TULPA

TULPA

Oleh:  Kyna  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
10
1 Peringkat
95Bab
4.5KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

"Gadis gila!" Itulah panggilanku di sekolah, hanya karena aku sering berimajinasi, mereka menganggapku demikian. Tetapi, aku tidak peduli. Imajinasi adalah hidupku! Hingga suatu hari, salah satu rangkaian imajinasi yang kubuat menjadi nyata! Sang pangeran telah datang untuk menemani sang putri yang kesepian. Dia ... Kelabu, pangeranku. By: Kyna

Lihat lebih banyak
TULPA Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Fitri
Bagus banget, kak. Aku suka, apalagi kejoranya itu kuat banget karakternya, ditambah Kelabu. Cucokkk(≧▽≦) Semangat terus!
2022-07-03 18:14:33
2
95 Bab
1. Lilin
TULPA1. Lilin  Aku tersenyum tipis, terharu akan kejutan dari sang mama yang kini berdiri di depanku seraya membawa sebuah roti ulang tahun. Ya, hari ini adalah hari ulang tahunku yang ke-lima belas tahun.  "Ayo tiup lilinnya, sebelum itu mintalah permohonan," ujar mamaku.  Kupejamkan kedua mataku. Menyatukan kedua tangan, terkepal kuat di depan dada. Hanya satu yang kuinginkan. Aku hanya ingin sosok pangeran untuk hadir di kehidupanku. Setelahnya, membuka mata dan meniup lilin berbentuk angka itu. Aku tersenyum, melihat mama yang bertepuk tangan senang. Bukan seperti ulang tahun pada anak-anak lainnya yang ramai akan kehadiran sosok teman, kado, lalu perhiasan di mana-mana. Ulang tahunku sederhana, hanya satu buah roti ulang tahun dan lilin. Selebihnya tidak ada. Teman? Ya, aku memang tidak memiliki seorang teman. Ditambah lagi dengan sifatku yang tidak peduli sekaligus pendiam, membuatku susah me
Baca selengkapnya
2. Siapa Dia?
TULPA2. Siapa Dia?  Malam ini, lebih dingin dari biasanya. Walau begitu, tidak membuatku bergerak sedikit pun. Kutatap halaman rumahku yang tidak terlalu luas, ah tidak. Lebih tepatnya aku tidak sepenuhnya menatap hamparan yang penuh bunga-bunga itu. Pikiranku melayang jauh, sejauh harapanku. Jika dipikir-pikir, kehidupanku sungguh memuakkan. Mengingat semua kejadian yang terjadi di sekolah, membuatku mendengus kasar.  Hei, memangnya salah seorang gadis berusia lima belas tahun ini berharap suatu hari ada seorang pangeran yang menolongnya dari cengkraman para monster berkedok teman sekelas? Saat pemikiran itu berlalang buana, angin kencang berhembus, menabrak wajahku. Sontak saja mataku terpejam sesaat, merasakan hawa dingin. Merasa ada seseorang yang berdiri di belakang, membuatku dengan segera berbalik. Benar saja, jika diperhatikan baik-baik, ada seseorang berdiri di dalam kamarnya yang gelap gulita. Mengandalkan sinar r
Baca selengkapnya
3. Kelabu
TULPA3. Kelabu Malam selanjutnya, saat aku tengah berkutat dengan alat tulisku. Sosok Kelabu datang dengan tiba-tiba. Bahkan, dia kini sudah berguling-guling di atas kasurku dengan santainya. Aku hanya menghiraukannya, toh dia tidak mengangguku. Saat asik menorehkan isi hati melalui kalimat-kalimat yang mendayu, Kelabu muncul di belakangku seraya berkata.  "Kau pandai menulis qoutes rupanya." Sontak saja aku menutup buku. Memejamkan mata, menahan malu. Dapat kurasakan, rasa panas menjalar hingga ke telinga. Antara malu dan senang akan pujian yang dilontarkan Kelabu.  "Kenapa kau datang lagi sih? Bukankah semalam kau menyetujui perkataanku bahwa pertemuan kita semalam hanyalah mimpi semata?" ketusku.  Kelabu yang semula menatap ke sekeliling kamarku, mengalihkan pandangannya kepadaku.  "Itu, karena kau yang selalu memintaku untuk datang menemuimu," ujar
