Ketika Ibuku Menikah Lagi

Ketika Ibuku Menikah Lagi

Oleh:  Siska_ayu  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
3 Peringkat
70Bab
12.6KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Rindu, seorang anak yang mengalami banyak cobaan sejak ayahnya pergi meninggalkan dirinya. Juga setelah sang ibu memutuskan untuk menikah lagi. Berbagai kejadian pahit ia alami hingga ia menemukan orang yang mengubah seluruh kehidupannya.

Lihat lebih banyak
Ketika Ibuku Menikah Lagi Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
default avatar
Nur Aima
cerita yang sangat menarik dan menyentuh, setiap membaca kisah ini menguras emosi ...
2023-07-08 23:27:21
0
user avatar
Neno Kita
bacaannya sangat bagus,pokok nya top
2023-05-15 16:21:14
0
user avatar
Elin land
ceritanya sangat bagus Skali, aku di buat nangis Bombay hehe
2023-03-16 21:30:27
0
70 Bab
Bab 1
"Astaghfirullah." Aku langsung menutup kembali pintu yang baru saja kubuka. Dengan hati berdebar dan tubuh yang sedikit gemetar aku duduk di sebuah kursi kayu usang yang ada di teras rumahku.Baru saja pulang sekolah, aku sudah melihat pemandangan yang sangat menj*j*kan. Ibuku sedang bermesraan dengan Om Haryo, lelaki yang beberapa bulan terakhir ini sering berkunjung ke rumahku.Namaku Rindu. Usiaku memang baru menginjak 12 tahun. Akan tetapi aku tahu apa yang dilakukan oleh ibuku itu perbuatan dosa dan terlarang.CeklekPerlahan pintu itu kembali terbuka. Sesaat kemudian Om Haryo keluar dari rumahku dengan senyum yang mengembang."Aku pulang dulu, ya," ucap Om Haryo pada ibuku yang berdiri di ambang pintu."Hati-hati," jawab ibuku dengan memberikan senyum termanisnya."Rindu, Om pulang dulu, ya." Om Haryo mengusap kepalaku pelan. Namun, aku tetap bergeming tanpa berniat menjawabnya.Setelah melihat Om Haryo melesat dengan CRV hitam miliknya, ibu kembali masuk ke dalam rumah. Disusul
Baca selengkapnya
Bab 2
Suara gedoran di pintu semakin kencang. Aku yang tidak mengerti apa-apa hanya bergeming. Memperhatikan ibu yang semakin terlihat ketakutan."Buka. Buka pintunya! Kalau tidak aku dobrak sekalian." Orang di luar sana kembali berteriak. Kali ini lebih keras dari sebelumnya."Bu, Rindu takut." Aku mendekati Ibu. Lalu bersembunyi di balik punggungnya. Meskipun aku tahu, ibu juga ketakutan. Terlihat dari tubuhnya yang gemetar dan keringat yang semakin membanjiri wajah cantiknya."Ma, sudah, Ma. Hentikan. Malu didengar orang." Samar aku mendengar suara yang tak asing. Ya, tidak salah lagi. Itu suara Om Haryo."Bu, itu suara Om Haryo," kataku pelan.Ibu hanya mengangguk lemah. Wanita yang melahirkanku dua belas tahun yang lalu itu terlihat menghirup napas panjang. Kemudian mengembuskannya perlahan. Begitu terus berkali-kali."Ma, sudah. Ayo kita pulang." Lagi suara Om Haryo terdengar."Enggak, Mama tidak akan pulang sebelum ketemu sama gund*kmu itu." Suara keras seorang wanita terdengar lagi.
Baca selengkapnya
Bab 3
Suasana kini sudah sepi. Hanya suara jangkrik yang sesekali terdengar nyaring. Memekakkan telinga di tengah sunyinya malam. Hampir setengah jam yang lalu Pak RT, Om Haryo dan istrinya pergi dari rumah ini. Tentunya setelah mendapat jawaban dari ibuku.Tanpa kuduga ibu mengangguk. Itu artinya ibu bersedia menikah dengan Om Haryo. Itu juga berarti Om Haryo akan menjadi ayahku. Aku melihat kesedihan di mata istri Om Haryo. Kesedihan yang sama dengan yang ibuku rasakan dulu. Lima tahun yang lalu.Jam di dinding sudah menunjuk ke angka sebelas malam. Namun, rasanya mataku sulit sekali untuk terpejam. Kilasan kejadian tadi terus saja terbayang di pelupuk mata. Membuat hatiku lagi-lagi berdenyut nyeri.Ya Alloh, kenapa semua ini harus terjadi padaku? Bahkan aku hanya merasakan kasih sayang bapak sampai usiaku menginjak tujuh tahun saja. Padahal aku sangat menyayangi bapak. Setiap hari aku merindukan bapak. Berharap bapak kembali pulang seperti dulu.Teringat dulu ketika aku masih kecil. Seti
Baca selengkapnya
Bab 4
Sejak saat itu kata pelak*r sudah tak asing lagi di telingaku. Saat itu aku tak tahu apa itu pelak*r. Hingga aku memberanikan diri bertanya kepada nenek."Nek, pelakor itu apa?" tanyaku polos.Wajah nenek yang sedang menenun tikar terlihat langsung berubah."Kenapa tanya itu, Rindu?" Nenek malah balik bertanya."Soalnya setiap kali Rindu tanya tentang bapak sama ibu, pasti bilangnya diambil pelak*r. Rindu mau cari pelak*r itu. Mau minta bapak untuk pulang lagi ke rumah. Rindu kangen sama bapak. Rindu kesepian gak ada bapak." Aku mulai terisak.Nenek turun dari kursi tempatnya menenun tikar, lalu mendekatiku."Pelak*r itu wanita yang sudah mengambil bapak dari ibumu. Dia istri bapakmu juga, sama seperti ibumu. Nanti kalau Rindu sudah semakin besar, Rindu pasti akan mengerti." Nenek membelai pucuk kepalaku lembut."Apa pelak*r itu orang jahat?" Aku menatap mata nenek."Ehm, nenek mau lanjutin menenun tikar. Nanti gak selesai?" Nenek tidak menjawab pertanyaanku dan langsung duduk kembali
Baca selengkapnya
Bab 5
Saat itu usiaku hampir dua belas tahun. Aku sudah mulai mengerti bahwa nenek tidak suka ibuku dekat dengan Om Haryo. Sebenarnya aku juga tidak suka. Aku lebih suka sama Pak Asep yang disebut nenek tadi. Dia guru bahasa Indonesia di sekolahku. Dia orang yang baik. Terkadang aku diberi uang kalau membantunya membawakan buku-buku berisi tugas ke ruangannya. Buat jajan katanya. Dia juga tidak pernah marah, sekalipun murid-muridnya terkadang nakal. Dia hanya akan menasehati dengan lembut. Tapi kenapa ibu justru tidak menyukainya?Benar saja, selang beberapa hari setelah pembicaraan nenek dan ibu waktu itu, ibu mengajakku pindah ke rumah yang kami tempati dulu bersama bapak. Rumah yang kata ibu dibangun saat usiaku baru lima tahun. Rumah itu memang sederhana, hanya rumah semi permanen dengan ukuran cukup kecil. Tapi di rumah itu banyak sekali kenangan antara aku dan bapak."Ibu, apa boleh kalau Rindu tinggal di sini saja sama nenek?" pintaku saat ibu mengajakku pindah. Sebenarnya aku lebih
Baca selengkapnya
Bab 6
Kumandang adzan subuh membuatku langsung terjaga. Entah tidur jam berapa aku semalam. Rasanya mataku perih karena kurang tidur. Kepala juga sedikit keleyengan. Bagaimana mungkin aku bisa tidur nyenyak setelah peristiwa naas yang menimpa ibuku. Namun, aku tetap harus bangun untuk melaksanakan solat subuh. Aku juga harus mengerjakan pekerjaan rumah sebelum berangkat ke sekolah.Perlahan aku turun dari ranjang, lalu berjalan menuju kamar mandi. Basuhan air pada wajah membuatku sedikit segar. Gegas aku solat dua rakaat. Kemudian mengangkat kedua tanganku."Ya Alloh, lindungi ibuku juga nenekku. Sehatkan mereka. Ya Alloh, tolong bantu aku. Aku tidak mau ibu menikah Om Haryo. Aku tidak mau ibu jadi pelak*r. Aku mohon ya Alloh," lirihku dalam doa. Kuusap wajahku dengan kedua tangan.Setelah merapikan kembali mukena dan sajadah, aku segera pergi ke dapur. Mulai memasak nasi, menjarang air untuk minum, lalu merendam cucian. Sambil menunggu nasi dan air minum matang, aku mencuci piring dulu. La
Baca selengkapnya
Bab 7
Ibu terlihat salah tingkah memandang Pak Asep."Rindu dianterin Pak Asep, Bu," ujarku."Kebetulan ada perlu sebentar ke rumah kepala sekolah, jadi sekalian antar Rindu," kata Pak Asep pada ibu."Terima kasih, ya. Ayo, masuk dulu." Ibu sedikit bergeser dari tempatnya berdiri. Memberi jalan padaku dan Pak Asep untuk masuk."Silakan duduk. Aku ambilkan minum dulu. Mau teh atau kopi? Kebetulan tadi habis belanja," tanya ibu."Air putih saja," jawab Pak Asep sambil duduk di sofa.Sementara aku memilih untuk masuk ke dalam kamar."Ayo diminum." Terdengar ibu sudah kembali."Terima kasih. San, gimana kabarmu?" Pak Asep bertanya pada ibu."Alhamdulillah baik. Kamu gimana?""Aku juga baik. Maaf, muka kamu sedikit pucat. Apa kamu sedang sakit?" tanya Pak Asep pada ibu."Oh, enggak. Mungkin cuma kurang tidur aja," bantah ibu."Kalau kamu sakit, biar aku antar ke dokter," tawar Pak Asep."Gak perlu. Beneran gak apa-apa, kok. Makasih," tolak ibu."Ya sudah. Kalau kamu butuh bantuan, hubungi aku aj
Baca selengkapnya
Bab 8
Benar saja, selang seminggu kedatangan Om Haryo ke rumah, ibu dan Om Haryo kini menikah. Aku sudah berusaha membujuk ibu setiap hari agar mengurungkan niatnya. Namun, semua sia-sia. Ibu tetap pada pendiriannya untuk menikah dengan Om Haryo."Ini semua demi masa depanmu, Rindu." Selalu itu alasan yang ibu bilang padaku. Entah masa depan seperti apa yang di maksud.Hari ini, di sebuah masjid yang tak jauh dari rumah ibu, Om Haryo dan ibu menikah. Kata orang-orang mereka menikah siri atau menikah agama. Entahlah, aku sama sekali tidak mengerti.Dari arah belakang, aku menatap ibu yang berada di depan sana dengan tatapan nanar. Mengenakan kebaya putih dipadukan dengan rok batik corak, ibu terlihat sangat cantik. Bersisian dengan Om Haryo yang mengenakan jas hitam dan celana kain dengan warna senada.Nenek yang duduk di sampingku, berkali-kali mengusap punggung tanganku. Aku tahu nenek sama sedihnya denganku. Karena dia juga tidak menyukai calon suami dari anaknya itu.Pernikahan ibu hanya
Baca selengkapnya
Bab 9
"Rin." Ibu masuk ke dalam kamarku saat aku sedang membereskan pakaianku. Wanita yang sudah melahirkanku dua belas tahun lalu itu duduk di tepi ranjang dengan wajah sendu."Maafkan ibu. Ibu tidak tahu kalau ternyata Mas Haryo akan melarangmu untuk ikut bersama ibu."Aku menghentikan aktivitasku memasukkan baju ke dalam tas. Lalu berbalik membuat posisiku dan ibu berhadapan."Tidak apa-apa, Bu. Semuanya sudah terlanjur terjadi. Itu juga keputusan ibu, bukan?" Aku sengaja sedikit menekan nada bicaraku."Tapi bukan ini yang ibu inginkan." Ibu masih berusaha membela dirinya."Dari awal Rindu sudah melarang ibu untuk menikah dengan Om Haryo. Karena Rindu sudah bisa melihat kalau dia tidak menyayangi Rindu. Tapi ibu tetap bersikeras untuk menikah dengannya." Aku kembali mengingatkan ibu."Maafkan ibu kalau keputusan ibu menyakitimu." Ibu memegang tanganku. Menatap mataku begitu lekat. Aku bisa melihat kesedihan di dalam matanya."Tidak apa-apa, Bu. Rindu hanya bisa mendoakan ibu, semoga ibu
Baca selengkapnya
Bab 10
Aku mengatakan yang sejujurnya. Nenek memang selalu menjagamu dengan baik. Dia tidak pernah membiarkan aku kelelahan mengerjakan pekerjaan rumah seperti ibu dulu. Tapi kami selalu melakukannya bersama. Berbagi tugas."Syukurlah. Ibu tau kamu akan baik-baik saja. Kamu itu anak yang kuat. Ibu lega mendengarnya. Jadi ibu tidak terlalu khawatir meskipun jauh dari kamu." Ibu tersenyum simpul. Memperlihatkan lesung pipi yang membuatnya terlihat lebih cantik."Tapi kamu juga harus sering-sering jenguk Rindu, Santi. Kasian dia," proses nenek."Iya, Bu," jawab ibu."Bu, sebentar lagi ada acara perpisahan di sekolah Rindu. Orang tua wajib datang." Meski ragu ibu akan datang, aku tetap memberi tahunya."Ibu usahakan datang, ya," jawab ibu dengan senyum sedikit dipaksakan.Aku membalas senyumannya depan anggukkan."Rindu, mau ngelanjutin sekolah ke SMP, Bu," ucapku lagi."Ehmm, nanti, ibu bicarakan lagi sama ayahmu, ya. Ibu akan bujuk dia untuk biayain sekolah kamu." Ibu menjawab seolah tak yakin
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status