Thirty Days

Thirty Days

Oleh:  Maulana Hani  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
50Bab
1.3KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Nohan benci sekolah, apalagi saat bel istirahat berbunyi. Seolah saat itu dunianya pindah seketika ke neraka. Mereka akan datang, dan melakukan perundungan terhadapnya. Nohan bahkan mulai membenci semua orang, kala ia melapor pada guru, dan ibunya yang sama sekali tak percaya bahwa ia mengalami perundungan, bahkan ibu Nohan mengatakan kalau Nohan hanya berhalusinasi. Sampai suatu hari, sosok dengan jubah hitam datang di tengah derasnya hujan malam. Ia membawa Nohan pergi dari rumahnya, sosok itu juga percaya akan apa yang diceritakan Nohan padanya. *** "Kau harus bisa melenyapkan mereka semua dalam waktu tiga puluh hari, atau jika tidak kau akan kehilangan dirimu sendiri!"

Lihat lebih banyak
Thirty Days Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
50 Bab
Prolog
"Kau tahu apa? Kita bahkan belum mengeceknya!""Aku tahu kau sudah disuntik oleh Mr. Pram, jadi bertingkah seolah kau baik-baik saja!" balas seorang perempuan sembari membawa bayi lelaki, yang terlelap damai. "Lalu apa maumu?" tanya si lelaki dengan wajah frustrasi. "Kita bercerai!"Si lelaki membuat frustrasi mendengar penuturan perempuan di hadapannya. "Semudah itu?""Kau apa? Aku juga sudah menyiapkannya matang-matang, dan inilah yang terbaik! Aku tidak bisa mengorbankan Nohan untuk dekat dengan pikirmu!"Si lelaki mencoba mendekat pada perempuan barusan. "Berhenti! Kau bukan disuntik seperti biasanya! Kau disuntik darah HIV, jadi kumohon pergi dari sini, dan jangan pernah mencoba mendekati Nohan!"Malam itu si lelaki pada akhirnya mengalah, memutuskan untuk pergi dari rumah. Meninggalkan istri dan anaknya. Bertahun-tahun berlalu, si bayi lelaki telah tumbuh jadi remaja lelaki. Buhhh...Seorang remaja lelaki yang tengah berjalan menuju kantin, tiba-tiba saja ditonjok oleh ses
Baca selengkapnya
Why Mom?
Nohan mendongak, menatap sosok Rokan yang menatapnya datar dibalik kaca mata kotaknya. Nohan berdehem pelan, dan segera bangkit dari kursinya. Nohan memutuskan untuk ke toilet lebih dulu, ia akan membersihkan dirinya. Atau sebelum Jio datang menyeretnya, yang sudah Nohan duga menuju belakang perpustakaan. Kini Nohan didudukkan paksa di kursi kayu, tangannya diikat ke belakang. Ray dan Ren yang mengikatnya, sementara Jay dan Jio terlihat tersenyum puas menatapnya. "Kau mau ke toilet, Ansos?" tanya Jio sarkas, "Kuputuskan memanggilnya Ansos!" lanjutnya seolah melihat tatapan penuh tanya kawan-kawannya. "Jawab, Ansos!" tegas Ray, dan berikutnya ia memukul kepala Nohan dengan tangannya. Plakkk..."Rasakan itu!" lanjutnya tertawa jahat. Ren kini melangkah ke depan Nohan, dan berikutnya tanpa pernah Nohan duga. Ia disiram soda berwarna oranye, Nohan yakin noda ini akan sulit hilang di seragamnya. Byurrr...Aku bersumpah, aku membenci kalian. Batin Nohan sembari menundukkan kepala, i
Baca selengkapnya
Rumah Sakit
Nohan terbangun di rumah sakit, kondisinya sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Tangan kirinya masih diinfus, dan wajahnya tentu masih lebam membiru. Nohan menatap langit-langit rumah sakit, terdiam cukup lama. Sampai sebuah suara membuatnya menoleh, dan tersenyum melihat siapa yang datang. "Kenapa, Nohan? Kau buat masalah lagi?"Senyum di wajah Nohan lenyap seketika. Ibu yang dikira akan mendukungnya justru bertanya demikian, mendadak Nohan merasa ia memang seharusnya tidak dilahirkan ke dunia. Entah mengapa Nohan merasa ia sendiri di dunia, bahkan tiap kali Nohan mengatakan bahwa ia dirundung oleh teman-temannya. Ibunya tak percaya, seolah semua yang dikatakan Nohan hanyalah khayalannya saja. "Ibu tidak percaya padaku? Aku begini karena... ""Perundung?" potong Ibu Nohan menatap lelah Nohan. Nohan menganga tak percaya, kurang bukti apalagi? Apa mungkin Nohan harus lompat dari gedung dulu, baru ibunya mau percaya? "Sudah ibu bilang berapa kali, Nohan? Tidak ada yang namanya
Baca selengkapnya
Teman?