Baca selengkapnya
4. Obat Penenang
TULPA4. Obat Penenang  "Kejora, ayo sarapan!" Teriakan mama membuatku mempercepat gerakan menyisir rambutku. Dengan sedikit terburu-buru, kugapai tas sekolahku dan segera menuruni anak tangga menuju ruang makan. Sesampainya di sana, kulihat mama tengah mengolesi satu helai ratu lapis dengan selai kacang kesukaanku. Mama tersenyum, menyambut kedatanganku.  "Pagi," sapaku.  "Pagi juga," balas mama.  Kududuk di bangku, mengambil satu lapis roti yang sudah disiapkan oleh mamaku. Mama juga sama, dia tengah menikmati sarapannya. Suara dering telepon milik mama, mengalihkan atensi kami. Mama dengan segera bangkit untuk mengangkat telepon. Aku hanya memandangnya seraya mengigit roti milikku. Aku mengernyit, ketika mendapati mama yang tampak terburu-buru setelah mengangkat telepon.  "Maaf, Kejora hari ini mama tidak bisa mengantarmu ke
Baca selengkapnya
5. Bersamanya
TULPA5. Bersamanya  Pagi ini cukup menggemparkan untukku. Bagaimana tidak? Sosok Kelabu sudah dengan rapi mengenakan seragam SMA yang sama denganku. Bahkan, dia dengan semangatnya berujar 'hai' saat pertama kali kumembuka mata. Tentu saja hal itu membuatku terkejut luar biasa, mengingat wajah Kelabu yang cukup dekat dengan wajahku saat itu.  Kini aku sudah siap dengan seragamku. Pertama kali keluar dari kamar mandi, dapat kulihat Kelabu yang tengah duduk di kursi belajarku seraya membaca buku pelajaranku. Tidak tahu pasti apakah dia benar-benar membacanya atau hanya membolak-balikkannya saja. Aku mendekat, mengajaknya untuk turun ke bawah. Beberapa kali memanggil nama mama, tetapi tidak ada sahutan. Kutatap Kelabu, dia masih setia berdiri di belakangku, mengerjap polos, membuatku gemas akan tingkahnya.  "Kau lapar?" tanyaku. Dia mengangguk lucu. Dengan segera aku menyiapkan roti selai untuknya dan
Baca selengkapnya
6. Pengganggu
TULPA6. Pengganggu "Ini hasilnya menjadi tiga bukan dua, Kelabu." Aku menghela napas panjang, ketika menatap Kelabu yang malah mengembungkan kedua pipinya seraya menggeleng tegas. Dia masih bersikukuh dengan jawabannya yaitu dua. Di saat, ditanya mengapa dia pilih dua, karena dia maunya kaya gitu. Mengingat hal itu, membuatku harus sabar mengajari cowok itu. Memilih mengangguk kecil, mengiyakan jawaban Kelabu. Lelah rasanya bila terus berdebat dengannya.  Lihatlah, hanya dengan melihat senyum manisnya yang sekarang mengembang, rasa kekesalanku kepadanya seketika menghilang. Kini, dia mulai berkutat ke nomer lainnya. Ya, malam ini aku memutuskan untuk mengajarinya menghitung dan membaca. Untungnya, Kelabu adalah anak dengan tingkat kepahaman yang tinggi, jadi tidak membutuhkan waktu lama Kelabu dapat menguasainya. Jujur saja, aku cukup terkejut ketika dia menanyakan deretan angka-angka yang berada di buku pak
Baca selengkapnya
7. Rai dan Hilangnya Kelabu
TULPA7. Rai dan Hilangnya Kelabu "Incess Rai datang! Karpet merahnya mana?!" Aku menatap malas pintu depan rumahku yang sudah berkali-kali diketuk oleh sepupuku, Rai. Padahal jelas-jelas dia tahu bahwa pintu tersebut tidaklah dikunci. Dengan malas, kumelangkah membuka pintu rumahku dengan terpaksa, mempersilahkan gadis dengan rambut panjang, bergelombangnya dengan bando merah bertengger cantik di atas kepalanya itu. Tangan kanannya sibuk, mengoleskan bedak yang dipegangnya seraya mengaca.  "Itu bedak belum luntur juga." Rai menatapku sinis.  "Iri bilang sepupu!" balasnya lalu melangkah berlenggak-lenggok memasuki rumahku.  Aku menghela napas panjang, sudah dipastikan kehidupanku untuk dua minggu ke depan tidak akan tenang. Mengingat sifat dan sikap sepupuku ini. Lihatlah, bahkan sekarang Rai dengan santai duduk di sofa ruang tamu seraya melemparkan kopernya
Baca selengkapnya
8. Keanehan
TULPA8. KeanehanAku termangu, duduk di bawah pohon mangga yang baru berbunga. Angin silir menerpa, membuat beberapa anak rambutku turut berkibar. Mengembuskan napas sekali lagi, sudah satu minggu sosok Kelabu menghilang. Entah ke mana dirinya pergi, membuat isi hatiku turut bersedih. Aku merasa kesepian tanpanya. Sunyi, senyap. Kehidupanku terasa seperti semula. Di mana dia? Apakah dia mulai bosan berteman denganku? Atau ada sesuatu yang terjadi dengannya? Rasa cemas dan takut akhir-akhir ini berhasil membuat jam tidurku terganggu. Terkadang, pukul dua pagi aku terbangun, terkadang aku baru bisa terlelap pada pukul dua belas malam. Rai juga beberapa kali berhasil memergokiku yang tengah melamun dan berakhir dengan godaannya. "Sedang putus cinta ya?" Godanya waktu itu. Dan hanya kubalas dengan gumaman saja. Putus cinta? Aku pun tidak tahu apa yang sedang aku rasakan. Yang aku tahu, aku takut kehilangan Kelabu. "Jauhin dia."Aku sontak menoleh, menatap sengit sosok Kelam yang kini
Baca selengkapnya
9. Imaji
TULPA9. ImajiBruk! Aku mengembuskan napas berat. Suara tawa menggelegar. Aku hanya bergumam pelan, meratapi nasibku yang masih saja menjadi korban bullyan mereka. Mencoba mempertahankan wajah biasa-biasa saja, aku segera bangkit seraya menepuk-nepuk pelan rok sekolahku yang sedikit berdebu karena terjatuh. Kali ini aku memang berangkat sendirian. Rai dengan kurang ajarnya meninggalkanku tanpa membangunkan aku. Ya, aku bangun kesiangan karena jam alarmku rusak semalam. "Woi!"Teriakkan Rai berhasil membuat mereka yang semula tertawa senang karena aku terjatuh dengan tidak elitenya segera bungkam. Mereka langsung membubarkan diri, tidak mau berhadapan dengan sepupuku yang entah mengapa akhir-akhir menjadi superhero untuk kehidupanku yang kelam. Ngomong-ngomong soal Kelam, cowok itu semakin bertingkah aneh. Setiap kali kudapati dia diam-diam memperhatikanku dari jarak jauh. "Ra, gapapa 'Kan?" Aku mengerjap. Tersadar akan lamunan. Dengan segera aku mengangguk untuk membalas pertanyaa
Baca selengkapnya
10. Mimpi
TULPA10. Mimpi“Kejora....” Aku menoleh. Suara Kelabu terdengar sangat menyenangkan. Ada apa dengan Kelabu? Apakah terjadi sesuatu dengannya? "Kejora...." Rintihan itu.... "Kelabu?" Aku memanggil. Coba mencari sosoknya. Saya sendiri dibuat bingung dengan suasana yang kini berada di sekelilingku. sebuah padang rumput, dengan beribu kunang-kunang yang berterbangan ke sana kemari. Angin kecil berhembus, bersamaan dengan suara Kelabu yang kembali terdengar. Seakan-akan angin yang telah mengantarkan suara Kelabu untukku melaluinya. "Kelabu?" Suaraku meninggi. Rasa takut dan bercampur menjadi satu. Aku mulai melangkah. Mengandalkan indera pendengarku, aku mencoba mencari sumber suara Kelabu. Kedua mataku menyipit. Mencoba dengan melihat sosok yang berbaring di sebuah pohon beringin yang berdiri kokoh beberapa meter di depanku. Siluet seseorang yang tengah menyandar di batang besar pohon itu. Entah mengapa, detak jantungku semakin cepat. Apa suara Kelabu yang berasal dari sana. Apakah
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status