Teka-Teki yang Disembunyikan Istriku

Teka-Teki yang Disembunyikan Istriku

Oleh:  HERI_NAYALBIL  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
44Bab
32.4KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Sebagai istri, Lira memang pribadi yang cukup tertutup. Namun, aku merasa dia semakin menutup dirinya sejak Ibuku memutuskan tinggal bersama kami. Padahal, kulihat ibuku selalu baik padanya. Parahnya lagi, ada buku berisi pengeluaran yang tidak aku mengerti. Dia seakan bermain teka-teki denganku. Sebenarnya, apa yang terjadi? Memangnya, cinta dan uang bulanan dariku masih kurang?

Lihat lebih banyak
Teka-Teki yang Disembunyikan Istriku Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
44 Bab
Bab 1. Catatan
"Catatan apa ini? Kenapa mulainya bisa ngepas saat ibuku tinggal di rumah?" Aku bertanya sendirian sambil membaca buku tebal berwarna hijau yang tersimpan di laci meja.20 Januari 2022 Rp. 3.500.000;0020 Februari 2022 Rp. 3.500.000;0020 Maret 2022 Rp. 3.500.000;00Sampai Agustus nominal yang tertera itu sama, kenapa bisa sebanyak itu? Catatan apa yang ditulis Lira, istriku?Sederet pertanyaan muncul di dalam benak ini. Namun, memory yang berputar di kepala mengingatkan aku pada awal Januari 2022, dimana ibuku datang dari kampung dan sampai saat ini tinggal bersama kami.Namaku Aditya Abraham, memiliki seorang istri bernama Lira Aurora. Pernikahan kami dikaruniai seorang anak wanita, namanya Andara Abraham.Sekejap mataku terpanah dengan ditemukannya list yang ditulis oleh Lira. Kalau utang, dari mana dia membayarnya?Tepat pukul 17:15 WIB. Lira datang dengan membawa anakku dalam gendongannya. "Kamu sudah pulang dari kantor, Mas? Kok tumben?" Lira menurunkan Andara dari gendongannya
Baca selengkapnya
Bab 2. Bulek Marni
"Aku ingin kamu tahu dari mulut ibumu sendiri, Mas, tidak dari aku, yang perlu kamu ketahui, ucapan Ibu sangat menyayat hati," terang Lira membuatku semakin penasaran.Aku menggoyangkan bahunya seraya memaksa Lira bicara."Kamu tidak anggap aku sebagai suami?" "Kalau tidak menganggap suami, tentu aku dan Andara sudah pergi dari rumah ini, justru karena aku sayang sama kamu, tidak ingin merusak hubungan antara seorang anak dan ibunya, terlebih ibumu sudah menjadi janda sejak Januari lalu," tutur Lira membuatku terenyuh.Kemudian, tangan ini mencekal pergelangan tangannya. Lalu menyuruhnya berdiri dan mengajaknya keluar dari kamar. Ya, aku akan bawa Lira ke hadapan ibu. Biarkan masalah ini kami bicarakan bertiga.Aku anak lelaki satu-satunya, memang berkewajiban menafkahi ibu. Namun, tanggung jawab terhadap anak dan istriku adalah suatu prioritas."Kita mau ke mana, Mas?" tanya Lira sambil mencoba membanting tangannya dan melepaskan dari genggaman tangan ini."Kita ke kamar Ibu," jawab
Baca selengkapnya
Bab 3.
