambahkan, "Nggak penting resepsi pernikahan kita diadakan atau nggak. Pokoknya aku akan mencintaimu selamanya."

Mendengar perkataan Aditya, aku merasa ironis. Benar-benar konyol. Ini pernikahan kami berdua, kenapa harus mementingkan perasaan Yasmin?

Kalau dulu, mungkin aku sudah berteriak histeris untuk meminta penjelasan Aditya. Sekarang aku hanya mematikan kompor dengan tenang, lalu memasukkan sup yang kumasak ke dalam termos makanan.

Aku berkata, "Supnya sudah siap. Cepat antarkan untuk Yasmin."

Aditya melihat aku, lalu menghela napas dan menimpali, "Willa, sekarang kamu sudah jadi pengertian. Kamu tenang saja. Setelah penyakit Yasmin sembuh, aku pasti adakan resepsi pernikahan yang mewah untukmu."

Hatiku tetap tenang mendengar janji yang mengharukan itu. Harapan terakhirku pada Aditya sudah menghilang dalam kegelapan seiring dengan bunyi lonceng pada pukul 12 tengah malam.

Aku berjalan melewati Aditya. Aku berniat naik ke lantai atas untuk mengganti baju dan membereskan koper. Siapa sangka, aku bertemu orang tuaku di tangga. Mereka membawa tas kosmetik dan gaun Yasmin.

Ibuku mendesakku, "Kenapa kamu nggak masak sup untuk Yasmin? Untuk apa kamu naik ke lantai atas? Yasmin masih dirawat di rumah sakit. Masa kamu biarkan dia kelaparan?"

Ayahku menegur sambil memelototiku, "Kalau bukan karena adikmu menyelamatkanmu dalam kasus penculikan itu, kamu pasti sudah mati. Sekarang Yasmin cuma ingin minum sup buatanmu, tapi kamu nggak mau memasaknya. Kenapa kami punya putri yang nggak tahu berterima kasih sepertimu?"

Lagi-lagi aku mendengar perkataan yang sama. Sebenarnya waktu aku dibawa pulang dari panti asuhan, orang tuaku masih sangat menyayangiku. Mereka mendekorasi kamarku, membawaku ke taman bermain, serta membelikanku gaun yang indah dan kue yang enak.

Kasih sayang yang mereka berikan padaku dan Yasmin sama. Hubunganku dan Yasmin juga sangat dekat seperti saudara kandung.

Kemudian, entah apa yang dilakukan Yasmin. Orang tuaku makin kecewa padaku dan akhirnya mereka tidak ingin memedulikanku lagi.

Setelah "kasus penculikan" yang direncanakan Yasmin terjadi, keluargaku makin menganggapku egois. Yasmin menyuruh orang menculikku, lalu dia menyelamatkanku. Yasmin berpura-pura terluka parah demi menyelamatkanku. Emosinya juga tidak stabil.

Awalnya aku merasa bersalah dan berterima kasih kepada Yasmin yang menyelamatkanku. Aku selalu mengalah kepada Yasmin dan memberikan semua yang diinginkannya. Biarpun depresinya kambuh dan dia memarahiku karena emosinya tidak stabil, aku juga tidak marah. Sebaliknya, aku malah menghiburnya.

Namun, suatu kali orang tuaku tidak berada di rumah. Sewaktu aku memasak untuk Yasmin, tiba-tiba Yasmin memberitahuku seraya tertawa bahwa dia sengaja merencanakan kasus penculikan itu. Yasmin ingin membuat semua anggota keluarga merasa aku berutang budi padanya. Dia juga ingin merebut kasih sayang mereka dariku.

Sejak saat itu, aku sangat membenci Yasmin. Setiap bertengkar, aku mencoba memberi tahu orang tuaku sifat asli Yasmin. Akan tetapi, mereka tidak memercayaiku.

Melihat hubunganku dengan orang tuaku makin jauh, Yasmin berkata padaku dengan ekspresi bangga, "Willa, mulai hari ini kamu sudah kehilangan orang tuamu."

Rencana Yasmin berhasil. Aku kehilangan orang tuaku lagi.

Suara Aditya menghentikan teguran orang tuaku dan juga membuyarkan lamunanku. "Paman, Bibi, Willa sudah memasak supnya."

Ayahku yang merespons terlebih dahulu. Sebelumnya dia marah, sekarang dia merasa senang. Ayahku berkomentar, "Willa, akhirnya kamu sudah jadi pengertian. Kakak beradik memang harus saling menyayangi, jadi keluarga kita baru bisa makin bahagia."

