"Tidak, aku belum siap Darren, semua perlu proses, aku-" Dengan gerakan kilat lelaki itu menarik rambut Diana, membuat gadis itu langsung menengadah, ia mengaduh kesakitan. Menurut Diana ini adalah KDRT pertama. Bagus, hidupnya akan semakin sengsara. "Akh... Apa yang kamu lakukan ?! Bukannya kau tidak mau menyentuhku ?" "Aku hanya memegang rambutmu!" "Akhh...memegang ? Kau menariknya!" teriak gadis itu semakin menjadi. "Aku hanya-" "Tetap saja kau menyentuhku!" "Pokoknya aku tidak mau tahu, mulai besok kamu harus menutup rambutmu, kalau tidak aku sendiri yang akan mencukurnya sampai botak!" Dengan segera Diana pergi meninggalkan kamar itu. GILA, batinnya. Darren benar benar otoriter. Diusapnya rambut hitam legam dengan lembut. Ia tidak rela jika dirinya botak. Mau ditaruh di mana wajah cantiknya ini ? Entah keberuntungan atau kesialan, yang jelas Diana begitu terkejut dengan kehidupannya yang berubah seratus delapan puluh derajat. Sekarang ia sadar, kehidupan ini tak lagi miliknya.
View More~🖤~
Tiba-tiba datang seperti hujan badai
Di manakah aku berteduh ?***
Hari ini benar-benar melelahkan, setelah pulang dari kampus, Diana harus mengunjungi kedai kecilnya. Sejak dari tadi, mbak Kikan selaku managernya menelpon, pasti terjadi sesuatu. Yaa, wanita itu tidak mungkin menelponnya sampai puluhan kali. Diana mengendarai mobil yang baru saja sebulan dibelinya dengan sedikit mengebut. Diana sudah berhasil membeli mobil hasil dari jerih payahnya sendiri. Meskipun baru beberapa bulan belajar, gadis itu sudah terlihat mahir dalam berkendara. Bahkan ia membuat SIM card-nya tanpa menyuap.
Cuaca sore ini cukup terang ditambah kemacetan membuat Diana gerah. Kota ini memang lumayan padat, ia sedikit memakluminya. Ia menyesal karena tidak membawa ikat rambut di tas hitamnya, biasanya ikat rambut itu selalu berserakan di dashboard, tapi kali ini tidak ada.
20 menit kemudian
Akhirnya Diana sampai di depan halaman parkir kedainya, suasana siang ini cukup ramai. Soal harga, Diana tidak terlalu banyak mengambil untung, ia memasang harga sesuai dengan kualitas masakannya, maka tak heran yang datang adalah orang-orang dari berbagai kalangan. Mengetahui atasannya datang, beberapa satpam langsung membuka portal.
"Selamat siang bu Bos," sapa lelaki tambun bername-tag Aiman.
"Siang Pak."
Sambil tersenyum, Diana membalas sapaan pegawainya. Ia adalah sosok atasan yang ramah dan baik hati, maka tak heran semua pegawai sangat menghormatinya.
Setelah membalas sapaan, Diana langsung memarkirkan mobilnya. Dengan pakaian casual ia berjalan menuju pintu masuk. Orang-orang yang baru saja melihatnya tidak akan menyangka kalau ia adalah pemilik kedai yang saat ini mereka kunjungi.
Setelah memberikan kode kepada Mbak Kikan, Diana langsung menaiki lantai dua.
"Ada masalah apa mbak ?" tanya Diana to the point. Ia adalah tipe orang yang tidak suka basa-basi.
"Ana, maafkan mbak ya, mbak teledor. Asih nilep uang, dan sekarang ia kabur entah ke mana," sesal Kikan dengan raut bersalahnya.
"Ya Allah mbak." Diana hanya bisa menutup mulut, tidak menyangka salah satu karyawan yang paling dipercayanya tega melakukan itu. Gadis itu pernah ditolongnya saat pingsan di pinggir jalan. Ia tidak bisa marah kepada mbak Kikan, wanita berkepala tiga itu sudah setia bersamanya selama dua tahun.
"Rencananya mbak akan membuat laporan ke pihak berwajib, tapi mbak perlu persetujuan kamu," ucap wanita itu sambil menatap lekat atasannya.
"Yasudah aku serahkan semuanya kepada mbak, aku-"
"Drt...drt..."
Mata Diana melirik ke arah ponsel, batinnya menggerutu, ada saja gangguan saat ia sedang sibuk.
"Aku percayakan semuanya sama mbak, aku nggak ada waktu untuk mengurus itu, aku juga harus fokus kuliah."
Tak kunjung dijawab, ponselnya kembali berdering, mau tak mau Diana mengambil benda pipih itu di atas mejanya.