Tepat pukul delapan malam, Nasai dipanggil oleh ayahnya untuk kembali ke ruang rawat. Sungguh Nohan iri padanya, Nohan ingin punya Ayah juga. Apalagi melihat bagaimana baiknya Ayah Nasai. Nohan masih duduk di bangku taman, ia menatap sekeliling yang mulai sunyi. Ya tadi Nohan melihat ruang rawat yang tak jauh dari taman, dipenuhi siswa-siswa berseragam SMA. Sepertinya mereka menjenguk salah satu teman mereka. Menyenangkan ya punya teman, ketika kau sakit mereka akan menjengukmu, ketika kau tidak berada di sekitar mereka, mereka akan mencarimu, menanyakan kabarmu. Ya andai saja teman Nohan seperti itu. Nohan pernah punya seseorang yang disebut teman, tepat sebelum seseorang itu menunjukkan siapa dirinya sebenarnya. Yang nyatanya tak jauh beda dari Jay dan gengnya. Nyatanya Nohan tidak pernah benar-benar punya teman. Nohan kini terkekeh mengingat kembali masa-masa mengerikan itu, meski tak jauh lebih mengerikan dari masa sekarang. Selain teman, Nohan juga merasa ia iri pada semu
Baca selengkapnya
Jalanan Sepi
Nohan merogoh saku pakaiannya, dan tersenyum lebar kala ternyata uang dua lembar yang diberikan sang Ibu ada di sana. "Aku akan membelinya, dan setelah itu kembali ke sini!" monolognya sembari tersenyum lebar memandangi toko alat tulis di seberang. Nohan berjalan sembari menyeret tiang penyangga infusnya, susah sebenarnya apalagi jalanannya tak semulus lantai rumah sakit--ada beberapa kerikil kecil yang membuat Nohan harus mengangkat tiang penyangga infusnya. "Selamat malam, Nak!" seorang satpam menyapa Nohan dengan ramah. Mendadak Nohan terdiam, wajahnya menjadi datar seketika. "Malam!" saut Nohan sekenanya. "Kau hendak pergi kemana, Nak?" tanya satpam rumah sakit itu ramah. Nohan hanya diam, entahlah ia tahu semua manusia tidak bisa disamaratakan, tapi Nohan sudah terlanjur menanam kebencian pada setiap sosok yang mirip dengannya tanpa ia sadari. Nohan berdehem pelan, berusaha meredakkan tenggorokannya yang tiba-tiba terasa gatal. Sungguh, Nohan sebetulnya tak ingin menimpal
Baca selengkapnya
Hal Tak Tertulis
Nohan tidak pingsan, nyatanya memang langit yang menggelap. Mengusir rembulan dan bintang-bintang, yang sebelumnya menggantung di sana. Jeduarr...Suara kilat menyambar, cahayanya menyerang terang tepat di hadapan Nohan. "Lelaki harus kuat apapun yang terjadi!" mendadak Nohan teringat kata-kata Mr. Henry, guru olahraga nyentrik di sekolahnya. Kau lelaki atau bukan, Nohan. Ayo bangun, kau harus bangun. Dan buang saja pulpen-pulpen itu, kau tak membutuhkannya, tinggalkan saja selembar uang itu. Lupakan semuanya, Nohan. Berlarilah, tinggalkan dunia mengerikan ini, Nohan. Suara di kepala Nohan kembali terdengar, otak Nohan seolah memberikan ide agar Nohan terbebas dari kelamnya hidup. Bangun, Nohan. Kembalilah ke rumah sakit, tidurlah. Hari sudah semakin larut. Hati Nohan bersuara, seolah mengajaknya untuk tertidur. Dan bermimpi, yang meski dalam mimpipun Nohan tak dapat ketenangan. Bayangan masa lalu itu melebur menjadi satu kisah bersama kejadian tahun-tahun ini. Semua mimpi Nohan
Baca selengkapnya
Seorang Ansos?
Pagi ini Nohan terbangun di rumah sakit lagi, semalam Mr. Henry langsung mengantarnya kembali ke rumah sakit. Nohan terdiam, mengamati sekeliling. Dan tatapannya terjatuh di tangan kirinya yang kembali dililit selang infus, mendadak Nohan teringat kejadian semalam. Saat dengan tak punya hatinya, Ray menginjak-injak kantung infusnya hingga isinya muncrat kemana-mana. Ia benci mengingat hal mengerikan itu, tetapi tentu saja Nohan tak bisa melupakannya begitu saja. Nohan mengepalkan tangannya kuat-kuat, dan kepalan di tangannya melemah. Saat tatapannya jatuh ke meja sebelah brankar, di mana tiga pulpen tergeletak di atas buku harian bersampul hitam--yang diberikan Nasai padanya. Nohan tak tersenyum, wajahnya lempeng saja. Ia bangkit dari posisi berbaringnya, dan tangannya berusaha menggapai buku dan juga pulpen. "Aku tidak tahu kalau kau semalam pergi dari sini, Nohan! Kukira kau tertidur lantaran ruang rawatmu terlihat sepi dan senyap," suara seseorang di depan pintu membuat Nohan
Baca selengkapnya
Para Monster
Nohan diam saja, ia tahu siapa yang memanggilnya. Tentu saja suara keras bernada menghina itu milik Jay si ketua geng perundung. Nohan hanya diam, ia tak berniat menyauti atau sekadar melihat wajah Jay. "Si ansos ini pasti merasa senang sekarang!" ini suara mengejek milik Jio. Entah mengapa diantara keempat orang yang merundungnya, Nohan paling membenci Jio. Tapi tentu bukan berarti Nohan membenci Jay, Ray, dan Ren sedikit. Ia membenci mereka dengan kadar yang sudah melebihi kebenciannya. Nohan benci mereka berempat, ia juga benci semua yang hanya menonton ketika ia dirundung, ia benci semua hal yang ada di dunia ini. Bahkan mungkin tanpa sadar Nohan juga membenci dirinya sendiri. Sungguh, Nohan yang malang. "Semuanya boleh pulang! Hari ini guru-guru rapat!" suara Jay kembali terdengar, membuat kelas menjadi ramai seketika. Siswa-siswa segera merapikan buku-buku mereka, memasukkannya ke tas dengan terburu-buru. "DIAM! DAN SEGERALAH KELUAR!" teriak Ren menggelegar, semuanya t
Baca selengkapnya
Keanehan
"Kau belum pulang, Nak?" tanya seseorang barusan, yang ternyata adalah Mr. Jusuf. Nohan hanya menundukkan kepalanya. Kemudian Mr. Jusuf terbelalak, menyadari Nohan basah kuyup, dan aroma tak sedap mengitari muridnya itu. "Sesuatu terjadi padamu, Nak?" tanya Mr. Jusuf khawatir. Nohan berdehem pelan, dan berusaha tersenyum walau sebetulnya hatinya benar-benar tak ingin tersenyum. "Tadi aku tak sengaja menyenggol ember yang berisi air untuk mengepel, Mr. Jusuf. Dan ya akhirnya aku terpeleset airnya mengguyurku," jelas Nohan berusaha berbohong sebaik mungkin. Satpam yang berdiri di belakang Nohan menganggukkan kepala, berusaha meyakinkan Mr. Jusuf yang juga menatapnya. Mr. Jusuf pun akhirnya percaya. "Nohan! Karena kau sudah basah kuyup, kau boleh pulang! Tadinya aku hendak berbicara denganmu, tapi sepertinya bukan waktu yang tepat," kata Mr. Jusuf tersenyum ramah penuh perhatian. Nohan menganggukkan kepala sebagai respon. "Kalau begitu aku permisi! Dan selamat pulang, Nak! Hati
Baca selengkapnya
Bus
Tuhan, apa aku bahkan tidak boleh dikenal dengan namaku? Namaku Nohan bukan Ansos ataupun pecundang. Batin Nohan mendesis, menyadari tatapan menyeringai tiga remaja lelaki di hadapannya. "Ya Tuhan, sepertinya menyenangkan mengajaknya bermain!" saut salah satu dari remaja lelaki barusan, yang ini rambutnya cepak rapi, hanya saja pakaiannya sudah acak-acakkan. Sudah keluar dari celananya. Kemejanya bahkan sudah terlepas kancingnya, menampilkan kaos hitam di dalamnya.Berani-beraninya kau membawa nama Tuhan, disaat kau akan menyakiti makhluk ciptaan-Nya. Batin Nohan mendesis. "Kau tidak lihat dia basah kuyup begitu? Kasihan kalau kita mengajaknya bermain, eh apa tadi di luar hujan?" saut sosok dengan hoodie abu-abu, rambutnya sudah agak menutupi telinga. Ketiga manusia itu tertawa terbahak-bahak, seolah menertawakan Nohan dan kemalangannya adalah suatu hal yang membahagiakan. "Mungkin saja! Bukankah setiap hari adalah hujan baginya?" saut sosok dengan jaket hitam, rambutnya cepak bah
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status