Share

Bab 3

Author: Yeya
Bekas luka yang menemaniku selama tiga belas tahun tiba-tiba hilang.

Air mataku langsung mengalir.

Kubuka kembali buku harian itu. Di sana muncul kalimat baru, tulisannya miring dan tidak teratur, seolah-olah penulisnya tidak bertenaga.

[Citra, aku berhasil menyelamatkanmu.]

Setelah emosiku tenang, aku pun membalas.

[Itu memang seharusnya kamu lakukan.]

Kalau bukan karena rasa sukanya.

Kalau bukan karena cinta yang kelak akan dia khianati.

Aku tidak akan pernah diserang oleh Viona sampai akhirnya kehilangan organ terpenting seorang wanita.

Rendra di usia tiga puluh malah memiliki anak dengan wanita yang menghancurkanku dan menyakitiku sekali lagi.

Tulisan baru kembali muncul di buku harian itu. Tulisannya kurang jelas, seakan ditulis dengan penuh kesakitan.

[Citra, ada hal lain yang bisa kulakukan untukmu?]

Saat Rendra di usia tujuh belas menuliskan tanda tanya, aku segera membalas: [Sudah kubilang, pergilah dari hidupku.]

[Menghilanglah dari pandanganku. Jangan jadikan cintamu saat ini sebagai pisau yang akan melukaiku di masa depan.]

Dulu, saat semua orang menertawakanku karena tidak bisa mengandung, hanya Rendra yang menggenggam tanganku erat-erat, lalu berdiri di depanku, dan melindungiku dari semua cemoohan itu.

Sebab cintanya, aku tidak lagi takut pada hinaan apa pun.

Namun, ketika akhirnya dia melepaskan tanganku, lalu berdiri bersama mereka yang menghujatku, aku pun hancur seketika. Aku merasa putus asa, bahkan sempat ingin mengakhiri hidupku.

Bisa dibilang, sebesar apa cintanya padaku dulu, sebesar itulah sakit yang aku rasakan. Rasa sakit itu bahkan jauh lebih menyakitkan daripada tusukan pisau yang merusak rahimku.

Hatiku yang telah dia sakiti tidak akan bisa kembali seperti dulu.

Aku mendengar suara pena menggores kertas dengan kuat. Setiap huruf itu ditekan dengan kuat hingga hampir menembus lembaran kertas.

[Itu nggak mungkin!]

[Citra, kamu tahu nggak? Setiap kali pulang sekolah, kamu selalu berdiri di tiang ketiga dekat kelas sambil mendengarkan musik. Aku selalu sengaja menempuh jalan yang lima menit lebih lama, hanya untuk melihatmu sekali saja. Bisa melihatmu saja, aku sudah merasa bahagia.]

[Pernah suatu kali, aku dengar kamu sakit demam saat jam olahraga. Aku panik, lalu kabur keluar sekolah hanya untuk membeli obat untukmu. Aku nggak sanggup membiarkanmu menderita sedetik pun.]

[Dan .…]

Aku menyelanya: [Aku tahu. Semua itu aku tahu.]

[Pernah suatu saat aku datang bulan, kamu dengan wajah merah membelikan pembalut untukku.]

[Saat kamu tahu aku diganggu preman sekolah, kamu langsung menemui preman itu. Seminggu penuh kalian berdua menghilang. Saat dia muncul kembali, dia pincang karena kakinya patah dan terpaksa pindah sekolah, sedangkan kamu masuk rumah sakit karena kepalamu luka dan harus dirawat selama seminggu.]

Tidak ada balasan di buku harian itu hampir sepuluh detik. Setelah itu, muncul balasan lagi: [Kamu tahu semua itu? Gimana kamu bisa tahu?]

[Kalau begitu, kenapa kamu bilang aku akan mengkhianatimu?]

Rendra tidak menulis, tetapi aku tahu dia pasti sedang bergumam, 'Aku begitu mencintaimu, mana mungkin aku akan mengkhianatimu?'

Aku bisa membayangkan raut wajah Rendra di usia tujuh belas yang terkejut, bingung, dan tidak percaya.

[Aku tahu semua ini karena dirimu di masa depan sudah menceritakan semuanya. Kamu yang berusia tiga puluh tahun juga bilang kamu menyesal sudah melakukan semua ini.]

Rendra pernah bilang seharusnya dulu dia tidak menikahi wanita mandul seperti aku. Sebab menikahiku, dia menjalani lima tahun dengan penuh rasa malu.

Dia juga bilang seharusnya dia biarkan saja preman itu terus menggangguku. Terlalu cepat menolongku membuatku lupa berterima kasih dan malah berani melawannya.

Dia selalu menyombongkan pengorbanannya, lalu berbuat sesuka hati dalam pernikahan kami, sampai akhirnya dia memiliki anak dengan selingkuhan itu sekarang.

Air mataku jatuh di atas halaman buku harian. Tulisannya menjadi buram.

Aku khawatir akan merusak buku harian itu dan gagal mengubah masa lalu, jadi aku buru-buru mengusapnya. Namun, karena diusap terlalu keras, kertas itu robek dan terbelah menjadi dua.

