Home / Romansa / Terapi Hasrat Dokter Bagas / Bab 9 — Pasien Kedua

Share

Bab 9 — Pasien Kedua

Author: Dark_Pen
last update Last Updated: 2025-11-04 13:27:57
Tok Tok Tok!

Lamunan Bagas buyar saat ketukan samar terdengar di pintu ruangan.

“Masuk,” katanya tegas. Bagas membenarkan posisi duduknya di atas sofa.

Pintu terbuka dan siluet tubuh seorang wanita nampak masuk ke dalam.

“Dok.” Itu Suster Mayra, ia tersenyum tipis sambil membungkuk rendah ke arah Bagas

“Bagaimana, Dok, sesi terapinya?” tanya Mayra sambil mengulum senyum di bibirnya.

“Lancar,” jawab Bagas singkat. Ia bangkit dan mendekat ke arah Suster Mayra.

“Suster,” katanya lembut sambil menatap dalam ke arah perempuan yang mengenakan seragam abu-abu tersebut.

“I-iya, Dok.” Mayra sedikit gugup karena pandangan Bagas tampak berbeda ke arahnya.

“Tadi… saat sesi terapi, apa suster mendengar sesuatu?”

“Hah! Ma-maksudnya, Dok?”

Bagas tersenyum. Ia hanya ingin memastikan jika Suster Mayra tidak mendengar apa-apa tadi selama sesi terapi berlangsung.

“Tidak, tidak ada. Lupakan saja.” Bagas kembali ke sofa.

“Memangnya ada apa tadi, Dok? Apa ada masalah saat sesi terapi?” Mayra na
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Terapi Hasrat Dokter Bagas   Bab 10 — Kabar Dari Tania

    Keesokan paginya, Bagas terbangun dengan kepala terasa berat dan rambut berantakan. Tidurnya semalam benar-benar tidak nyenyak — bayangan sesi terapi bersama Clara terus berputar di kepalanya, seolah enggan pergi.Jam dinding di kamarnya menunjukkan pukul sembilan pagi. Hari ini ia tak terlalu sibuk, sesi konseling bersama Helena baru dimulai setelah makan siang nanti.Bagas bangkit dan berdiri di depan cermin panjang yang menempel di dinding. Bukan untuk memeriksa dirinya, melainkan menatap foto kecil yang masih terpajang di sana — foto Tania. Dulu, ia menempelkan foto itu agar setiap kali bangun tidur, wajah Tania-lah yang pertama kali ia lihat. Entah kenapa, hingga kini foto itu masih tetap di sana.Kadang, Bagas tak mengerti dengan perasaannya sendiri. Di satu sisi, ia membenci wanita itu — wanita yang telah membuat hidupnya berantakan. Tapi di sisi lain, ia masih sering merindukan senyumnya. Senyum yang dulu mampu membuat segalanya terasa lebih ringan, hanya dengan sekali tatap.

  • Terapi Hasrat Dokter Bagas   Bab 9 — Pasien Kedua

    Tok Tok Tok! Lamunan Bagas buyar saat ketukan samar terdengar di pintu ruangan. “Masuk,” katanya tegas. Bagas membenarkan posisi duduknya di atas sofa. Pintu terbuka dan siluet tubuh seorang wanita nampak masuk ke dalam. “Dok.” Itu Suster Mayra, ia tersenyum tipis sambil membungkuk rendah ke arah Bagas “Bagaimana, Dok, sesi terapinya?” tanya Mayra sambil mengulum senyum di bibirnya. “Lancar,” jawab Bagas singkat. Ia bangkit dan mendekat ke arah Suster Mayra. “Suster,” katanya lembut sambil menatap dalam ke arah perempuan yang mengenakan seragam abu-abu tersebut. “I-iya, Dok.” Mayra sedikit gugup karena pandangan Bagas tampak berbeda ke arahnya. “Tadi… saat sesi terapi, apa suster mendengar sesuatu?” “Hah! Ma-maksudnya, Dok?” Bagas tersenyum. Ia hanya ingin memastikan jika Suster Mayra tidak mendengar apa-apa tadi selama sesi terapi berlangsung. “Tidak, tidak ada. Lupakan saja.” Bagas kembali ke sofa. “Memangnya ada apa tadi, Dok? Apa ada masalah saat sesi terapi?” Mayra na

