Apartemen Unit 131

Apartemen Unit 131

By:  Didnole  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
16Chapters
1.3Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Pengeluaran uang Nirbita sedang kritis. Hari itu ia diusir oleh induk semang karena belum membayar uang sewa rumah. Helen—temannya, menyuruh ia tinggal di apartemen milik kekasihnya yang kebetulan kosong, dengan syarat, Nirbita harus mengurus itu dengan baik. Tanpa tahu, rupanya apartemen unit 131 itu sudah terjual oleh orang lain. Ternyata kekasih Helen berkhianat dan membawa kabur semua uang Nirbita. Nirbita membujuk Ferrel—pemilik apartemen, agar ia bisa tetap tinggal di sana. Tapi Ferrel langsung menolaknya mentah-mentah. Hingga akhirnya keberuntungan itu datang. Ketika Nirbita ingin angkat kaki dari apartemen, ia tak sengaja menguping percakapan Ferrel dan mamanya. Sebuah topik obrolan yang membuat gadis itu melakukan ide gila ... memaksa Ferrel untuk menikahinya demi apartemen unit 131. Memang konyol, tetapi Nirbita tak punya pilihan lain. Namun, Nirbita lupa, bahwa pernikahan tidak seremeh yang ia kira.

View More
Apartemen Unit 131 Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
No Comments
16 Chapters
Prolog
Angin malam menyapu lembut kulit putih seorang lelaki yang tengah menerima panggilan telepon. Dengan wajah risau ia menggaruk rambutnya yang tak gatal, lalu mendesah pelan kala mendengar mamanya tak berhenti mengoceh di seberang. Tadinya ia berniat mematikan sambungan telepon secara sepihak, tetapi sepertinya itu agak kurang ngajar. Bagaimanapun juga wanita yang meneleponnya saat ini adalah ibu kandungnya.  “Udah aku bilang berkali-kali, aku gak mau nikah, Ma,” jawab lelaki itu dengan satu tarikan napas panjang. “Terus kapan kamu mau nikah? Umur kamu udah diambang batas wajar buat punya sebuah keluarga. Apa kamu gak pingin ngeliat mama nimang seorang cucu?” Lelaki itu menghela napas kasar. Akhir-akhir ini mamanya selalu mendesak perihal tentang pernikahan. Jujur saja, ia sebenarnya malas untuk menanggapi. Baginya persoalan cinta adalah sebuah konflik rumit yang menakutkan. Jika manusia sudah
Read more
Bab 1
Dentuman musik terdengar hingga ke seluruh pejuru ruangan. Club malam hari itu terlihat sangat ramai. Lautan manusia dengan pakaian terbuka asyik berjoget ria mengikuti alunan lagu. Pancaran sinar warna-warni dari lampu yang menyoroti lantai gensot membuat suasana menjadi semakin riuh. Nampaknya semua orang yang meliukkan tubuhnya di sana tidak peduli lagi dengan siapa mereka berdansa. Teman, pacar, orang asing, semuanya campur baur menjadi satu. Beberapa di antara mereka yang punya niat licik bahkan ikut menari-nari, mencuri kesempatan dalam situasi yang menguntungkan. Sementara itu, di sudut ruangan terdapat seorang gadis berpakaian kemeja kotak-kotak hitam. Dengan wajah memerah dan mulut meracau tak jelas, ia berusaha meneguk anggur yang isinya tinggal beberapa tetes. Sembari meletakkan botol anggur yang kosong, telapak tangannya menggebrak meja cukup keras, seolah dirinya tengah melampiaskan emosi karena tak b
Read more
Bab 2
Mungkin sudah ada hitungan lima belas menit Nirbita mematung di tempat sambil mengamati padatnya kafe yang ada di hadapannya saat ini. Ia berniat mencari seniornya untuk menanyakan perihal lowongan kerja paruh waktu. Namun, melihat bagaimana sesaknya keadaan kafe membuat ia urung masuk ke dalam. Nirbita takut kehadirannya akan menyusahkan orang lain. Ia memaki diri sendiri yang telah berkunjung di jam kerja. "Nirbita?"  Panggilan itu membuat sang empunya terperanjat. Tiba-tiba saja orang yang ia cari sudah berdiri di depannya dengan apron hitam dan kedua lengan baju yang digulung hingga ke siku. "Ah, Kak Arkan. Apa kabar?" Nirbita terdiam. Dalam hati ia bertanya-tanya apakah basa-basi semata yang diucapkannya terdengar aneh atau tidak. Arkan mengembangkan senyumnya kepada Nirbita. "Baik. Ngomong-ngomong ...
Read more
Bab 3
Nirbita memegangi kedua lututnya. Dada gadis itu kembang kempis, berusaha mengatur deru napas yang tak teratur. Tungkai kakinya bergeser sedikit ke belakang hingga berhenti di depan sebuah kedai kecil yang tutup. Nirbita memukul kepalanya berkali-kali saat memutar memori tentang tindakan dungu yang ia lakukan. Demi apa pun! Nirbita bersumpah bahwa itu adalah tindakan paling bodoh yang pernah ia alami sepanjang hidupnya. Ia juga tak mengerti kenapa tubuhnya spontan bergerak ke meja seorang pria asing yang ada di depannya. "Ah, sialan. Malu-maluin diri sendiri aja! Gue harap gak akan pernah ketemu lagi sama orang itu. Bahkan kalo misalnya papasan, gue harap dia gak inget sama gue," dengus Nirbita sebal. Rasanya ingin sekali ia menghantam otak lelaki asing itu dengan sebuah batu besar hingga menyebabkan amnesia agar harga dirinya tak rusak.  "Tenang, Nirbita. Dia cuma orang asing, gak
Read more
Bab 4
"Ah, sial. Gue bener-bener malu!" Nirbita membentrokkan dahi lebarnya ke meja. Ia telah menceritakan apa yang terjadi kepada Helen. Sekarang mereka berdua ada di perpustakaan kampus. Helen butuh beberapa buku yang berkaitan dengan sejarah untuk mencari bahan referensi karena ia akan melakukan presentasi besok lusa. Sesekali gadis itu menyimak cerita Nirbita dengan iris mata fokus ke layar laptop. "Lebih baik malu sama orang gak dikenal, daripada harus malu sama mantan. Menurut gue tindakan lo udah tepat, sih. Gue salut sama lo yang bisa ngambil tindakan gila secepat itu," ujar Helen dengan jari-jari tangan yang bergerak lincah di atas papan keyboard. Nirbita menggertakkan gigi. Bagaimana bisa reaksi Helen sesantai itu? Demi terlihat keren di depan mantan ia rela membuang harga diri pada orang yang tak dikenalnya tanpa berpikir panjang. Harusnya kemarin
Read more
Bab 5
Sinar matahari menyusup dari balik tirai kamar. Suara kicauan burung yang saling bersahutan seakan menyuruh orang-orang untuk segera bangun dari tidur nyenyaknya dan kembali beraktivitas seperti biasa. Ferrel yang masih bergeming di atas kasur membuka kelopak matanya secara paksa kala bunyi alarm terus berdering. Lelaki itu menguap lebar usai mematikan alarm yang berada di atas meja dan mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia turun dari kasur dan berjalan menuju kamar mandi. Tidak butuh waktu lama bagi lelaki itu untuk bersiap pergi ke kantor. Ferrel selalu andal dalam mengatur waktunya. Kini ia tengah duduk manis di meja makan sembari mengunyah sepotong roti isi selai cokelat. Tak lama kemudian lelaki itu bangkit dan melangkah keluar dari apartemennya. Begitu tiba di depan lobi, Aline membungkukkan badan sesaat padanya guna memberi hormat. "Pagi, Bos," sapa Aline tegas. 