Saat ketakutan, aku tiba-tiba melihat tempat aku berada berubah menjadi sebuah ruang rawat rumah sakit.

Di depanku ada seorang pemuda berusia tujuh belas tahun dengan perut berbalut perban tebal.

Wajahnya pucat, alisnya berkerut menahan sakit.

Rendra di usia tujuh belas menggenggam perban yang berlumuran darah dengan satu tangan, sementara tangan lain menulis dengan susah payah sambil bergumam keras.

[Citra, tenang saja. Aku akan melindungimu, aku nggak akan pernah menyakitimu.]

Ekspresinya begitu serius seolah sedang melakukan hal terpenting dalam hidupnya.

Saat menulis itu, Rendra seperti menyadari keberadaanku.

Tiba-tiba tangannya berhenti, lalu mendongak dan bertatapan denganku.

"Citra?" tanya Rendra.

Tatapannya jernihnya yang sudah lama hilang dari ingatanku, kini muncul kembali di hadapanku.

Bibirnya yang agak kering hendak mengucapkan sesuatu, tetapi tiba-tiba suara dering telepon yang mendesak berbunyi nyaring.

Aku melihat lagi ke sekeliling, kini aku kembali berada di rumah yang berantakan.

Itu karena Rendra di usia tiga puluh.

Nada dering tajam menusuk telinga.

Rendra di usia tiga puluh meneleponku, dia memberi perintah, "Cepat datang ke kafe depan kantor. Aku dan Vio mau bicara langsung denganmu."

Pada saat yang sama, muncul kalimat baru di buku harian.

[Percaya padaku, ya? Aku nggak akan pernah begitu.]

[Aku sangat menyukaimu sampai nyawaku pun bisa kuserahkan kalau kamu mau.]

Remaja yang sedang jatuh cinta selalu mengira sumpah manis adalah bunga mawar terindah.

Seolah bunga itu tidak akan pernah layu selama diberikan kepada orang yang dicinta.

Aku menggenggam erat pena di tangan, lalu menunduk.

Baiklah.

Kalau kamu masih tidak percaya, biarlah dirimu di usia tiga puluh yang memberitahumu sendiri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tak Lagi Berharap   Bab 8

    Viona berontak sekuat tenaga sambil berteriak histeris, "Rendra, kamu nggak bisa memperlakukanku seperti ini! Nggak boleh!""Dulu jelas-jelas kamu yang datang mencariku. Kamu bilang Citra mandul, menikahinya adalah kesalahan terbesar dalam hidupmu!""Kamu bilang selama aku bisa memberimu anak, kamu akan menikahiku. Kamu menipuku dengan janji manis!""Rendra, aku benci padamu! Aku benci!"Mendengar Viona membongkar semua rahasia, tatapan Rendra berubah menjadi kelam. Dia berteriak keras, "Tutup mulutnya!"Seorang pengawal segera menutup mulut Viona, sementara yang lain mengangkat kakinya. Dengan cepat, mereka menyeretnya keluar.Jeritan Viona perlahan menjauh, hingga akhirnya hilang sama sekali. Ekspresi Rendra berubah-ubah, dia berkata dengan canggung, "Citra, jangan percaya omongannya. Dia cuma mau merusak hubungan kita.""Sekarang aku sudah benar-benar menyingkirkannya. Nggak ada lagi yang bisa merusak hubungan kita.""Citra, ikut aku pulang, ya?" Rendra mengulurkan tangan, tatapann

  • Tak Lagi Berharap   Bab 7

    Aku menghapus semua kontak Rendra dari ponselku, lalu menyewa sebuah kamar.Sejak menikah dengannya, aku tidak pernah bekerja. Kini, bukan hal yang mudah bagiku untuk mencari pekerjaan.Untungnya, sahabatku punya perusahaan. Dia memberiku jabatan yang ringan. "Citra, kalau sudah di perusahaanku, kamu cukup kerja dengan tenang," ucap sahabatku.Dia melanjutkan, "Kalau ada yang berani mengganggumu, bilang saja, biar aku yang turun tangan."Setelah berkata begitu, dia menyodorkan segelas kopi hangat untukku. Senyumnya sangat tulus."Terima kasih," kataku.Dia tertawa, lalu berkata, "Kita sahabat, kamu nggak perlu begitu segan."Kupikir setelah perceraian, hidupku akhirnya bisa tenang. Namun, tidak kusangka, keesokan harinya, Viona justru datang mengamuk ke perusahaan sahabatku."Citra, dasar pembunuh! Kembalikan anakku!" teriak Viona.Rambut Viona berantakan, wajahnya pucat pasi, dia benar-benar terlihat seperti orang gila. Begitu melihatku, dia langsung melemparkan tas ke arahku.Aku tid