"Iya, aku nggak akan rebutan dengan Yasmin lagi," timpalku. Kemudian, aku tersenyum dan meneruskan, "Oh iya. Ayah, bukannya Yasmin belum selesaikan desain untuk kelulusan karena masalah kesehatannya? Suruh dia pakai desainku saja, aku nggak keberatan."

Ayahku tertawa senang dan membalas, "Bagus! Begini baru kakak yang baik!"

Ibuku juga mengangguk sembari berujar dengan ekspresi senang, "Kalau begitu, kamu ikut kami ke rumah sakit saja. Yasmin pasti sangat senang melihatmu."

Aku tersenyum tipis, lalu menyahut, "Oke. Kalian pergi ke rumah sakit dulu. Aku baru menyusul setelah ganti baju dan beli kue."

Aku memandangi sosok mereka yang menjauh sebelum naik ke lantai atas. Lima menit kemudian, aku meninggalkan "rumah" yang kutinggali selama 10 tahun selamanya.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Putri Kandung yang Diperlakukan Asing   Bab 8

    "Kalian benar-benar polos!" ujar Yasmin sambil memegang wajahnya yang bengkak dan perih. Dia perlahan bangkit dari lantai dan tersenyum bengis.Yasmin melanjutkan, "Kalian mau cari Willa? Mau cari di mana? Willa sudah pergi ke luar negeri. Waktu meneleponnya terakhir kali, apa kalian nggak melihat latar belakangnya itu ruang tunggu penerbangan internasional?"Yasmin memandang ketiga orang di depannya yang tenggelam dalam penyesalan dan ilusi mereka. Dia tertawa terbahak-bahak dan meneruskan, "Memangnya kenapa kalau Willa itu putri kandung kalian? Dia tetap diusir olehku seperti anjing telantar yang nggak punya pemilik. Hahaha .... Oh, salah."Yasmin menunjuk Andrew, Monika, dan Aditya sambil menambahkan, "Semua ini perbuatan kita. Willa diusir oleh kita berempat. Ayah, Ibu, dan Kak Aditya kesayanganku, apa kalian senang?""Diam kamu! Dasar wanita gila!" bentak Aditya. Harapan terakhirnya pupus. Matanya memerah dan urat dahinya menonjol.Aditya bagaikan binatang buas yang kehilangan ken

  • Putri Kandung yang Diperlakukan Asing   Bab 7

    Yasmin yang tidak bisa menutupi kepanikannya berbicara dengan suara melengking, "Kasus penculikan apanya? Jangan bicara sembarangan!"Yasmin segera membuka aplikasi pembayaran di ponselnya, lalu mentransfer 40 juta kepada pria itu dengan ekspresi geram. Dia juga mengirim pesan.[ Kalau kamu ganggu aku lagi, ke depannya kamu nggak bisa dapatkan uang dariku! ]Pria itu merasa tidak puas melihat sisa saldo di rekeningnya. Namun, dia tetap berdiri terhuyung-huyung dan memberikan ciuman jauh kepada Yasmin dengan mesra.Pria itu berucap, "Ya sudah. Hari ini Ayah pergi dulu. Putriku sayang, kamu harus ingat Ayah ya."Awalnya Yasmin sangat tegang. Setelah melihat ayahnya berjalan ke luar, dia baru mengembuskan napas lega. Saat hendak mencari alasan untuk membohongi Andrew dan Monika, Yasmin mendongak dan melihat Andrew mengadang pria itu.Andrew bertanya dengan suara serak, "Tadi kamu mengungkit tentang kasus penculikan 5 tahun yang lalu. Apa yang kamu ketahui tentang kasus itu?"Kala ini, mom

  • Putri Kandung yang Diperlakukan Asing   Bab 6

    Andrew, Monika, Aditya, termasuk Yasmin tidak menyangka Willa akan memberontak. Willa sengaja menjebak Yasmin hingga didepak dari kampus.Mendengar suara barang-barang yang dibanting Yasmin dan teriakannya yang histeris di dalam kamar, Monika sangat lelah. Dia memijat pelipisnya yang berdenyut.Monika mendesah, lalu mengomel, "Kenapa Willa begitu egois? Bukannya kita cuma meminjam desainnya? Bisa-bisanya dia merajuk seperti ini sampai-sampai membuat Yasmin mengamuk!"Andrew mendengus dan menimpali dengan ekspresi muram, "Aku rasa sekarang dia sok hebat! Bahkan dia nggak menjawab panggilan teleponku! Kalau merasa hebat, dia nggak usah pulang dan hubungi kita lagi selamanya!"Aditya yang berada di samping memegang ponselnya sambil terdiam dan menunduk. Sejak Willa mengakhiri panggilan telepon, Aditya merasa panik. Dia terus mengirim pesan kepada Willa melalui berbagai aplikasi media sosial. Namun, Willa sama sekali tidak membalas Aditya.Aditya melihat riwayat obrolan mereka seraya menge

  • Putri Kandung yang Diperlakukan Asing   Bab 5

    Aku duduk di ruang tunggu bandara sambil memegang cangkir kopi. Aku melihat berita tentang karya yang memenangkan perlombaan desainer muda terus disiarkan di televisi.Di tengah sorotan cahaya lampu yang terang, tampak karya yang "kuberikan" kepada Yasmin. Berbagai media menyebutnya sebagai karya yang spektakuler dan inspiratif.Pada saat yang sama, ponselku terus berdering. Kala ini, Yasmin tidak tersenyum bangga lagi.Yasmin yang tampak tidak percaya dan panik marah-marah, "Willa, kamu memang wanita jalang! Beraninya kamu mencelakaiku dengan karya yang memenangkan penghargaan! Lihat saja nanti, aku nggak akan lepaskan kamu!"Suara melengking Yasmin pecah. Dia menunjukkan kebencian yang mendalam setiap melontarkan kata-kata itu. Konyol sekali, bisa-bisanya orang yang melakukan plagiat begitu arogan!Aku mengangkat alis dan membalas seraya tersenyum dingin, "Kamu nggak akan melepaskanku? Memangnya kamu mampu?"Jariku mengetuk cangkir kopi dengan pelan sehingga menimbulkan suara berdent

  • Putri Kandung yang Diperlakukan Asing   Bab 4

    Rasanya benar-benar melegakan setelah melepaskan beban di hatiku. Aku yang tidak tidur semalaman sama sekali tidak lelah. Aku hanya merasa sangat antusias menyambut hidup baru.Pengalaman masa lalu yang tidak adil itu seakan-akan hancur bercampur dengan debu setelah digilas roda kereta.Ketika baru sampai di terminal bandar udara sambil membawa koperku, ibuku melakukan panggilan video denganku. Gambaran video sedikit berguncang, yang pertama kali terlihat adalah ekspresi Aditya yang lembut.Aditya sedang menyendok sup dengan hati-hati, lalu meniupnya dan menyuapkannya kepada Yasmin dengan luwes. Orang tuaku duduk di kedua sisi Yasmin. Mereka mengingatkan Yasmin untuk minum sup panas itu pelan-pelan dengan ekspresi lembut.Ibuku melihatku terlebih dahulu. Dia masih tersenyum saat berkata, "Willa, kamu sudah sampai di mana? Adikmu memuji supmu enak. Lihat, dia makan dengan lahap."Dari gambaran video, aku melihat wajah Yasmin yang merona. Senyumnya juga sangat manis. Dia sama sekali tida

  • Putri Kandung yang Diperlakukan Asing   Bab 3

    Aku duduk di kursi panjang gereja yang dingin semalaman. Saat pagi, aku baru pulang ke rumah dengan linglung. Begitu masuk ke rumah, aku melihat mata Aditya yang memerah.Melihat gaun pengantinku yang dinodai darah, Aditya menghampiriku dengan ekspresi cemas dan memelukku. Dia berkata, "Maaf, sebenarnya semalam aku berniat kembali untuk mencarimu. Tapi, Yasmin langsung menangis histeris begitu aku pergi. Jadi, aku benar-benar nggak bisa pergi."Aditya melanjutkan, "Willa, percaya padaku .... Tadi kondisi Yasmin baru tenang. Aku baru berencana keluar untuk mencarimu, tapi kamu sudah pulang. Kamu baik-baik saja, 'kan?"Aku menanggapi ucapan Aditya dengan tenang, "Aku baik-baik saja. Nggak masalah, Aditya. Aku memahamimu. Resepsi pernikahan masih bisa diadakan lagi, kesehatan Yasmin lebih penting."Aditya terkejut melihat sikapku. Dia bertanya, "Kamu benar-benar berpikiran begitu?""Tentu saja," sahutku.Wajar saja jika Aditya terkejut dan memastikannya lagi. Alasannya karena aku sudah te

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status