Revan memarkir mobilnya dengan sembarangan ketika sudah sampai didepan rumah sakit, dia bahkan meninggalkan mobilnya masih lengkap dengan kuncinya. Dia langsung turun dan segera berlari kedalam rumah sakit, meninggalkan mobilnya dengan pintu yang terbuka."Dimana pasien atas nama Kinara Larasati?." tanya Revan dengan terburu-buru, nafasnya memburu karena dia berlari sejak tadi."Nyonya Kinara ada di ruang observasi ibu hamil, disebelah sana!." petugas front office memberikan arah pada Revan. Revan segera berlari, jantungnya berdegup sangat kencang, ada ketakutan menyergapnya.Seseorang menelpon Revan ketika dia sedang meeting, mengabarkan bahwa Rara terjatuh di supermarket dan sedang dibawa oleh ambulance ke rumah sakit. Revan seketika menghentikan rapatnya dan menuju ke rumah sakit.Ruang Observasi Ibu Hamil. Revan membaca papan petunjuk didepan pintu, Revan segera masuk dan melihat seorang perawat."Pasien atas nama Kinara Larasati, apakah istri saya ada disini?." tanyanya dengan ce
"Marsya mengaku dia hamil anak Revan,." kata Revan membuat kedua orang tuanya terkejut."Revan yakin, Marsya menyuruh ibunya untuk meneror Rara. Wanita itu sengaja mendatangi Rara dan mengatakan kehamilan anaknya!." kata Revan terlihat marah."Revan, tunggu...apa maksud kamu?. Sekretaris kamu hamil, apa itu anakmu?." tanya papanya tak percaya."Enggak pa, itu bukan anak Revan!." sanggah Revan cepat."Kamu yakin?." tanya papanya lagi. Tentu saja dia ikut merasa cemas.Mama Revan tampak sedih dan meneteskan air mata. Dia bisa membayangkan bagaimana perasaan Rara."Revan yakin, Pa. Revan bahkan menantang Marsya untuk tes DNa, tapi dia tidak mau.""Dia ingin Revan menikahi dia, setelah dia melahirkan baru dia bersedia tes DNa...""Tapi, Revan yakin kalau itu hanya akal-akalan Marsya saja, Pa!.""Dia mau menjebak Revan." kata Revan panjang lebar.Papa Revan membetulkan letak kacamatanya. Dengan bijaksana dia bertanya pada Revan."Jika dia anak kamu, bagaimana?.""Kamu berani bertindak, kam
"Aku mendengar kamu tidak jadi menikah. Dan itu kabar baik buatku."Rara melihat mata Revan yang menatapnya lebih dalam, seolah sedang menyelami perasaan Rara."Aku tergila-gila padamu, Ra!. Perasaanku tidak pernah bisa hilang sejak kita masih kecil!.""Jadi, ketika kamu putus dengan tunanganmu, aku berusaha mencari cara untuk mendekatimu!.""Aku mulai meninggalkan semua kehidupan malamku, termasuk Marsya.""Aku berhenti ke club, aku berhenti mencari wanita-wanita diluar sana, dan aku berhenti menemui Marsya.""Kami hanya bertemu di kantor!."Rara berusaha merangkai penjelasan Revan. Itu artinya sudah cukup lama Revan dan Marsya tidak bertemu."Kapan terakhir kali kamu menemui Marsya secara pribadi?. Apakah di apartemennya?." tanya Rara karna mengingat jas Revan yang tertinggal disana.Suami Rara itu terlihat menghembuskan nafas panjang."Sebulan sebelum aku bertemu denganmu, itu terakhir kali aku menemuinya di apartemennya." jawab Revan."Tapi kami hanya bicara, kami tidak melakukan
Rara akhirnya sudah diperbolehkan pulang oleh dokter, dengan catatan dia harus beristirahat total di rumah.Sepulang dari rumah sakit, Revan segera membawa Rara ke rumah baru mereka yang terletak di kawasan perumahan elit tengah kota."Van, aku bisa jalan sendiri!." protes Rara ketika Revan menggendongnya saat turun dari mobil."Dokter bilang kamu gak boleh banyak bergerak dulu, sayang!.""Itu artinya kamu harus digendong!." kata Revan lembut.Rara mencebikkan bibirnya, mau tak mau dia mengalungkan tangannya ke leher suaminya."Bawa barang-barang kami ke atas ya, bik!." kata Revan pada wanita paruh baya yang merupakan asisten rumah tangga."Baik, den!." jawabnya.Revan lalu membawa Rara ke lantai atas, ke kamar mereka. Rara memperhatikan sekeliling rumah itu, namun tidak semuanya bisa dia lihat."Sekarang istirahat dulu ya, besok aku akan membawamu melihat-lihat rumah kita!." kata Revan lembut ketika memperhatikan Rara mengedarkan pandangannya.Rara hanya terdiam, dia tidak menjawab u
"Lepas, Van!. Sakitt!." Marsya menarik tangan Revan yang tengah mencengkram rahangnya.Revan melepaskan wajah Marsya dengan kasar membuat wanita itu terhuyung dan nyaris terjatuh."Revan!. Kau bisa mencelakai anak kita!." protes Marsya dengan suara yang sedikit keras. Dia berani membentak Revan karena percaya diri kalau anak yang tengah dikandungnya adalah milik Revan."Anakku?. Benarkah?." ejek Revan sambil memindai Marsya dari atas sampai bawah."Marsya...Marsya...aku tidak percaya ternyata aku membesarkan ular selama ini!." kata Revan sambil mengambil minuman dari meja bar dan meneguknya.Marsya yang mendengar ejekan Revan hanya mengernyitkan keningnya."Kupikir selama ini kamu adalah wanita yang polos, Sya!. Dan aku sangat merasa bersalah karenanya!.""Bersalah karena sudah meniduri wanita polos dan lugu sepertimu..." Revan duduk di meja bar sambil menggoyang gelasnya, matanya memperhatikan Marsya yang masih berdiri ditempatnya."Ternyata aku salah, kamu ternyata adalah seorang pe
"Sepertinya wanita ini putus asa, Bastian. Hingga dia memerlukan pertolonganmu untuk menghamilinya!.""Dan dia melakukannya agar bisa menekanku untuk bertanggung jawab padanya!." Revan melihat Bastian yang tengah menatap tajam pada Marsya. Rahang laki-laki itu mengeras karena marah pada wanita didepannya."Apa itu benar, Sya!. Kamu memperalatku?." tanya Bastian, sedangkan Marsya menggeleng lemah."Katakan, Sya!. Apa benar Bastian adalah ayah bayimu?." tantang Revan."Bukankah kamu tidak ingin hamil dan melahirkan tanpa seorang suami?.""Aku tidak mungkin bertanggung jawab, karena aku tidak menghamilimu!.""Jadi, sekarang Bastian adalah satu-satunya kesempatanmu, Sya!.""Ayah kandung anakmu ada didepanmu, apa kamu tidak mau menyuruhnya bertanggung jawab?." Sindir Revan.Marsya terdiam, air matanya masih mengalir membasahi pipinya. Dia tidak menyangka kalau jebakannya pada Revan tidak berhasil. Dia tidak pernah tahu kalau laki-laki itu memutus jalur spe*manya."Bas...aku..." Marsya tida
Rara hanya tersenyum, sejak kandasnya pertunangannya dengan Nathan, Rara memang tidak suka jika harus menghadiri acara-acara yang melibatkan banyak orang, terutama orang-orang yang dikenalnya. Seperti saat ini. Di tangannya ada undangan pernikahan dari teman SD-nya. Sudah pasti acara ini akan menjadi acara reuni dadakan."Ra...kamu harus move on, kamu harus bisa melanjutkan hidup kamu, Ra." kata Fina sedih sambil melihat ke arah Rara.Rara terdiam, matanya mengembun mendengar kata-kata Fina. Rara juga inginnya begitu, bisa mengikhlaskan tulisan hidupnya yang tak berjalan dengan baik. Namun hatinya masih terasa sakit dan pedih. Nathan, laki-laki itu tega memutuskan pertunangan mereka tanpa alasan yang jelas, membuat persiapan pernikahan mereka yang hampir selesai, harus berhenti begitu saja. Dan yang lebih menyakitkan, hanya berselang sebulan dari laki-laki itu memutuskan pertunangan mereka, terdengar kabar bahwa Nathan menikahi wanita lain di kota tempatnya bekerja.Rara yang syok di
"Hei, lepaskan tanganmu!" kata Revan marah dan menghempaskan tangan Nathan dari lengan Rara.Nathan terkejut dengan kehadiran Revan, dia tidak pernah melihat Revan sebelumnya."Kamu gak papa, Ra?." tanya Revan cemas sambil memeriksa tangan Rara.Rara menggeleng lalu bersembunyi dibalik tubuh Revan.Nathan terlihat kesal, perhatian Revan pada Rara sedikit mengganggu hatinya, padahal Nathan sudah menikah."Siapa kamu, tidak usah ikut campur urusan kami!" kata Nathan kasar.Revan tersenyum mengejek."Hei, Bung. Apa perlu saya panggilkan istri anda agar dia melihat suaminya sedang mengganggu wanita lain?" sindir Revan."Sialan kamu!" Nathan hendak mengulurkan tangannya membogem Revan namun Revan lebih dulu menghindar."Nathan!" Rara memekik. "Jadi, ini pacar baru kamu, Ra?" tanya Nathan sambil memandang Revan dari atas ke bawah."Hati-hati, Ra, laki-laki seperti dia pasti banyak main sama wanita." kata Nathan meremehkan Revan, padahal dia sendiri sudah mengkhianati Rara.Rara mengabaikan