Ternyata yang menelpon adalah sepupu dari keluarga ayahnya.
Melihat atasannya sedang menelepon, sontak Kikan langsung pamit tanpa bersuara. Diana perlu tempat, pikirnya.
"Assalamualaikum...," sapa seseorang di seberang sana dengan suara yang begitu lembut.
Diana hanya bisa menghela nafas, adiknya ini selalu saja mengganggu tiap kali dirinya sedang sibuk. Alya memiliki kepribadian yang lembut, sangat berbeda dengan dirinya. Jujur ia kurang menyukai gadis yang sedang menelponnya ini. Bukan tanpa alasan, keluarganya selalu membanding-bandingkannya dengan Alya, terutama ayah dan nenek.
"Wa'alaikumussalam," balasnya sedikit malas.
"kamu di mana kak ?"
"Di kedai."
"Cepet pulang, aku punya kabar baik."
"Hari ini aku sibuk Al, lagi ada masalah di restoran," tolaknya halus. Memang benar kan ? Dan ia juga males bertemu dengan sepupunya yang sangat cerewet itu.
"Pokoknya kakak harus cepet pulang. Kalau nggak aku laporin ke nenek," rengek gadis itu.
Benar-benar menyebalkan. Apa gadis itu tidak tau arti dari kata 'sibuk' ? Diana paling tidak suka dipaksa.
"Tapi Al-" selanya.
"Cepet pulang Ana!" titah seseorang.
Nenek, Diana begitu kenal dengan suara ibu dari ayahnya itu.
"Iya," balas Diana sedikit jengkel. Ingin sekali ia menjambak ubah nenek peot itu, katakan saja dia durhaka, wanita itu dari dulu selalu menghancurkan mentalnya.
"Pokoknya aku tunggu ya," ucap Alya sambil tertawa.
Tanpa membalas Diana langsung memutus panggilannya.
"Aku menyesal lahir menjadi bagian dari Siswandi!" batinnya. Andai saja ia bisa memilih dilahirkan dari keluarga yang tak selalu memaksanya seperti ini. Apa reinkarnasi itu tidak apa ? Diana sangat ini terlahir kembali.
***
Badannya benar-benar lengket, padahal bisa saja Diana mandi di kedai, tapi ia tidak membawa baju ganti. Setelah berpamitan kepada pegawainya, ia pun berjalan menuju parkiran.
Waktu menunjukkan pukul tujuh malam, saat sampai di parkiran rumahnya Diana langsung disambut Rosa dan Alya. Mereka terlihat antusias saat melihatnya datang.
"Kak ayo cepet masuk!" seru Alya. Gadis itu memakai gamis coklat yang begitu panjang seperti ingin menyapu lantai. Diana memang dibesarkan dari keluarga yang taat dengan agama. Maka tak heran hampir seluruh keluarganya memakai hijab.
Diana belum siap memakai penutup kepala. Ia tahu, menutup aurat adalah adalah kewajiban bagi perempuan muslim, tapi ia masih belum siap. Neneknya selalu berkata, menutup aurat itu bukan tentang siap atau tidak, tapi ini tentang kewajiban kita kepada Tuhan. Perkataan nenek selalu saja berhasil menamparnya secara tidak langsung.
Pakaian yang digunakan Diana memang selalu longgar, ia tidak pernah memakai gaun pendek, bahkan hot pants seperti beberapa temannya. Tapi itu semua tidak cukup, karena perempuan muslim harus menutup semuanya, kecuali anggota badan yang hanya boleh terlihat saat sholat.
Diana hanya bisa mengerutkan dahi saat Alya membawanya ke kamar mandi. Tak ingin berdebat dengan cucu kesayangan keluarga Siswandi itu, ia segera melaksanakan ritual mandinya.
Setelah mengeringkan rambut dengan hair dryer, ia berjalan keluar kamar. Dapat ia lihat orang yang tadi menariknya engsedang duduk sambil tersenyum
"Kak ini pakai gaunnya, ini khusus buat kakak dari seseorang."
"Siapa ? Nenek ?" tanyanya bingung, sejujurnya ia malas untuk main tebak-tebakan, ia bukan anak kecil lagi di umurnya yang sudah dianggap perawan tua oleh beberapa anggota keluarga.
"Nanti juga kakak bakal tahu, udah cepetan pakai, bentar lagi acaranya mau dimulai."
"Acara apa Al ? Bukannya kamu udah tunangan ?" balasnya.
Diana semakin curiga, kenapa tukang rias tiba-tiba datang ke rumahnya, bahkan dengan lancangnya mereka masuk ke kamar, ke mana area privasinya?
"Ada apa ini Bu ?" tanya Diana kepada seorang wanita setengah baya saat salah satu di antara mereka yang menyelonong masuk mulai memakaikan foundation ke wajahnya.
"Udah diem aja, biar si mbaknya cepet, sebentar lagi acaranya mau dimulai."
"Ini ada acara apa sih bu ?"
"Nanti juga kamu bakal tahu," balas wanita itu sambil berlalu.
***
Perasannya mulai tak enak sejak ia melihat kedua orang tuanya memakai pakaian yang seragam. Ditambah saat ini ia memakai gaun yang agak mencolok. Sangat berbeda dengan orang lain. Apa kakaknya akan menikah sekarang juga ? Kenapa begitu mendadak ? Di mana kah mempelai wanitanya ?
Tidak, bukan dirinya kan pemeran utama acara ini ? Adegan seperti ini sudah sering ia lihat di dalam drama Korea. Semoga saja ini bukan yang ia khawatirkan.
Ketakutannya semakin berlipat ganda saat segerombol orang tak dikenal mulai memasuki ruang tengah. Saat ini, ingin sekali dirinya kabur, tapi jangankan untuk kabur, bergerak sedikit saja, ayah langsung memegang tangannya dengan kuat. Tidak ada kelembutan sama sekali.
Dengan mata memelas Diana mencoba menatap Alya untuk mencari tahu, tapi gadis itu malah tersenyum. Bodoh, ia tidak membutuhkan senyuman itu, yang ia butuhkan adalah penjelasan tentang acara ini!
Kemudian salah satu dari mereka mulai berbicara. "Bismillahirrahmanirrahim, assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatu, tujuan kedatangan kami kesini yaitu untuk meminang putri Pak Irwan untuk anak kami, Darren Putra Darmawan," ucap pria paruh baya yang memakai batik berwarna coklat.
"Kami menerima khitbah dari nak Darren," balas Irwan sambil tersenyum tanpa menanyakan pendapat Diana terlebih dahulu.
"WHAT ?!!!"
"APA INI ?"
"APA IA BARU SAJA DIJODOHKAN ?"
TBC
"Ceklek..."Kini Diana sudah tiba di rumah. Ia diantarkan oleh Sofia. Saat melewati ruang tengah, ia langsung mendapatkan tatapan tajam. "Tuh Ma pelakunya!" tunjuk lelaki yang tak lain adalah suaminya, Darren."Dia nggak nganterin makanan ke kantor," rengeknya lagi. Kepala Darren berada di pangkuan Delia. Meskipun terdengar dibuat-buat tapi ringisan lelaki itu nyata."Sepertinya kamu belum tahu Diana, Darren itu mengidap magh kronis, dua puluh menit saja dia telat makan, maka perutnya akan terasa sakit. Jadi Mama harap kamu bisa ngertiin kondisi Darren."Mendengar itu Diana menjadi merasa bersalah. Tidak seharusnya ia egois. Sebelum ke toko buku dengan sengaja ia men-silent ponsel agar ia tidak mendengar panggilan dari suaminya. Seharusnya ia bisa melayani Darren dengan baik. Ia merasa gagal menjadi seorang istri.Dengan perlahan ia mendekat ke sofa. Ia duduk di karpet, sementara Darren dan Delia masih duduk di sofa. Diana meraih tangan Darren lalu menciumnya. "Maaf," ucapnya setulu
Masih dalam keterkejutannya, Diana langsung menutup mulut. Ia menatap horor ke arah suaminya. Ia tak menyangka kalau Darren akan mengatakan hal frontal itu di sini, ia yakin para pelayan dapat mendengarnya. Tanpa merasa bersalah, Darren langsung berjalan menuju kamarnya.Di sisi lain, para pelayan yang mendengar ancaman Darren terhadap Diana langsung menutup mulut, mereka saling menatap satu sama lain. Mereka terkejut sekaligus senang, karena sepertinya hubungan majikannya akan mulai membaik.Mobilnya masih di bengkel, pagi ini Diana berangkat bersama Darren. Tidak, bukan Diana yang meminta untuk diantarkan, tapi Darren yang mengajaknya karena lelaki itu akan meeting di perusahaan yang dekat dengan restoran Diana. Darren sibuk dengan iPad di tangannya. Diana sedikit terkekeh saat melihat ekspresi Darren yang mengernyitkan dahinya."Aku memang tampan, tidak usah berlebihan," ucap Darren sambil meletakkan Ipad-nya."What ?!" balas Diana sambil menatap tak percaya ke arah Darren. Ia baru
Sedetik kemudian suara sirine mobil polisi mulai terdengar, para lelaki berkepala plontos dengan tato di masing-masing lengan saling memandang, sedikit terkejut karena ini adalah pertama kalinya mereka tertangkap."Sial!" maki salah satu di antara mereka. Raut kesal nampak begitu jelas, malam ini mereka kehilangan mangsa.Polisi dan perampok itu saling bertarung, terdengar beberapa tembakan dari pihak polisi karena ada seorang perampok yang ingin melarikan diri. Sementara Kafka, lelaki itu langsung berlari menuju Diana. Tak perduli hujan membasahi tubuhnya, baginya saat ini adalah keselamatan Diana.Kafka langsung merengkuh Diana yang sudah terduduk di jalan, punggung gadis itu mulai bergetar."Kak, Ana takut." Diana semakin mempererat pelukannya."Sudah, sekarang kamu aman," balas Kafka sambil mengelus-elus punggung Diana. Sesaat setelah mobilnya dilempar batu, Diana langsung menelpon Kafka dan menyalakan lokasinya. Untung saja ia sempat melakukan itu, kalau tidak nasib tragis akan m
Setelah mata kuliah terakhir selesai, segera Diana mengunjungi restorannya."Kayaknya Bu Bos lagi bahagia nih," ucap Gina sambil meletakkan teh hangat di meja kerja Diana. Seperti biasa gadis itu yang selalu melayani Diana."Hehe, tau aja Gin.""Gin boleh nggak aku minta tolong?""Boleh Bos.""Bisa nggak kamu dandanin aku, soalnya aku suka gaya make up kamu.""Oh bisa Bos, boleh banget.""Tapi jangan terlalu mencolok yaa, sore ini kamu ikut aku ke rumah.""Oke siapp Bos."Setelah itu Gina kembali ke dapur lagi.***Diana dan Gina sudah tiba di parkiran. Gina, gadis itu menatap takjub rumah atasannya. Bos-nya ini sudah dari dulu kaya raya, dan sekarang ia menikah dengan pria kaya. Ia sedikit iri dengan Diana, kehidupannya begitu sempurna. Pantas saja Diana mendapatkan semua ini, Diana begitu baik, mungkin ini buah dari kebaikannya selama ini."Woah, rumahnya megah banget Bos," ucap Gina dengan mata berbinarnya."Bisa aja kamu.""Ayo masuk."Mereka pun masuk dengan Gina yang mengekori D
~🖤~Tak ada satu pun omonganmu yang bisa kupegangAku tak pernah berarti dan berharga di hatimu***Setelah urusannya selesai, Darren kembali ke rumah. Hari ini ia tidak ke kantor sama sekali, awalnya ia berniat masuk setelah mengantar Diana ke rumah sakit, namun karena seseorang menelpon, ia membatalkannya. Kebetulan kerjaannya di kantor hanya tinggal sedikit lagi. Dari pagi hingga sore ia membuntuti seseorang. Ia sudah ahli mengerjakan hal seperti ini. Sudah belasan kali ia mematai-matai musuhnya. Kemampuan Darren sudah di atas rata-rata.Setelah menutup pintu mobil, Darren melangkahkan kakinya menuju rumah. Ia akan masuk dari pintu depan, seperti biasa mobil akan dimasukkan ke garasi nanti oleh salah satu supir. Ia berjalan menuju salah satu kamar, lebih tepatnya milik Diana. Ia ingin mengecek keadaan gadis itu. Semoga saja gadis itu sudah sembuh, sehingga besok bisa membuatkannya makan siang lagi. Sudah dua hari ia tidak menyantap makanan buatan Diana, sejak pertama kali, Darren
Diana tersenyum tipis di depan cermin. Kali ini ia sangat senang, sekarang ia sudah bisa memakai make up, meskipun butuh waktu lama. Ia sedikit puas dengan hasilnya. Hari ini ia memakai cardigan rajut dan rok panjang. Setelah beberapa kali berputar di depan cermin, ia pun keluar dari kamarnya.Senyuman masih tercetak di wajahnya. Tadi Darren bilang kalau lelaki itu menunggunya di ruang tamu. Diana semakin mempercepat jalannya, takut Darren keburu mengomel. Langkahnya mulai pelan ketika tidak ada satu orang pun di ruang tamu.Diana sedikit meremas tas jinjingnya. Itulah kenapa ia selalu curiga ketika ada yang mulai bersikap baik kepadanya. Diana sadar, ia tak boleh menaruh begitu banyak harapan kepada manusia, hanya Tuhan, satu-satunya dzat yang bisa diharapkan. Berharap kepada manusia hanya akan menyakiti hatinya, meninggalkan luka menganga karena ekspektasi yang tinggi.Rupanya Diana lupa, scene romantis seperti di drama telah berakhir. Darren akan kembali ke setelan awal. Lagipula
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments