Naima, seorang gadis cantik yang terpaksa harus menjual kesuciannya dengan sebuah alasan. Bertemu dengan Sadewa Gunarjo seorang pewaris perusahaan besar yang akhirnya keduanya terlibat malam panas yang tak diharapkan karena Dewa dalam keadaan mabuk. Setelah malam itu, masalah demi masalah terus datang silih berganti. Baik dari pihak Naima maupun Dewa sendiri. Hingga akhirnya, Dewa dijodohkan oleh orang tuanya agar segera memiliki keturunan. Dewa yang menolak perjodohan itu berusaha mencari Naima, setelah berhasil menemukan Naima hubungan keduanya ditentang oleh keluarga Dewa karena Naima dianggap tidak sederajat dengan keluarga Dewa. Mau tidak mau, Dewa menuruti keinginan Ibunya untuk menikah dengan wanita pilihan ibunya. Mendengar kabar pernikahan Dewa Naima memilih menepi dari kehidupan Dewa dan kembali menghilang dengan membawa benih Dewa di dalam rahimnya. Bertahun berlalu, Dewa kembali dipertemukan dengan Naima dalam kondisi yang berbeda. Dari sanalah, terungkap rahasia yang membuat ibunda Dewa menyesali perbuatannya.
Lihat lebih banyakNaima meremat jemarinya untuk mengurangi rasa gugup dan takut mana kala terdengar pintu terbuka dari luar. Dia gelisah, bahkan lututnya telah gemetar. Namun, dia terlanjur memilih jalan ini dan tak bisa mundur lagi.
Naima segera bangkit berdiri lalu bersiap menyambut sang pemilik kamar yang dia tahu bernama Sadewa, seorang pengusaha muda yang harus dia temani malam ini. "Kamu siapa?" tanya Dewa terkejut. Matanya mendelik sempurna melihat Naima berdiri tak jauh dari pintu kamar. Naima tersentak, akan tetapi dia harus segera menguasai diri dan melakukan tugasnya dengan baik karena sejumlah uang sudah dia dapatkan sebagai imbalannya. Dewa yang diambang kesadaran sebab terlalu banyak menenggak alkohol terpana begitu wajah Naima terlihat dengan jelas. Mata bulat dengan bulu mata yang begitu lentik. Hidung mancung serta bibir mungil kemerahan, membuatnya semakin lepas kendali atas gejolak yang membara dalam dirinya. "Kamu siapa?" tanya Dewa lagi menatap manik hitam legam yang begitu bening itu. "Sa-saya ...." gagap Naima sedikit gemetar. Tanpa menunggu lagi, Dewa menyambar bibir kecil yang nampak menggodanya itu padahal Naima belum selesai menjawab. Dewa benar-benar menyesap madu manis itu dengan brutal dan semakin menuntut. Bau alkohol menyengat dari deru nafas Dewa membuat Naima mual seketika, tetapi dia tak bisa menghindar karena tubuh kecilnya sudah dalam rengkuhan tangan kekar Dewa. Meski agak kaku, Naima berusaha mengimbangi Dewa. Ia mengalungkan kedua tangan ke pundak Dewa, mendongak dan berjinjit supaya wajahnya tepat di depan wajah Dewa. Cukup lama mereka dalam posisi itu, sampai Naima merasa pegal dan menjauhkan wajahnya dari Dewa untuk meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Naima memekik kecil saat tubuhnya terasa melayang dalam gendongan Dewa dan kemudian mendarat sempurna di atas kasur empuk. Dewa memposisikan dirinya di atas tubuh Naima, dengan tatapan yang telah sepenuhnya tertutup hasrat yang menggelora. Dewa tak membiarkan Naima bernafas lega terlalu lama, dengan cepat Dewa kembali meraup bibir kemerahan itu dengan