Read more
Bab 6
Riyan melepas jas putih yang melekat pada tubuhnya, lalu menyampirkannya di jemuran baju berukuran mini. Ia menghempaskan bokongnya di sofa, kemudian menjangkau sekaleng kopi dingin yang ada di nakas meja. Ini adalah kesempatannya untuk mengistirahatkan tubuh sejenak sambil menunggu para pelanggan tiba di kliniknya. "Ferrel? Tumben banget dia ngirim pesan," gumam Riyan saat melihat nama Ferrel terpampang di layar utama ponselnya. Jemarinya mengetuk aplikasi WhatsApp untuk membaca pesan lelaki itu. Malem ini lo senggang gak? Kalo ada waktu gue mau ngajak lo nongkrong di kafe. Tenang aja, biaya makan dan minum gue yang nanggung. Tawaran itu membuat Riyan terbahak pelan. Apakah Ferrel sedang butuh teman ngobrol malam ini? "Gue rasa pergi ke club malam hari ini lebih bagus." Pikirnya rasional. Haru
Read more
Bab 7
Sepanjang perjalanan Nirbita tak berhenti mengembangkan senyumnya. Gadis itu bahkan merasa acuh ketika beberapa orang memandang dan berbisik-bisik tentangnya. Ia benar-benar tak peduli. Nirbita masih tak percaya mulai besok ia akan bekerja di kafe milik Arkan. Semoga pekerjaan paruh waktu kali ini bisa mengurangi beban yang ditanggungnya. Nirbita harap keuangannya bisa jauh lebih baik daripada sekarang. "Kalo duit gue banyak, pasti sekarang gue udah traktir Helen makan dan ngajak dia jalan-jalan ke mall sebagai perayaan karena gue keterima kerja. Tapi ... sayangnya sekarang gue bener-bener miskin," gumam Nitbita lesu. Meski terlihat cuek, sejujurnya ia sangat peduli terhadap Helen. Hanya saja Nirbita memang tak pandai menunjukkan sikap lembutnya. Niatnya ia ingin berbagi kesenangan dengan Helen hari ini, tetapi Nirbita bingung bagaimana cara melakukannya dengan kondisi kantong kering
Read more
Bab 8
Ferrel tahu dirinya tak bisa terus-terusan bersembunyi seperti ini. Cepat atau lambat mamanya pasti akan jengkel dan menggunakan cara lain untuk menjodohkannya. Laki-laki itu tak bisa menjamin alibinya akan selalu berhasil. Ferrel harus bisa bertindak cerdik sebelum terlambat. Tapi, bagaimana caranya? Apa yang harus ia lakukan agar mamanya berhenti mendesak perihal pernikahan? Ferrel iseng membuka laci meja kantornya. Tak sengaja ia melihat sebuah kotak tua berwarna cokelat yang berada di antara tumpukan berkas-berkas kantor. Perlahan tangannya meraih kotak itu dan meletakkannya di meja. Bahkan setelah kejadian itu, Ferrel benar-benar tidak bisa melupakannya. Akan selalu ada momen di mana ingatan menyakitkan itu muncul, terlebih lagi jika ia sedang tidak melakukan kegiatan apa pun, seperti sekarang. Sebenarnya Ferrel ingin membuka kotak yang ada di had
Read more
Bab 9
Tidak butuh waktu berjam-jam lamanya, sedikit basa-basi dan beberapa topik obrolan mengenai apartemen unit 131 menjadi pembukaan sebelum proses transaksi berlangsung. Riyan meletakkan sebuah box hitam berukuran sedang di atas meja, di mana terdapat tumpukan uang yang memang telah Ferrel persiapkan untuk membeli apartemen. Begitu Ferrel dan pemilik apartemen menandatangai surat pindahan kepemilikan dan menempelkan stempel, mereka pun saling berjabat tangan sebagai bukti bahwa transaksi berjalan dengan mulus. Kini apartemen unit 131 resmi menjadi milik Ferrel sepenuhnya. "Ah, mohon maaf, Pak. Tapi ... apa boleh saya minta waktu sehari lagi untuk tetap di sini? Ada banyak barang yang harus saya kemas untuk pindahan," pinta mantan pemilik apartemen.  Ferrel terdiam sesaat, tak lama kemudian ia mengangguk. Toh, lagi pula sebenarnya ia tidak in
Read more
DMCA.com Protection Status