Home / Fantasi / Satu Malam dengan Raja Naga / Bab 103: Bayangan yang Tak Terdaftar

Share

Bab 103: Bayangan yang Tak Terdaftar

Author: Ragil Avelin
last update Last Updated: 2025-07-28 20:05:34

Retakan langit perlahan menutup,

bukan karena dunia menerima hasil,

tapi karena dunia menahan napasnya—

seperti menunggu akhir dari kalimat yang belum selesai ditulis.

Di bawahnya, Arven masih berdiri.

Tubuhnya goyah,

mata kosong,

tapi langkahnya nyata.

Tanpa ingatan, tanpa sihir,

ia berjalan.

Satu langkah lagi.

Dan lagi.

Saira meneteskan air mata.

Itu bukan air mata takut.

Bukan pula sedih.

Itu adalah air mata kagum.

Karena lelaki yang pernah menyulut petir dengan satu gerakan tangan,

kini mengguncang dunia hanya dengan cara…

tidak jatuh.

Elma membisik,

“Dia sedang bicara dengan dunia melalui pilihan kecilnya.

Dan dunia sedang mendengarkan.”

Namun di antara percikan cahaya yang masih menyisakan pantulan kehendak,

terdapat satu bayangan

yang tidak muncul dari langit,

tidak pula dari tanah.

Ia muncul… dari sisi yang bahkan dunia tak beri nama.

Rena
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Satu Malam dengan Raja Naga   Bab 109: Gerbang yang Tak Pernah Ditutup

    Langit utara tampak seperti kanvas kelabu yang dicoret-coret sembarangan. Angin menggigit, membawa serta serpihan es yang menusuk kulit. Di balik pegunungan terjal, tersembunyi sebuah lembah yang tak tercatat dalam peta mana pun. Di sanalah mereka mendarat—Liora, Raja Naga, Sereth, dan Drakhan.Tanah di sekitar mereka terasa mati, sunyi yang tak alami. Pepohonan kaku, dan tidak ada suara burung atau binatang. Yang terdengar hanya deru napas mereka dan gemuruh lembut sihir kuno yang berdenyut pelan di tanah.“Ini tempatnya,” kata Raja Naga sambil memandangi batu besar berbentuk spiral yang berdiri di tengah lembah.Liora melangkah mendekat. Batu itu dipenuhi ukiran kuno—bahasa yang bahkan tidak dia kenali. Tapi begitu tangannya menyentuh permukaan dinginnya, aliran sihir merambat ke dalam dirinya, seolah menyapa darah yang telah lama tertidur.“Ini bukan batu biasa,” gumam Liora.“Ini adalah Penjaga Gerbang Eltherion,” jawab Raja Naga. “Sa

  • Satu Malam dengan Raja Naga   Bab 108: Dua Bayangan di Langit

    Ledakan hitam tadi bukan sekadar kilatan sihir, tapi lubang di antara dunia. Begitu cahaya itu menghilang, langit di atas mereka berubah. Bintang-bintang padam. Awan menggulung seperti ombak yang sedang marah. Dan di tengah langit itu, dua naga hitam tiruan mengepakkan sayap—masing-masing selebar lapangan dan dipenuhi aura kematian.Liora tersungkur, tapi tubuhnya cepat pulih. Ia menggertakkan gigi, menahan rasa panas yang menjalar di lengan kirinya. Simbol naga yang menyala di kulitnya tampak membara, seolah memperingatkan bahwa kekuatan yang ia bangkitkan belum cukup untuk melawan makhluk sebesar itu.Di sampingnya, Raja Naga meludah ke tanah, darah hitam mengalir dari sudut bibirnya. “Kau baik-baik saja?”“Belum mati,” jawab Liora sambil berdiri lagi. “Tapi sepertinya mereka pengen aku mati sekarang.”Di atas mereka, dua naga bayangan meraung. Getarannya mengguncang tanah. Debu dan batu beterbangan ke segala arah. Sereth dan Drakhan memutar di

  • Satu Malam dengan Raja Naga   Bab 107: Tanah di Bawah Api

    Perjalanan menuju selatan dimulai saat matahari belum benar-benar naik. Langit terlihat seperti arang yang dilumuri abu—tidak gelap, tapi juga tidak memberi harapan. Liora menaiki naga penjaga yang disiapkan khusus untuknya, seekor betina bersisik keemasan dengan nama "Sereth". Meski belum sepenuhnya terbiasa, kini tubuhnya mulai menyatu lebih baik dengan gerakan sang naga. Seperti sepasang entitas yang perlahan belajar berdansa.Di belakangnya, Raja Naga menaiki Drakhan, naga hitam legam bermata biru. Tidak ada pelindung, tidak ada pasukan. Hanya mereka berdua. Sebuah pilihan yang mengejutkan, tapi juga penuh makna. Perjalanan ini bukan ekspedisi militer. Ini perjalanan darah.“Mereka akan mengawasi langit utara sementara kita pergi,” ujar Raja Naga saat terbang sejajar dengan Liora. Suaranya terdengar jelas meski angin mengamuk di sekeliling mereka.Liora mengangguk. “Dan kau yakin tempat itu… masih bisa ditemukan?”“Tanah di Bawah Api tidak per

  • Satu Malam dengan Raja Naga   Bab 106: Kabut dari Utara

    Kabut turun lebih tebal dari biasanya pagi itu. Langit tak memperlihatkan matahari sedikit pun, seolah semesta ikut menyembunyikan niat buruk yang datang dari arah utara. Para penjaga naga berjaga di sepanjang menara istana, mata mereka tajam menatap cakrawala yang perlahan berubah menjadi abu-abu pekat.Di ruang pelatihan bawah tanah, Liora berdiri diam, tubuhnya diselimuti keringat dan bekas luka ringan. Sejak fajar, Raja Naga tak memberinya jeda istirahat. Latihan demi latihan terus dilalui, sebagian terasa seperti penyiksaan, sebagian lagi seperti perjalanan ke dalam dirinya sendiri.“Lawanmu hari ini bukan aku,” ujar Raja Naga sambil melemparkan gulungan kayu ke tengah lingkaran pelatihan.Gulungan itu terbuka dan membentuk proyeksi ilusi: sosok bayangan besar dengan sayap sobek dan mata merah darah. Bentuknya menyerupai naga, tapi lebih menyeramkan, lebih bengkok. Makhluk itu bukan naga biasa. Energinya... rusak.“Ini adalah salah satu ‘peng

  • Satu Malam dengan Raja Naga   Bab 105: Kelahiran Dua Bayangan

    Langkah kaki Raja Naga terasa berat saat ia meninggalkan tanah suci bersama Liora. Udara di sekitar mereka masih menyisakan getaran dari ritual sebelumnya, seperti debu sihir yang belum benar-benar mengendap. Liora berjalan di sampingnya, tubuhnya tampak lelah, tapi matanya menyala—bukan karena cahaya, tapi karena sesuatu yang baru terbangun di dalam dirinya.Di balik langit malam yang muram, kabut mulai turun perlahan. Awan-awan hitam menggumpal di atas bukit-bukit batu. Sesekali terdengar suara samar, seperti bisikan angin yang membawa kabar buruk. Raungan panjang yang mereka dengar sebelumnya tak lagi terdengar, tapi keheningan yang datang setelahnya justru lebih mengancam.“Kita harus kembali ke istana,” kata Raja Naga akhirnya. “Tempat ini tak lagi aman.”Liora hanya mengangguk. Ia ingin bertanya banyak hal, tapi pikirannya belum sepenuhnya bisa merangkai logika. Ia baru saja melewati sesuatu yang melampaui nalar manusia—melihat masa lalu, mewarisi ke

  • Satu Malam dengan Raja Naga   Bab 104: Cahaya dari Darah Lama

    Suasana di aula utama istana Naga terasa jauh lebih mencekam dibanding biasanya. Obor yang menempel di dinding menyala redup, seperti merunduk dalam bayang-bayang ketegangan yang menggantung. Di tengah ruangan, meja batu besar menjadi tempat berkumpulnya para tetua naga, duduk dalam lingkaran dengan sorot mata tajam dan curiga.Liora berdiri di tengah, sendirian. Keringat dingin menetes di pelipisnya, namun dagunya terangkat tegak. Ia tahu dirinya bukan siapa-siapa di tempat ini. Seorang manusia. Seorang penyusup di dunia naga. Tapi untuk pertama kalinya, dia tidak peduli. Dia punya alasan untuk berdiri di sini, dan itu cukup.Salah satu tetua naga bersuara, suaranya parau dan menggema. “Apa kau benar-benar yakin dengan keputusanmu, manusia?”“Aku yakin,” jawab Liora, tanpa ragu. “Aku tidak datang ke sini hanya untuk diselamatkan. Aku ingin menjadi bagian dari perjuangan ini.”Sebagian tetua bersungut-sungut, yang lain menyeringai sinis. “Kau tida

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status