brutal. Satu tangan diangunakan sebagai penopang agar tubuhnya tidak ambruk di atas tubuh Naima, satu tangan lagi berkelana dengan bebas menyentuh tubuh molek Naima. Naima kewalahan mengimbangi Dewa yang sangat buas, tubuh kecilnya menggelinjang bak cacing kepanasan. Hanya dengan satu kali sentakan tangan Dewa, gaun malam Naima terlepas dari tubuh indahnya. Naima pasrah, tak bisa mengelak apalagi mencegah Dewa karena memang dia dibayar untuk melakukan itu. Meski hatinya menjerit untuk tidak melakukan itu, akan tetapi otaknya kadung lumpuh dan terbawa suasana. "Sa-saya belum pernah melakukannya, tolong pelan-pelan," lirih suara Naima di tengah hasrat Dewa yang menggebu. Dewa yang sudah dibutakan oleh g4ir4h, mengabaikan itu. Baginya, yang terpenting adalah segera menuntaskan hasratnya. Air mata meleleh dari kedua netra Naima, saat pertahanannya terkoyak tanpa perasaan. Sakit yang kini dia rasakan tak sebanding dengan sakit dalam hatinya saat harga dirinya terhempas ke dalam jurang yang terdalam. Seberani itu Naima melakukan perbuatan yang sesungguhnya tak ingin dia lakukan. Akan tetapi dia tak bisa mundur, untuk itu dia berusaha mengabaikan rasa sakitnya. Meski agak kaku karena ini adalah pengalaman pertamanya, namun Naima berusaha mengimbangi permainan Dewa walau dengan air mata yang terus mengalir deras dari kedua mata indahnya. Sampai Dewa menuntaskan hasratnya dan akhirnya ambruk di samping tubuh polos Naima. Tak berselang lama, Dewa terlelap begitu saja dan mengabaikan Naima yang masih menangis di antara deru nafasnya. * * * Dewa terbangun saat merasakan pergerakan di ranjangnya. Perlahan membuka mata dan seketika rasa pening menyerangnya. Ia kembali memejamkan matanya, bahkan untuk beberapa saat sampai terpaksa dia buka karena kembali merasakan pergerakan di ranjangnya. Pemandangan pertama yang dia lihat saat matanya terbuka adalah seorang wanita dengan punggung yang terbuka. Seketika dia terlonjak kaget dan membuat kepalanya semakin berdenyut sakit. "Siapa kamu?" bentaknya dengan suara meninggi. Naima yang hendak turun dari ranjang sontak terkejut lalu menoleh dengan cepat. Sadar tengah diperhatikan Dewa, Naima buru-buru menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Dewa pun sontak melihat tubuhnya yang juga polos dan hanya tertutup selimut yang sama yang digunakan Naima. "B*ngs*t! Siapa kamu? Kenapa ada di sini? Apa yang kamu lakukan?" teriak Dewa frustasi lalu menyibak selimut dengan kasar kemudian meraih handuk kimono untuk menutup tubuhnya. Naima meremat selimutnya, menunduk dalam dengan genangan air mata yang siap tumpah dalam satu kedipan saja. "Jawab! Siapa kamu?!" berang Dewa menatap tajam Naima yang menunduk ketakutan. "Sa-saya--" "Kamu menjebak saya, hah?" tuding Dewa sarkas, tatapannya tajam bak seekor singa yang menemukan mangsanya. Dewa mengingat apa yang semalam terjadi dengannya, sayangnya dia hanya ingat sudah meninggalkan Vero dan Julian di klub malam karena dia sudah terlalu mabuk. "Tolong katakan, apa yang sudah terjadi? Siapa yang menyuruhmu?" ulang Dewa dengan suara sedikit melemah melihat Naima yang hanya menunduk sambil memeluk tubuhnya