  • Terapi Hasrat Dokter Bagas   Bab 8 — Gairah Bagas

    “Ugh!” Lenguhan dan desahan mulai keluar dari bibir Clara saat batas moral di dalam diri Bagas mulai kabur. Lelaki itu menjadi liar, ia mengecup, mencumbu dan memainkan dua bukit cinta dengan begitu bergairah. “Ahh! Dok!” Clara menjambak lembut rambut Bagas, menahan kepala Bagas ke bawah hingga dokter muda itu hampir sesak dengan dua bukit yang kini menghimpitnya. “Shh! Terus Dok!” Tangan Clara mulai bermain—melepas satu persatu kancing kemeja biru muda yang Bagas kenakan. Tangannya yang lembut mulai menelusup kedalam, membelai bulu halus yang tumbuh di sepanjang dada lelaki itu yang bidang. Bahkan dua ujung kecil dada Bagas tidak luput dari sentuhan Clara. Ia membelai, bahkan sesekali mendekatkan wajahnya dan memainkan lidah mungilnya di sana. Bagas benar-benar sudah tidak tahan lagi. Batas moral yang sedari tadi mulai menipis akhirnya hilang sepenuhnya. Clara tersentak saat Bagas mengangkat dan mendekap tubuhnya. Lalu akhirnya dia tersenyum — kini, Bagas mulai menggendong dir

  • Terapi Hasrat Dokter Bagas   Bab 7 — Malam Bergelora

    Malam itu, di bawah rinai gerimis yang menari di atas aspal basah, Bagas memacu mobilnya menembus lengangnya kota menuju klinik. Begitu turun dari sedan putihnya, ia menghela napas panjang. Pandangannya terhenti pada pintu kaca di depannya—dingin, berembun, dan seolah menyimpan sesuatu yang membuat kelelakiannya selalu diuji. Hari ini terlalu banyak kejadian yang membuat jantungnya bekerja lebih cepat dari biasanya. Terlebih kejadian dengan Madame Renata tadi siang—bayangan wanita itu masih menari-nari di kepalanya, membuat setiap langkah menuju klinik terasa semakin berat—dan berdebar. “Halo, Dok.” Suara lembut seorang wanita langsung menyambutnya. “Suster Mayra? anda masih di klinik?” “Iya, Dok. Tadi kata Madame Renata, dokter ada sesi konseling malam. Jadi saya disuruh menemani dokter disini,” jawabnya pelan sambil tersenyum tipis. “Oh begitu ya?” Bagas mengangguk pelan. “Baiklah, saya ke atas dulu. Nanti kalau Bu Clara sudah datang, suruh naik ke ruangan saya.” “Baik

  • Terapi Hasrat Dokter Bagas   Bab 6 — Sentuhan Pertama

    Renata berjalan pelan mendekati Bagas. Kemeja transparannya kini telah seutuhnya terbuka. Bagas terus mundur perlahan, hingga ia terhenti saat punggungnya menyentuh dinding. “Kenapa Bagas? Kenapa gugup begitu?” Renata tersenyum seraya melepas kemeja yang masih tersangkut di bahunya. Tidak ada lagi bahasa formal. Kini semua kata yang keluar dari bibir Renata terdengar sangat menggoda. Bagas menelan ludah, ia tidak menyangka akan seperti ini. Matanya membesar menatap payudara besar yang masih dibalut bra ungu tua. “Kenapa, Bagas? Kau tertarik bukan?” Kini Renata tepat di depannya—melingkarkan tangannya di leher Bagas. Pandangan Bagas tidak bisa lepas dari lekuk tubuh Renata bagian atas yang nyaris telanjang. Tidak bisa di pungkiri, di umurnya yang sudah mendekati kepala 4, Renata masih memiliki tubuh yang begitu menggoda. Bagas semakin gugup, ia melihat Renata menjilat bibirnya sendiri. Tatapannya terasa seperti tatapan macan yang siap menerkam mangsa di depannya. “Jadi, kau ingin

  • Terapi Hasrat Dokter Bagas   Bab 5 — Gairah Kembali Lahir

    Bibir mereka berdua mulai bertautan lembut. Namun Bagas masih terlihat pasif, ia masih mencoba mencerna semua ini. Tapi tidak dengan Clara. Ia mendekap lembut pinggang Bagas menarik ke arah dirinya. Bagas dapat merasakan benda kenyal di dadanya yang terhimpit. Nafas Clara semakin menggebu. Bahkan kini ia mulai melepas kancing kemeja Bagas satu persatu. Tangannya menelusup ke dalam—mengelus lembut dada bidang pria itu. Darah Bagas langsung mendesir merasakan sentuhan hangat yang kini mulai membangkitkan gairahnya. Ia mulai terbawa suasana, hingga tangannya kini ikut terangkat melingkar di pinggang Clara. Bagas mulai merasakan sesuatu, selalu sisi yang sempat mati dalam dirinya kini mulai hidup kembali. Namun lagi-lagi, gelar Dokter yang ia sandang seakan berbisik. “Ini salah.” Logika dan gairahnya mulai bertarung membuat Bagas mempertanyakan tentang siapa dirinya sendiri. Sementara Clara, semakin lama semakin liar. Bagian atas kemejanya telah terbuka memperlihatkan bahu put

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status