"Iya, aku, Bu. Kenapa dengan kedatanganku? Ada yang salah?" Aku mengukir senyuman supaya ibu tidak bisa berbohong pada anaknya."Nggak, Ibu kaget aja, soalnya lagi telepon Bulekmu, Nak," jawab ibu. "Sini duduk di sebelah Ibu," ajaknya sambil mengepakkan tangannya ke kursi.Akhirnya aku turuti kemauannya, duduk di teras bersama dengan ibu. Kemudian ia meletakkan tangan ini ke di atas telapak tangannya."Kamu dengar apa tadi, Sayang?" tanya ibu dengan mata menyorotiku penuh.Aku pun menatap wanita yang pernah melahirkan, menyusui dan merawat hingga besar. 'Kalau aku bicara padanya dan bilang dengar semuanya, maka tidak bisa mengetahui bahwa ibu ini tengah berbohong atau tidak,' batinku."Aku belum dengar semua, tadi hanya samar-samar, kalau boleh tahu, apa sih yang dibicarakan Ibu dengan Bulek?" tanyaku padanya. Adiknya ibu memang sangat dekat, ia selalu bertukar kabar. Aku pun seringnya transfer melalui rekening Bulek Marni."Oh, gitu, iya Ibu akan cerita semua ya, kamu dengarkan baik-
Baca selengkapnya
Bab 4
"Iya, Mas, semua ada sangkut pautnya, dan selama delapan bulan lamanya kamu tidak mengetahui hal ini," ucap Lira. "Maksud kamu? Ini ada kaitannya dengan catatan yang ada di buku tebal itu?" cecarku kini semakin penasaran. Tubuh ini juga berada dekat dengannya seraya tak ingin Lira menutupinya lagi."Iya, Mas, buku itu catatan utangku pada Ibu," jawab Lira dengan alis terangkat."Tapi utang apa?" cecarku masih belum bisa memahaminya.Lira menghela napas, tapi tiba-tiba ada yang mengetuk pintu. Tentu ibuku yang berada di balik pintu tersebut, siapa lagi? Kami tidak memiliki pembantu, kata ibu pemborosan kalau memakai asisten rumah tangga.Aku berteriak dan menyuruhnya masuk, ibu pun membuka pintunya dengan lebar, ia membawa Andara dalam gendongannya. Wajahnya dilipat sambil menghentakkan kaki ke arah kami berdua."Bangun nih, anak nangis nggak dengar, Lira, Lira, Ibu macam apa kamu, nggak gerak cepat!" celetuk ibu berkata amat kasar. Aku menghela napas sambil menelan ludah."Maaf, Bu."
Baca selengkapnya
Bab 5
Aku menghela napas lebih panjang, kemudian coba bicara dengan Mas Gani, berharap kakak iparku tenang dan tidak emosi dalam menyelesaikan masalah ini. "Mas, aku benar-benar nggak tahu dengan pekerjaan yang barusan Mas Gani sebut," ucapku saat masih tersambung dalam panggilan masuk. "Aku laki-laki, adikku yang paling kusayang, ibaratnya dia nikah muda aja aku izinkan karena berharap bahagia bersama kamu, Dit, tapi kenyataannya malah pahit. Kalau kamu nggak bisa bahagiain Lira, balikin baik-baik!" ketus Mas Gani. Aku takut kalau keluarganya sudah berkata seperti itu. Bukan takut menghadapinya, tapi takut kehilangan anak dan istriku. "Mas, kasih aku waktu untuk menyelesaikan ini semua, aku janji mulai besok Lira tidak akan bekerja lagi, aku pastikan itu, Mas," lirihku memohon. "Nggak yakin aku, Dit," jawabnya. Kemudian, sambungan telepon dimatikan begitu saja."Mas, halo, Mas," sapaku berharap tidak ditutup begitu saja. Namun, yang namanya saudara, pasti ikut sakit mendengar bahwa sa
Baca selengkapnya
Bab 6
Lira sontak menyerahkan Andara padaku, lalu beranjak menyergap tubuh sang papa. Ia memeluk erat sambil menangis. Aku menunduk seraya tak tahu lagi harus berbuat apa. Rintih dan tangis Lira yang pecah membuatku yakin hari ini adalah hari di mana yang kutakutkan terjadi."Kita pulang, Lira, Mas tahu air matamu itu air mata kesedihan," tutur Mas Gani sambil melirik ke arahku. Lagi-lagi aku merasa tersudut dengan apa yang terjadi."Maaf, ini kenapa ada tangisan segala ya? Di depan pintu pula, kalau tetangga lewat dikira ada tindakan kekerasan atau semacamnya, saya tidak suka. Kalau ada masalah tolong selesaikan, jangan bisanya nangis aja," ucap ibuku panjang lebar seraya tidak menyukai Lira."Bu, kok Bu Sani bicara seperti itu?" tanya papa mertua."Bu, tolong jaga sikap," pintaku."Pah, yang dikatakan Ibu benar, kita nggak pantas ngobrol di depan pintu, masuk yuk!" ajak Lira sambil melepaskan pelukannya. Lalu Lira dan papa melangkah ke ruang tamu.Aku melirik sebentar ke arah mereka, han
Baca selengkapnya
Bab 7
Setelah menunggu sekitar satu menit, ibuku muncul dengan membawa ponsel. Kemudian, ia mengusap layar ponselnya, dan memberikan pesan yang masih tersimpan di aplikasi berlogo gagang telepon.Aku membacanya lebih dulu, sebuah pesan singkat yang memaksa ibu untuk mentransfer uang yang telah ditransfer olehku.[Bu, Lira mohon balikin uangnya sekarang juga ya. Itu uang suamiku, Ibu nggak berhak minta-minta. Mas Adit adalah milikku.]Deg!Dada ini berdegup kencang. Namun, aku tidak percaya begitu saja, bisa saja pengirimannya bukan Lira. Aku melihat nomor yang sangat aku hapal, tapi ternyata itu benar kontak Lira, istriku. Rasa tak percaya membuat kepala ini spontan menggeleng-geleng."Coba lihat, Lira, ini kontak kamu, aku hapal betul nomormu," ucapku pada istri yang tengah menggandeng lengan ini.Dengan cepat telapak tangannya meraih ponsel yang aku pegang. Mata istriku seketika membulat dan kepalanya menunjukkan rasa tak percaya."Nggak, Mas. Aku nggak pernah kirim pesan itu," sanggah Li
Baca selengkapnya
Bab 8
Lira menyunggingkan senyuman di sela-sela air mata yang berjatuhan. Aku menghela napas dan ikut tersenyum sebagai kekuatan untuknya."Pergilah, Sayang, aku izinkan. Doakan suamimu ini menemukan titik terang masalah ini," ucapku sambil menghapus air matanya. Jari jemari ini berada di pipi kanan dan kirinya."Aku doakan selalu untukmu, Mas. Mungkin ini salah satu bumbu dari rumah tangga kita yang selama ini adem, semoga setelah dihujani masalah akan muncul pelangi yang indah," ungkap Lira membuatku terenyuh. Seorang guru TK, buruh cuci, dan guru ngaji selama delapan bulan, ternyata begitu sejuk kata-katanya, ia sangat dewasa menyikapi ini semua.Aku terharu memiliki seorang istri yang begitu ikhlas, ia sangat kuat menghadapi ini semua seorang diri, tanpa aku yang seharusnya sebagai penanggung jawab.Lira mengulurkan tangannya, ia meminta tangan ibu dan mengecupnya tanpa dendam. Ia tidak marah pada ibu, justru masih berusaha hormat padanya.Kemudian, Mas Gani membawa istri dan anakku. Se
Baca selengkapnya
Bab 9
"Ada apa? Tentang uang yang ditransfer? Sore ini Marni ke sini bersama Sekar mau jelasin katanya, udah kamu tunggu mereka datang. Sekar lagi hamil tua loh rela datang ke sini," timpal ibu malah membuat aku berdecak kesal."Bu, Ibu sudah cerita ke Bulek Marni?" tanyaku heran. Kenapa sih tiap ada masalah keluarga, selalu saja ibuku cerita pada adiknya. Padahal orang yang kita percayai belum tentu amanah. Lagi pula ini masalah keluarga, meskipun ia adiknya seharusnya ibu nggak perlu bercerita sampai detail."Ibu kan ceritanya ke dia, kami sudah nggak punya orang tua, jadi harus saling berbagi, melengkapi, saling bertukar pikiran kalau ada masalah. Kalau kamu kan anak tunggal, jadi kalau bisa ya yang akur dengan Sekar dan Soleh, Dit," seru ibuku.Aku hanya tersenyum pasrah, tidak lagi bicara dengannya masalah tuduhanku terhadap Sekar. Sebab, ini pasti percuma, ditambah lagi Bulek Marni mau datang ke kota hanya untuk menjelaskan. Pasti ibu merasa adiknya ini adalah orang baik."Memang yang
Baca selengkapnya
Bab 10
Lira minta uang cash? Aku rasa Bulek Marni hanya membual supaya ibu percaya, tapi aku harus bagaimana meyakinkan ibu?"Lira nggak mungkin minta uang itu lagi, tunai pula," sahutku padanya.Mata Sekar mendadak basah. Suara sesegukan terdengar dari mulutnya. Kemudian, ibuku menghampiri Sekar."Dit, lihat tuh, kamu menyakiti sepupumu yang tengah hamil," celetuk ibuku."Nyakitin apa, Bu? Aku hanya nggak percaya istriku minta uang itu, melalui Sekar pula," cetusku sambil menyorot wajah Sekar. Namun, ia menunduk sambil mengeluarkan air mata, lalu memeluk ibuku."Bude, aku merasa Mas Adit ini tengah menuduhku, bagaimana perasaan Bude jika dituduh?" Sekar menghela napas sambil menyingkirkan air matanya."Dit, kamu minta maaf sama Sekar ya, sudahlah Dit, kita sudahi masalah ini, Bulekmu telah mengakui bahwa dia transfer Sekar, tapi kan uangnya dikasih ke Lira. Ibu pun sudah mendapatkan gantinya ya kan?" Ibu memberikan solusi terakhir yaitu melupakan masalah ini.Namun, masalah ini sudah terlan
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status