Share

Petunjuk

"Hah, kok bisa begini?!" pekik Karenina saat melihat kondisi kamarnya.

"Ada apa?" tanya Adrian dan Celline bersamaan.

Mereka pun melongokkan kepala ke kamar Karenina. Tampak lemari Karenina terbuka lebar. Banyak kertas berhamburan di lantai kamarnya.

"Cepat periksa. Kalau-kalau ada barang yang hilang!" perintah Adrian.

Karenina mengangguk, lalu memeriksa keseluruhan kamarnya. Jaga-jaga kalau ada orang yang bersembunyi di sana.

"Engga ada yang hilang," ujar Karenina melapor.

"Aneh," sela Celline, seraya mengambil kertas yang bertebaran di atas lantai.

"Karen, Adrian, coba kalian baca tulisan di kertas ini," pinta Celline.

"Kegelapan tengah menyambutmu. Tuntaskan masa lalu agar mereka melepaskanmu."

"I—ini, ini ucapan bapak tua yang aku ceritain tadi. Soal masa lalu," ucap Karenina terkejut.

"Coba cari kertas lain. Siapa tau ada lanjutannya atau bahkan petunjuk baru," kata Adrian sambil mengambil kertas di sampingnya.

Mereka pun serta merta bekerja sama mengumpulkan semua kertas yang ada.

"Ini, ini ada tulisan yang berbeda!" seru Celline.

"Ini hanyalah awal. Akan datang lebih banyak teror."

"Aku juga nemu 1 lagi," sahut Adrian.

"Segera ungkap masa lalu yang mengikatmu."

"Apa ini sudah semua?" tanya Adrian.

"Udah. Semua kertas yang lain, tulisannya engga ada yang beda lagi," sahut Celline.

"Gimana, Ren? Ini semua benar emang ucapan bapak tua itu?" tanya Adrian lagi memastikan.

"Iya. Ini persis yang dia katakan dulu, sehabis aku kecelakaan. Tapi, kenapa tiba-tiba hari ini ucapan bapak tua itu bisa tertulis di sini?" ucap Karenina bingung.

"Sepertinya ini petunjuk penting. Padahal aku tadi nyuruh kamu buat mengingat ucapan bapak itu 'kan, terus langsung dikasih petunjuknya begini," ujar Adrian.

"Berarti secara engga langsung, bapak itu mau kamu mengungkap masa lalu desa ini. Yang bisa aja berkaitan erat sama kamu," sambung Adrian serius.

Karenina dan Celline saling bertatapan. Mungkinkah perkataan Adrian benar? Haruskah mereka membongkar masa lalu desa Sinsani yang katanya kelam?

"Kalau dari kalimat yang tertulis. Teror akan datang lebih banyak, dan kita harus sesegera mungkin mengungkap masa lalu." Adrian terdiam, sambil menepuk kertas di tangannya.

"Tapi, masa lalu yang gimana? Aku bahkan baru beberapa hari di sini. Mana aku tau, masa lalu yang katanya mengikatku," keluh Karenina.

"Secepatnya, kamu harus nanya ke orang tua kamu, Ren. Kalau bener kamu punya masa lalu yang berkaitan sama tempat ini, berarti orang tuamu pasti tau sesuatu," kata Celline yang sedari tadi diam.

"Bener. Tuntaskan masa lalu dan ungkap masa lalu yang mengikat. Itu kalimat yang tertulis, artinya ini berhubungan sama kamu. Tenang aja, kami bakalan bantu kamu," kata Adrian menenangkan.

Karenina menghela napas dalam, lalu mengembuskannya kencang. Berharap titik terang akan segera muncul.

"Lebih baik kita rapiin kamarmu dulu. Setelah itu, kita cari mama kamu yang tiba-tiba engga ada," saran Celline.

Adrian dan Karenina mengangguk. Mereka pun segera membereskan kertas yang bertebaran, juga menutup lemari yang sedari tadi terbuka.

Karenina, Adrian, beserta Celline menuruni tangga menuju ke lantai 1. Tampak ibu Karenina tengah duduk di sofa sambil menonton televisi.

"Ma, mama dari mana aja?" tanya Karenina.

"Mama dari tadi di sini, kok. Kenapa? Kamu ada perlu ya buat bantuin kerja kelompok kalian?" tanya balik ibu Karenina.

"Eh, eng—engga, kok, Ma. Ini temen-temen pada mau pamit," kelit Karenina.

Segera Renata berdiri dan mengantarkan Adrian dan Celline ke depan rumah.

"Hati-hati, ya, pulangnya. Sering-sering main ke sini," kata Renata—ibu Karenina.

"Baik, Tante," kata Adrian seraya mencium tangan Renata.

"Saya pulang juga ya, Tan," ujar Celline, mengikuti langkah Adrian.

Setelah Adrian dan Celline tak terlihat lagi, Renata dan Karenina pun masuk ke rumah.

"Ma, tadi beneran cuma duduk di depan tv? Engga ke mana-mana?" tanya Karenina memastikan.

"Iya, bener, kok. Kenapa sih?"

"Anu, tadi aku manggil-manggil Mama, loh. Dicariin ke mana-mana juga engga ada," tutur Karenina.

"Mungkin pas mama lagi sibuk nonton kali. Jadi, ga kedengeran pas kamu manggil." Renata menjelaskan.

Karenina mengangguk, lalu pergi beranjak menuju kamarnya. Sebenarnya, dia belum puas akan jawaban sang ibu. Tetapi, dia tak ingin membuat ibunya khawatir.

Pasalnya, kejadian yang terjadi begitu heboh. Suara barang yang seakan dibanting, kamarnya yang berhamburan kertas, juga rumah yang tiba-tiba senyap saat dia dan temannya memeriksa rumah.

Rasanya tak mungkin, jika ibunya sampai tak mendengar bunyi barang dibanting. Meskipun, tengah asik menonton tv.

"Nanti malam, aku harus tanyain ini semua ke mama papa," gumam Karenina.

Saat Karenina sampai di kamarnya, segera diambilnya kertas tadi. Dibacanya berulang kali, berusaha menemukan petunjuk baru. Sampai dia menyadari, kalau kertas itu berasal dari lemari.

"Lemari bagian atas sini penuh dengan kertas. Harusnya, tadi aku cek lagi lemari ini bareng Adrian dan Celline."

Saat berusaha menurunkan kertas yang lain dari lemari. Selembar foto jatuh ke lantai.

Selembar foto berwarna hitam putih, segera Karenina memungutnya. Foto tersebut memperlihatkan sebuah rumah tua, dengan sepasang lelaki dan perempuan berdiri di depannya.

"Tunggu, siapa orang yang ada di foto ini?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status