Farah berjalan meninggalkan ruangan suaminya. Farah tidak menjawab sama sekali setiap ada yang menyapanya.
Ia berjalan dengan gaya elegan nan angkuhnya. Tubuhnya yang tinggi dan langsing, wajahnya yang cantik dengan hidung yang mancung, membuat ia selalu menjadi pusat perhatian setiap kali datang ke kantor suaminya. Profesi artis yang dipegangnya membuat karyawan suaminya begitu sangat mengaguminya, dan tidak ada henti-hentinya memuji kecantikannya.
Farah masuk kedalam mobilnya. Ia memukul stir mobilnya dengan sangat kesal. "Sekarang kamu sudah pintar mengancam Aku mas," ucapnya yang sangat geram saat mendengar ucapan terakhir suaminya.
"Kamu itu bukan anak kecil lagi yang harus aku urus,” Omelnya. Farah tidak terima saat suaminya mengatakan dia tidak pernah mengurus suami.
Farah memandang jam yang melingkar di tangannya. Farah memukul stir mobilnya ber
Clarissa memegang surat sertifikat rumah yang diberikan Fathir. Saat Fathir memberikannya surat kepemilikan rumah, Clarissa sudah berusaha untuk menolaknya. Namun bosnya itu tetap memaksa agar dia menerima rumah tersebut. Clarissa melihat nama yang tertulis sebagai pemilik sertifikat adalah nama dia sendiri. Baginya bisa tinggal di rumah seperti ini secara gratis saja, sudah membuat ia sangat bersyukur tanpa harus memilikinya. "Gak pernah bermimpi mau tinggal di rumah seperti ini. Apa lagi memilikinya. Gak enak juga sama pak Fathir, dia ngasi ini pasti karena merasa bersalah. Kenapa waktu itu aku memaksakan diri untuk kerja," ucap Clarissa yang memandang ke sekeliling rumah tersebut. Bagi Clarissa rumah yang dimilikinya saat ini begitu sangat mewah dan bagus. "Pak Fathir itu baik, ganteng, tapi sayang udah punya istri," ucapnya yang mengagumi bosnya secara diam-diam.Clarissa berjalan mengelilingi rumah barun
Dengan begitu sangat ragu, Clarissa memberanikan diri untuk menghubungi nomor ponsel bosnya. Ini untuk pertama kalinya ia mencoba menghubungi nomor ponsel bosnya.“Hallo,” ucap seseorang yang mengangkat sambungan telepon tersebut.Clarissa tersenyum ketika mendengar suara bosnya yang menyahut panggilan teleponnya. “Halo Pak, maaf saya mengganggu,” ucapnya.“Iya tidak apa-apa, ada yang sedang kamu butuhkan,” tanya Fathir.“Tidak ada Pak. Hanya saja saya ingin menanyakan sesuatu,” ucapnya.“Apa itu,” tanya Fathir.“Apakah saya boleh bekerja?" ucap Clarissa.Fathir mengerutkan keningnya saat mendengar ucapan gadis tersebut.“Saya bingung berada di rumah setiap hari. Sudah 3 hari saya tidak ada bekerja dan sekarang saya juga tidak bekerja juga
Fathir Memandang Istrinya yang keluar dari dalam ruangannya. Fathir memijat-mijat keningnya yang terasa amat pusing. Pria itu merasa sudah kehilangan kesabaran mengatasi sikap Istrinya. Dia selalu berharap istrinya berubah namun sampai detik ini sikap istrinya tidak pernah ada berubahnya, bahkan seluruh kartu sakti yang diberikannya sudah ditariknya agar istrinya bisa lebih terkontrol. Fathir teringat saat istrinya masih memegang kartu kredit yang diberikannya. Setiap saat notif pemberitahuan uang keluar yang di gunakan Istrinya untuk membeli berbagai macam barang terus masuk ke ponselnya. 1 bulan dengan santainya istrinya menghabiskan uang satu miliar. Pada saat itu perusahaannya belum sebesar yang sekarang. Pada akhirnya Fathir mengambil kartu ATM, kredit dan juga black card istrinya."Aku masih mempertahankan rumah tangga kita karena aku kasihan dengan anak kita. Namun bila sikap kamu selalu seperti ini, jujur aku sudah tid
Fathir datang ke rumah sakit di mana saat ini istrinya berada. Dia tidak menyangka apa yang dikatakannya akan menjadi kenyataan. Fathir sedikit berlari melewati lorong Rumah Sakit menuju kamar istrinya. Ia melihat istrinya yang terbaring di atas tempat tidur. Ada rasa cemas yang begitu sangat besar ketika mengetahui apa yang sedang menimpa istrinya saat ini. Fathir masuk ke dalam kamar itu dan melihat istrinya menangis.Farah memandang suaminya. Make up yang dipakainya sudah luntur karena air matanya. Rambutnya yang lurus dan licin kini terlihat berantakan dan berserak."Apa yang terjadi,” tanyanya.“Tas satu miliar aku dirampok orang Mas,” ucapnya sambil menangis. Farah sudah tidak mampu untuk menahan suara tangisnya saat melihat suaminya yang berada di dalam kamarnya.“Uang didalamnya masih utuh,” tanya Fathir.Farah menganggukkan kep
“Aku pusing ma," ucap Fathir dengan wajah frustasi."Kenapa? Apa ada masalah selain dengan Farah,” tanya Haryati.“Iya ma,” jawab Fathir"Masalah apa?" tanya Haryati.Fathir diam dan mengusap wajahnya dengan sangat kasar. “Aku benar-benar sangat tidak tenang ma. Aku melakukan itu tanpa sengaja. Aku," ucapnya yang menghentikan kalimat yang akan keluar dari mulutnya."Jangan katakan kamu merusak nama baik keluarga kita,” ucap Haryati yang memandang putranya dengan tatapan tajam.Fathir hanya diam tanpa melanjutkan ucapannya. Ia tahu bila mamanya mengetahui apa yang telah dilakukan, mamanya pasti akan sangat mengamuk dengannya.“Apa yang sudah kamu lakukan,” ucap Haryati dengan nada suara yang tinggi.Fathir menarik nafasnya dalam-dalam dan kemudian melepaskan
Fathir tersenyum ketika mendengar suara gadis yang mengangkat panggilan teleponnya.“Halo Pak Assalamu’alaikum,” ucap Clarissa."Iya Wa’alaikumsalam. Kamu lagi apa?" tanya Fathir."Ini lagi duduk di teras pak, saya lagi lihat anak-anak tetangga main," ucap Clarissa."Oh ya," ucap Fathir."Iya pak, Saya sudah mulai kenalan sama tetangga sebelah rumah, dan sekarang saya lagi lihat anak-anak tetangga di sini main,” ucap Clarissa.Fathir tersenyum saat mendengar jawaban gadis tersebut. “Apa boleh besok saya datang kerumah membawa anak-anak saya,” ucapnya.“Boleh Pak, besok Risa bakalan masak lagi untuk bapak,” ucap Clarissa yang masuk ke dalam rumahnya agar lebih nyaman saat berbicara dengan bosnya."Tidak usah, kita makan di luar saja," ucapnya
Fathir tidak ada henti-hentinya memandang Clarissa. Tatapan matanya hanya tertuju ke arah gadis cantik yang sedang sibuk bermain dengan anak-anaknya. Rasa kagum dan cinta mulai dirasakannya. Ia begitu menyukai gadis sederhana, bersifat keibuan dan penuh kesabaran tersebut.Fathir tersenyum saat melihat anaknya begitu sangat nyaman bermain dengan gadis cantik tersebut."Kenapa Sheren nangis?" ucap Fathir yang mulai panik, ketika Putri kecilnya menangis."Ini sudah jam tidurnya pak. Sherennya lagi ngantuk," ucap Clarissa yang tidak terlihat panik saat sheren menangis."Gitu ya," ucap Fathir"Iya pak, susunya mana?" tanya Clarissa.“Ada di mobil,” ucapnya.“Bapak ambilin susunya," ucap Clarissa saat pria itu binggung harus melakukan apa."Baik akan saya
Clarissa masuk ke dalam kamar dan berencana mengganti pakaiannya. Ia duduk di tepi tempat tidur sambil memandangi wajah Devan dan juga Sheren yang masih tertidur. Memandang wajah cantik bayi berpipi bulat dan wajah tampan anak laki-laki yang berbibir merah itu, membuat Clarissa lupa bahwa saat ini ada seorang pria yang menunggunya di ruang televisi. Cukup lama Clarissa duduk di tepi tempat tidur sambil tersenyum memandang anak-anak yang begitu sangat menggemaskan dimatanya.Clarissa memukul keningnya saat mengingat tujuan utamanya masuk ke dalam kamar untuk mengganti pakaiannya. Dengan terburu-buru ia berlari menuju tempat lemari pakaian. Ia memajukan bibirnya ketika menyadari bahwa tidak ada pakaian bagus yang dimilikinya terkecuali baju yang baru dibelinya kemarin. Baju itu juga baru satu kali dipakainya.Dikeluarkannya baju terbaik miliknya dari dalam lemari pakaian. Baju itu sudah di seterikanya dengan sangat ra