Suami pengganti

Suami pengganti

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-09-04
Oleh:  AkaraLangitBiruOn going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
13Bab
138Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Kehidupan Rafi yang tenang berubah drastis saat adiknya, Arsen, yang ternyata sedang berjuang melawan anemia kronis, memohon padanya untuk menikahi Amara, istrinya, setelah ia pergi. Arsen khawatir Amara akan kesepian dan terlantar tanpa dirinya, apalagi kini Amara sedang mengandung anak mereka. Dengan hati yang berat, Rafi dihadapkan pada permintaan yang tak terduga dan dilema besar, menerimanya demi adiknya yang sedang sekarat, atau menolaknya dan menjaga jarak dari takdir yang baru saja menyapanya. Apa yang akan dipilih Rafi?

Lihat lebih banyak

Bab 1

permintaan terakhir

"Mas, aku mohon. Hanya Mas Rafi lah yang bisa bantu aku. Tolong, umurku udah nggak panjang lagi kali ini. Sebagai permintaan terakhirku, Mas mau menikahi Amara ya?"

Aku tertegun. Napasku tertahan. Sial, Apa barusan aku salah dengar? Apa gendang telingaku kali ini sudah rusak?

Arsen, adikku itu kini bersimpuh di lantai ruang kerjaku dengan tiba-tiba. Air matanya kini terjatuh tanpa malu. Bahkan laki-laki itu biasanya keras kepala, penuh percaya diri, sekarang bahkan dia terlihat bak seperti seseorang yang sudah kehilangan segalanya dan ingin menitipkan sisa hidupnya kepadaku.

"Gila kamu sen, mabuk?" suaraku nyaris bergetar. Aku mulai berdiri dari kursi, berusaha menenangkan pikiran yang mulai kacau.  "Datang-datang ke kantor mintanya aneh-aneh. Gak masuk akal tau! Udah bosan jadi juragan tanah dan punya istri secantik dia? Kamu mau cari yang gimana lagi sih, mau lanjutin perusahaan ini dan duduk jadi direktur utamanya juga? Menggantikan Mas iya?"

Aku berbicara dengan nada agak kasar. Bukan, ini bukan marah tapi lebih ke panik. Sungguh, ini bukan percakapan yang biasa antara kami.

Nampak Arsen mengusap wajahnya, berdiri perlahan. Matanya merah, terlihat lelah dan sejujurnya, aku bahkan takut menatapnya lebih lama.

"Aku bahagia hidup di kampung selama lima tahun ini, Kak. Tapi, ada satu hal yang terus menghantuiku."

Mataku menyipit, menatapnya dengan tak habis pikir "Apa maksudmu?"

Ia menatap ke arah dinding tepat kepada foto keluarga kami yang digantung besar. Foto lama, sebelum semua ini berubah.

"Aku sakit, Mas."

Aku terdiam. Hening menyelimuti ruangan. Mataku otomatis mencari kursi, dan aku terduduk pelan.

"Aku divonis Anemia kronik setahun lalu. Sekarang… aku sudah tidak kuat lagi. Umurku rasanya sudah tak lama lagi"

Aku membeku. Kata-katanya seperti palu menghantam dadaku.

Apa?

Arsen... Mengidap penyakit yang parah?

Seketika aku merasa mual. Ruangan terasa berputar. Suaranya menggema di kepala. Aku mencoba menelan kenyataan itu, tapi rasanya begitu pahit dan mengganjal.

"Apa maksudmu, Arsen? Jangan bercanda!" ucapku cepat, nyaris berteriak. "Selama ini Mas lihat kamu baik-baik aja! Kamu nggak bisa main-main dengan hal kayak gini!"

"Jangan bercanda!" Lanjutku.

Aku melihat Arsen menunduk, tak ada senyum bahkan tak ada tawa. Matanya malah kembali basah lagi.

"Aku serius, Mas. Aku nggak bisa bertahan lebih lama. Aku takut… kalau aku pergi, Amara akan sendirian. Dia terlalu baik untuk aku, Mas. Terlalu kuat. Tapi aku tahu dia rapuh, apalagi sekarang, dia sedang hamil. Anak kami, tiga bulan usianya di dalam sana."

Aku menganga. Nafasku tercekat.

Amara… hamil?

Aku memejamkan mata, mencoba mengatur napas. Tubuhku gemetar halus. Jantungku rasanya berdetak terlalu cepat. Aku tidak tahu apa yang harus kupikirkan lebih dulu penyakit Arsen, bayi dalam kandungan Amara, atau permintaannya yang gila itu.

Sungguh, kepalaku rasanya begitu pening.

"Mas juga," tambahnya pelan, "udah hampir kepala empat, belum nikah juga, kan? Nggak punya pacar. Amara gadis baik. Mas pasti nggak akan kerepotan."

Gila. Di saat seperti ini, dia masih sempat menggoda aku soal status jomlo. Rasanya pengen kutimpuk dengan bantal kursi.

"Menikahlah dengannya, Mas. Aku meridhoi. Jadilah ayah dari keponakanmu. Aku mohon."

Aku mematung. Semua kata-katanya berkumpul di dadaku seperti kabut tebal yang menyesakkan.

"Apa kamu yakin ini yang kamu inginkan?" suaraku parau. "Aku?menikahi Amara?" tanyaku tak percaya, kepalaku menggeleng.

Dia mengangguk, tatapannya kosong tapi penuh putus asa.

"Mas, aku enggak punya banyak waktu lagi. Aku ingin dia bahagia, ingin anakku punya ayah yang bisa diandalkan. Aku tahu Mas orang yang paling tepat. Aku tahu Mas bisa melindungi mereka, meski aku sudah enggak ada."

Aku menunduk, mencoba mencari kalimat lain untuk melawannya.

"Kamu akan sembuh. Aku akan cari dokter terbaik, rumah sakit terbaik. Berapa pun biayanya, Mas yang tanggung."

"Terlambat, Mas. Semua sawah dan ladang di kampung udah habis buat berobat. Aku nggak mau nambah beban. Amara juga udah cukup lelah mengurus aku selama ini. Kesihan, hartanya sudah aku habiskan semuanya mas. Kesihan,"

Aku merasa sesak. Marah. Tapi juga merasa bersalah. Rasanya aku menjadi kakak yang gagal.

"Kenapa kamu nggak bilang dari awal? Kenapa setiap mas atau Bapak Ibu telepon, kamu bilang kamu sehat-sehat aja?"

Wajahnya menunduk.

"Kami memang kecewa waktu kamu memutuskan untuk menikah muda, berhenti kuliah. Tapi kami enggak pernah berhenti sayang sama kamu, Sen. Asal kamu tau itu!"

Arsen terdiam. Sepertinya ia tak sanggup menatap mataku.

"Aku nggak mau kalian khawatir," ucapnya lirih. "Semua orang udah punya hidup masing-masing. Aku pikir, aku bisa hadapi ini sendiri."

Aku menggeleng, menahan air mata. "Kenapa kamu nggak kasih kami kesempatan untuk bantu kamu, Sen? Kita ini keluarga. Kita nggak akan biarin kamu berjuang sendirian."

Dia menarik napas panjang, lalu menatapku dalam, tajam, seakan memaksaku memahami.

"Sudahlah, Kak. Lupakan. Aku cuma minta satu hal sebelum aku pergi. Nikahi dia. Jaga Amara dan anakku. Aku mohon,"

Aku tak menjawab.

Hanya bisa terdiam. Tercekik dalam dilema yang belum pernah kurasakan seumur hidupku. Ini permintaan Arsen yang paling gila. Sungguh!

Menikahi Amara? Bagaimana mungkin aku bisa melakukannya? Aku bahkan belum siap untuk menghadapinya.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
13 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status