  • Tak Lagi Berharap   Bab 6

    Aku berusaha sekuat tenaga menarik koper dari genggaman Rendra.Namun, kekuatannya jauh lebih besar dariku. Bagaimanapun aku berusaha, koper itu tidak berpindah.Akhirnya aku melepaskannya begitu saja, lalu berbalik pergi.Rendra berjalan maju untuk menarik lenganku, lalu bertanya dengan tegas, "Kamu mau ke mana?""Rendra!" bentakku.Aku menepis tangannya dengan sekuat tenaga, lalu memelototinya dengan tajam. "Aku sudah bercerai denganmu seperti yang kamu mau. Mulai sekarang, kamu bisa hidup mesra dengan Viona. Nggak ada yang akan mengganggu kalian."Aku bertanya lagi, "Kamu masih mau apa dariku?"Ada seberkas rasa bersalah melintas di mata Rendra, membuat aura dominannya meredup.Ketika dia menatapku, tatapannya berubah lebih lembut. "Citra, bisakah kita duduk dan bicara baik-baik?" tanya Rendra."Maaf, aku nggak punya waktu," jawabku.Selesai berkata, aku pun berbalik pergi.Biarpun tanpa koper, aku tetap harus meninggalkan rumah yang sudah lama membuatku muak.Rendra mengejarku dan

  • Tak Lagi Berharap   Bab 5

    "Ka … kamu …."Rendra di usia tiga puluh terkejut menatap pemuda di hadapannya yang berwajah sama persis dengan dirinya, hanya saja lebih muda. Tubuhnya terpaku seolah disambar petir, tangannya bahkan tidak mampu menggenggam pisau.Pisau steik jatuh ke lantai dan menimbulkan dentang nyaring.Rendra terhuyung lalu terjatuh ke kursi. Wajahnya pucat, kedua mata kosong tidak berfokus.Di saat itu, Rendra di usia tujuh belas menoleh ke arahku, lalu tersenyum dan berkata, "Citra, sudah kubilang, aku akan melindungimu …."Sebelum dia sempat menyelesaikan kalimatnya, sosoknya perlahan menghilang seperti asap tipis.Aku juga merasa terkejut dan terpaku di tempat.Hanya Viona yang menjerit ketakutan, "Rendra! Tanganmu! Kenapa di telapak tanganmu ada bekas luka?"Suara itu seketika membuat Rendra di usia tiga puluh tersadar. Dia buru-buru menunduk, menatap telapak tangannya.Pupil Rendra mendadak mengecil karena kaget. Tubuhnya bergetar hebat, napasnya tercekat.Beberapa detik kemudian, dia mengg

  • Tak Lagi Berharap   Bab 4

    Setiba di kafe, aku melihat Rendra sedang menyuapi tar telur ke mulut Viona.Saat Viona melihatku, dia tersenyum seolah menantang. "Citra, lihatlah Rendra yang keras kepala ini, dia terus mau menyuapku," kata Viona."Awalnya aku mau pergi menemuimu sendiri, tapi sejak hamil, aku sulit bergerak. Jadi Rendra memintamu yang datang," lanjut Viona.Dia menambahkan lagi, "Ah, maaf ya, aku lupa kamu nggak pernah hamil, jadi mungkin kamu nggak tahu betapa sulitnya mengandung itu."Aku yang dulu pasti akan marah saat mendengar kalimat seperti itu.Namun, aku tidak lagi menghiraukannya sekarang.Aku menoleh ke Rendra, lalu bertanya dengan datar, "Ada urusan apa?"Rendra menyuapkan tar telur terakhir ke mulut Viona, lalu mengusap sudut bibirnya dengan lembut. Tatapannya penuh kasih sayang.Namun, ketika menoleh padaku, tatapan itu langsung berubah dingin. "Citra, mari kita bercerai," ujar Rendra. "Anak di kandungan Vio akan segera lahir. Sebagai ayah, aku nggak bisa membiarkan dia diejek oleh or

  • Tak Lagi Berharap   Bab 3

    Bekas luka yang menemaniku selama tiga belas tahun tiba-tiba hilang.Air mataku langsung mengalir.Kubuka kembali buku harian itu. Di sana muncul kalimat baru, tulisannya miring dan tidak teratur, seolah-olah penulisnya tidak bertenaga.[Citra, aku berhasil menyelamatkanmu.]Setelah emosiku tenang, aku pun membalas.[Itu memang seharusnya kamu lakukan.]Kalau bukan karena rasa sukanya.Kalau bukan karena cinta yang kelak akan dia khianati.Aku tidak akan pernah diserang oleh Viona sampai akhirnya kehilangan organ terpenting seorang wanita.Rendra di usia tiga puluh malah memiliki anak dengan wanita yang menghancurkanku dan menyakitiku sekali lagi.Tulisan baru kembali muncul di buku harian itu. Tulisannya kurang jelas, seakan ditulis dengan penuh kesakitan.[Citra, ada hal lain yang bisa kulakukan untukmu?]Saat Rendra di usia tujuh belas menuliskan tanda tanya, aku segera membalas: [Sudah kubilang, pergilah dari hidupku.][Menghilanglah dari pandanganku. Jangan jadikan cintamu saat in

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status