sendiri. "Sa-saya, disuruh Pak Vero," sahut Naima dengan suara serak dan bergetar. "Sh*t!" umpat Dewa meraup wajahnya frustasi. Kemudian dia pergi begitu saja keluar dari kamarnya tanpa sepatah katapun. Meninggalkan Naima yang kini sudah menangis terisak sambil memeluk dirinya sendiri."Nai, kamu ndak kerja?" tanya Sri yang melihat Naima masuk membawakan sarapan untuknya. "Nai berhenti kerja, Bulik, mau fokus sama Bapak dulu." jawabnya lalu ikut duduk di samping Sri. Sri menatap keponakannya itu dengan tatapan bersalah. Dia tahu kalau Hadi dirawat di sana juga karena tadi Naima sudah mengiriminya pesan, jadilah dia tak terkejut saat tiba-tiba Naima ada di sana. "Maafin Bulik, ya, Nduk, kami ndak bisa bantu apa-apa," ucap Sri penuh sesal. "Bulik sudah sangat banyak membantu kami. Justru kami yang minta maaf karena sudah terlalu banyak merepotkan Bulik dan Paklik," balas Naima setulus hati. "Kita keluarga, Nai, sudah seharusnya saling bantu." sahut Sri dan diangguki kepala oleh Naima tanda setuju. Sayangnya, hati Naima mengutuk perbuatan saudaranya yang lain. "Gimana Bapakmu?" tanya Sri menanyakan kondisi Hadi karena memang setelah kejadian semalam dia baru fokus pada suaminya. "Bapak sudah bisa tidur, Bulik, ternyata jahitannya infeksi." terang Naima.
Pagi ini Naima bersiap lebih pagi, karena dia akan membawa bapaknya berobat ke rumah sakit. Semalaman bapaknya tak bisa tidur sebab demam tinggi sampai mengigil."Sudah, Bel?" tanyanya begitu melihat Bela keluar dengan membawa tas sedang berisi perlengkapan."Sudah, Kak. Mobilnya sudah datang, ya?" jawab dan tanya Bela. Naima mengangguk sebagai jawaban.Dia segera ke kamar dan membantu bapaknya untuk keluar karena mobil yang dia pesan dengan dibantu tetangga depan rumahnya sudah datang."Pelan-pelan, Pak," peringat Naima saat Hadi hampir saja oleng."Bapak pusing sekali, Nduk," keluh Hadi sambil berpegangan pada kusen pintu."Tahan sebentar, Pak, sedikit lagi saja." ucap Naima menenangkan.Bela datang setelah memasukkan tas ke dalam mobil lalu membantu memapah Hadi untuk segera naik ke mobil.Setelah Naima memastikan pintu rumah terkunci, mereka segera berangkat ke rumah sakit yang sama dimana Tarno juga sedang dirawat Di perjalanan, Naima sempat membalas pesan yang Dewa kirimkan. T
Naima kembali duduk di samping bapaknya setelah para warga pamit pulang. Tak lupa Naima mengucapkan terimakasih karena mereka sudah berkenan menolong bapaknya."Apa yang sakit, Pak?" tanya Naima khawatir melihat bapaknya meringis memegangi lengannya yang dibebat perban."Ndak apa-apa, Nduk, nanti juga sembuh," jawab Hadi pelan."Apa perlu kita periksa ke rumah sakit saja, Pak?" tawar Dewa yang masih berada di sana."Ndak usah, Mas ... ini tadi sudah dijahit sama Bu Bidan." tolak Hadi lagi."Bagian lain ada yang terluka, Pak?" tanya Naima memastikan lagi."Ndak ada, kalian jangan khawatir!""Kejadiannya gimana, Pak? Kok, bisa Bapak dikeroyok orang tak dikenal?" tanya Dewa pada akhirnya setelah cukup lama ditahan.Bela datang membawakan air putih untuk bapaknya dan segelas teh panas untuk Dewa."Bapak juga ndak tahu, Mas ... tadinya Lek No yang dengar suara ribut-ribut di depan. Terus karena penasaran, kami keluar buat lihat karena kebetulan cuma kami yang masih di teras. Eh, baru sampa
"Nai, besok aku pulang ke Jakarta dulu," ucap Dewa saat dalam perjalanan menuju rumah Naima."Mau bilang ke Mami soal rencana pernikahan kita." lanjutnya lagi membuat Naima menoleh ke arahnya."Mas Dewa yakin?" tanya Naima pelan, Dewa menoleh sekilas lalu kembali fokus pada jalanan."Sangat yakin, Nai." jawabnya tanpa ragu."Kenapa?" tanya Naima lagi. Terdengar keraguan dari nada suaranya."Maksud aku, alasan Mas Dewa kukuh mau nikahin aku itu kenapa?" jelas Naima pelan.Dewa meraih tangan Naima untuk dia genggam dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya fokus pada kemudi. Dia tak lantas menjawab pertanyaan Naima, dia memikirkan kalimat yang tepat lebih dulu."Aku gak tahu, Nai," jawabnya singkat.Alis Naima terangkat sebelah membuat Dewa terkekeh pelan melihatnya."Kamu masih ragu, Nai?""Wajar aku ragu, Mas. Kita baru beberapa kali ketemu, terus tiba-tiba kamu seniat itu mau nikahin aku. Aku jadi takut, kalau ternyata aku hanya kamu jadikan pelarian saja." ungkap Naima sejuju
"Eyang rasa itu memang bukan rencana yang buruk, Le, tapi resikonya akan lebih besar lagi kalau kamu melakukan itu." tanggap eyang Surti saat Dewa mengutarakan rencana yang ada di pikirannya."Benar, Dewa ... kita semua tahu seperti apa Mami kamu. Dia bisa marah besar kalau kamu melakukan itu dan dia tahu kami mendukung kamu." sambung Tantri yang juga berada di sana."Lalu Dewa harus gimana, Eyang, Tante?" "Pulanglah, bicaralah sama Mami kamu dengan baik-baik. Katakan kalau kamu sudah menjatuhkan pilihan kepada perempuan lain," saran eyang Surti kepada cucu pertamanya itu."Tapi Mami pasti nolak, Yang,""Coba dulu, Dewa! Jangan terus berpikir negatif tentang Mami kamu, siapa tahu kali ini Mamimu akan mendengarkan kamu." hibur Tantri yang sangat mengerti keresahan keponakannya.Tantri menatap Dewa iba, sejujurnya Dewa adalah anak yang baik. Buktinya selama ini dia selalu menuruti apapun keputusan maminya.Dewa menghela nafas besar, lalu mengangguk samar. Meski ragu, akhirnya Dewa memu
"Apa yang kamu pikirkan, Sayang?" Naima menoleh menatap Dewa yang entah sejak kapan memandangi dirinya. Semilir angin sepoi menerbangkan rambut Naima sampai ke wajah membuat Dewa terpesona. Sungguh, Dewa merasa tatapannya tak mau berpaling dari wajah ayu Naima.Naima menghela nafas besar, seolah ada beban berat yang saat ini tengah dia pikul."Mas Dewa beneran mau nikahin aku?" tanya Naima menatap dalam mata Dewa.Dewa tertegun sejenak, bahkan setelah dia mengenalkan Naima dengan eyangnya, Naima masih mempertanyakan soal itu."Tentu saja, memangnya ada apa? Kamu keberatan?" ujar Dewa sedikit protes keseriusannya masih diragukan oleh Naima.Naima mengalihkan tatapannya dari Dewa, menatap berbagai tanaman yang bergoyang sebab tertiup angin malam."Enggak, tapi--""Kenapa?" Dewa menggenggam tangan Naima lembut."Mami, Mas Dewa--""Soal itu biar jadi urusan aku. Kamu sendiri dengar 'kan kalau Eyang, Om, Tante juga Lintang akan bantu buat meyakinkan Mami," ujar Dewa mengerti keresahan Nai
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen