Antara Cinta dan Luka

Antara Cinta dan Luka

last updateLast Updated : 2025-11-23
By:  Gavin Gandatapa Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
69Chapters
182views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Naya, seorang penulis lagu berbakat yang terluka oleh pengkhianatan ayahnya, hidup untuk merawat ibunya yang sakit sambil mengejar mimpinya di dunia musik. Saat ia berkolaborasi dalam proyek amal, ia bertemu Rian, produser musik karismatik yang tengah berjuang bangkit dari skandal plagiarisme. Chemistry mereka tak terbantahkan, namun badai datang ketika Naya menemukan bahwa ayahnya, yang kini menjadi pebisnis kaya, adalah dalang di balik masalah Rian. Terjebak antara cinta dan luka masa lalu, Naya harus memilih: mempercayai Rian dan menghadapi rahasia kelam keluarganya, atau melindungi ibunya dengan mengorbankan hati. Di tengah intrik mantan pacar Rian dan tekanan skandal, akankah cinta mereka bertahan, atau justru hancur oleh luka yang tak pernah sembuh?

View More

Chapter 1

Bab 1: Nada yang Patah

Naya Putri membanting tuts piano tua itu, suara nada patah bergema di apartemen kecil Tebet, memicu ingatan pahit ayahnya yang meninggalkannya sepuluh tahun lalu.

"Kenapa lagi-lagi gagal?" gumamnya, jari-jarinya gemetar di atas lembaran lirik yang penuh coretan.

Hujan di luar semakin deras, menyamarkan klakson Jakarta yang sibuk, tapi tak bisa menyembunyikan beban di dadanya—tagihan rumah sakit ibunya menumpuk, dan mimpi sebagai penulis lagu seolah semakin jauh. Piano ini, satu-satunya warisan dari Budi Santoso, ayahnya, sekarang terasa seperti kutukan, bukan berkah. Setiap nada yang ia mainkan seperti mengulang pengkhianatan itu: ayahnya tersenyum saat mengajarinya bermain, lalu pergi tanpa pamit, meninggalkan ibunya menangis di dapur.

"Naya, obatku!" jerit Bu Ratna dari kamar sebelah, suaranya lemah tapi mendesak, memecah keheningan ruangan yang lembab.

Naya menghela napas panjang, berdiri dengan cepat, dan berjalan ke kamar ibunya. Aroma desinfektan dan masakan tetangga yang menyusup lewat ventilasi mengisi udara, mengingatkannya pada kehidupan yang semakin tertekan.

Bu Ratna terbaring di ranjang sederhana, wajahnya pucat sejak serangan jantung tahun lalu, rambut dengan segelas air, tangannya gemetar melihat kondisi ibunya yang semakin rapuh. "Besok aku pasti beli lagi, Ma. Janji."

"Jangan kerja keras terus, Nay," kata Bu Ratna, matanya penuh kekhawatiran saat menelan pil. "Kamu cuma punya aku sekarang. Kalau kamu sakit karena kelelahan, siapa yang urus aku? Kamu nggak bisa kayak ayahmu, ninggalin orang yang dicinta."

Kata-kata itu seperti pisau, mengaduk luka lama yang Naya coba kubur. Ayahnya, Budi Santoso, pernah janji akan selalu ada, tapi sepuluh tahun lalu, ia pergi demi wanita lain, meninggalkan mereka berdua dalam kemiskinan dan kesedihan.

Naya tersenyum paksa, menyembunyikan air mata yang mengintip. "Aku kuat, Ma. Mama istirahat dulu, ya. Besok aku cari proyek baru, mungkin ada yang bayar lebih." Ia menyelimuti ibunya dengan selimut tipis, hati berat melihat tubuh Bu Ratna yang semakin kurus.

Kembali ke ruang tamu, Naya menyalakan lampu meja yang cahayanya redup, menciptakan bayang-bayang panjang di dinding retak. Ia duduk di depan laptop tuanya, layarnya penuh goresan dari pemakaian bertahun-tahun, dan membuka SoundCloud. Portofolionya penuh lagu-lagu indie yang ia tulis sendiri, tapi like dan share tak cukup membayar sewa apartemen yang telat dua bulan.

"Sebagai penulis lagu lepas, aku harus lebih baik," gumam Naya pada diri sendiri, jari-jarinya menari di keyboard laptop, mencoba menulis lirik baru. Tapi kata-kata tak mengalir, seperti sungai yang tersumbat oleh kekhawatiran. Jakarta bukan kota yang ramah untuk mimpi seperti miliknya—iklan radio kecil, cover kafe, itu saja yang ia dapat.

Suara adzan magrib bergema dari masjid di ujung gang, samar bercampur gemuruh hujan, mengingatkannya bahwa waktu berlalu cepat, tapi hidup mereka seperti terjebak di tempat yang sama.

Ponsel berdering tiba-tiba, nomor tak dikenal yang memecah fokusnya. Naya ragu sejenak, jarinya melayang di atas layar. Telepon seperti ini biasanya penawaran kartu kredit atau penipuan, tapi sesuatu mendorongnya untuk mengangkat. "Halo?" jawab Naya, suaranya hati-hati.

"Naya Putri? Ini Dita dari Panitia Konser Amal Senayan," kata suara di ujung sana, profesional tapi hangat, dengan aksen Jakarta yang kental. "Kami ingin Anda tulis lagu tema untuk acara kami."

Naya membeku, jantungnya berdegup kencang hingga terasa di telinga. Konser Amal Senayan? Acara besar itu disiarkan di TV nasional, dihadiri artis papan atas dan elit kota. "Kenapa saya?" tanyanya, suaranya hampir bergetar, pikiran melayang ke tagihan rumah sakit yang menumpuk di meja. "Saya bukan siapa-siapa. Portofolio saya cuma di SoundCloud."

"Justru itu yang mengesankan," balas Dita, nadanya meyakinkan. "Lagu-lagu Anda punya jiwa, Naya. Kami butuh talenta muda seperti Anda untuk lagu tema yang bisa menyentuh hati. Ini kesempatan besar—eksposur nasional, bayaran layak, dan bisa jadi pintu masuk ke industri musik."

Bayaran layak. Kata-kata itu seperti cahaya di tengah kegelapan. Naya menatap pintu kamar ibunya, membayangkan bisa membayar tagihan tanpa khawatir sewa apartemen. Tapi keraguan menggerogoti, seperti ingatan ayahnya yang pernah janji manis tentang karier musik tapi akhirnya menghilang. Dunia itu penuh pengkhianatan, dan ia tak mau jadi korban lagi.

"Baik, saya pikirkan dulu," jawabnya pelan, mencoba menahan debar di dadanya. "Kasih tahu detailnya, ya?"

Dita tertawa kecil. "Tentu. Kami butuh lagu melankolis tapi penuh harapan. Besok jam 10 di studio Kemang, ketemu produser utama, Rian Pratama. Jangan lewatkan, Naya."

Panggilan berakhir, meninggalkan Naya dalam keheningan yang berat. Rian Pratama—nama itu terasa familiar, seperti dengungan lagu yang pernah ia dengar tapi tak bisa ingat.

Malam itu, setelah memastikan ibunya tertidur nyenyak, Naya duduk di depan laptop lagi, cahaya layar menerangi wajahnya yang lelah. Ia membuka browser, mengetik "Rian Pratama" dengan jari gemetar. Artikel pertama muncul: Rian Pratama, Produser Muda yang Tersandung Skandal Plagiarisme. Foto Rian di sana—pria dengan rahang tegas, rambut sedikit berantakan, sorot mata tajam seperti menyimpan rahasia—membuat Naya menahan napas. Ada senyum tipis di bibirnya, tapi Naya tak bisa membaca apakah itu tulus atau pura-pura.

"Orang seperti ini yang akan aku hadapi?" gumamnya, tapi ada sesuatu di mata Rian yang membuatnya tak bisa berpaling, seperti nada yang memanggil dari kegelapan.

Ia menutup laptop, berjalan ke jendela, menatap hujan yang mengguyur Tebet. Lampu warung kopi di gang berkedip, anak tetangga tertawa meski basah kuyup. Jakarta selalu penuh kejutan, tapi juga risiko. Apakah kesempatan ini jalan keluar, atau jebakan baru seperti ayahnya?

Tiba-tiba, ponsel berdering lagi—nomor tak dikenal. Naya mengangkat dengan ragu. "Halo?"

"Naya, ini ayahmu. Kita perlu bicara, sebelum semuanya terlambat," kata suara di ujung sana, suara Budi Santoso yang dulu familiar tapi kini seperti hantu.

Naya membeku, jantungnya berdegup kencang. Setelah sepuluh tahun tanpa kabar, kenapa ayahnya muncul sekarang, dan apa "terlambat" yang ia maksud?

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

No Comments
69 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status