[Sungguh kasihan ibu ini ditinggal merantau suaminya tapi tidak pernah dikirimi nafkah hingga mengharuskannya bekerja sebagai pemulung padahal suaminya bekerja di pertambangan. Naasnya lagi, saat ini anaknya sedang mengidap penyakit TB. Bagi yang mau membantu Ibu ini dan anaknya bisa kirimkan donasinya ke nomor rekening yang tertera di caption] Bayu terkejut saat melihat berita viral di sebuah akun di sosial media. Pasalnya yang sedang diberitakan itu adalah istri dan juga anaknya yang sedang memulung. Bagaimana bisa keduanya kekurangan hingga harus menjadi pemulung? Sedangkan setiap bulannya Bayu selalu mentransfer uang yang cukup banyak untuk istri dan anaknya ke rekening kakaknya yang bernama Sita. Apa yang akan dilakukan Bayu? Apakah Bayu bisa mengungkap apa yang dirahasiakan kakak dan juga ibunya selama dia bekerja? Apakah pernikahan Bayu bisa diselamatkan?
View More“Gimana kabarnya Amel, Bu? Sudah lama aku gak dengar suaranya. Aku merindukannya, Bu. Ponselnya Amel juga gak bisa dihubungi. Kira-kira dia ke mana ya?” tanyaku pada Ibu.
Saat ini aku sedang berbicara dengan keluargaku melalui sambungan telepon“Amel baik-baik saja, Bayu,dia tidak bisa dihubungi karena ponselnya rusak gara-gara kena susunya Arka,” jawab Ibu yang menjelaskan kenapa ponsel istriku tidak bisa dihubungi. “Lalu kenapa Ibu gak kasih tau Bayu kalau ponsel Amel rusak? Bayu kan jadi khawatir?”“Ya Ibu gak mau kamu jadi kepikiran. Makanya ibu gak hubungi kamu sebab takut ganggu kerjaan kamu di sana.”“Iya, Bayu, kita ini nggak mau ganggu kerja kamu. Makanya kita diam saja. Nanti kalau kita mengadu ini dan itu takutnya bakal mengganggu konsentrasi kerjaan kamu. Makanya kita nunggu kamu telpon duluan aja.” Mbak Sita menimpali. Ia kakakku yang tinggal bersama Ibu dan kedua anaknya sedangkan suaminya juga sama sepertiku merantau ke luar pulau. Hanya saja, kami berdua berbeda pulau. “Terus sekarang amel ke mana, Bu, Mbak? Tolong berikan ke dia ponselnya, sebab aku mau bicara.”Posisi ponsel di-loudspeaker, makanya Mbak Sita bisa menimpali obrolan aku dan Ibu. “Amel tidak ada di rumah kontrakannya. Dia lagi menginap di rumah orang tuanya. Nanti, kalau Amel pulang, Mbak dan Ibu akan beritahu kamu,” sahut ambak Sita padaku.“Emangnya ada apa sih? Kok kelihatannya penting sekali. Sebab setiap kamu menelpon pasti selalu menanyakan Amel,” imbuh Mbak Sita. “Ya kangen aja, Mbak. Sudah hampir dua bulan kalau kuingat, aku dan Amel tidak bertukar kabar. Bahkan, kabar Arka saja aku tidak tahu. Aku kan juga ingin video call dengan mereka berdua, Mbak. Emangnya gak boleh ya aku mau tahu kabar istri dan anakku?”“Ya boleh aja sih, Bay. Tapi kan kesannya kamu kayak yang gak percaya aja gitu sama aku dan Ibu. Soalnya setiap kali telepon pasti yang ditanya Amel, Arka, Amel, Arka aja terus. Lagian salah siapa ponselnya rusak.”“Ya kalau begitu suruhlah dia itu beli, Mbak.”“Istrimu itu susah kalau dikasih tahu, Bay. Sudah berapa kali Mbak dan ibumu mau belikan dia ponsel dan menyuruh untuk membeli ponsel agar bisa kamu hubungi. Tapi jawabannya selalu sayang uangnya. Ya kita bisa apa kalau dia bersikerasnya seperti itu.” Kali ini Ibu yang menimpali. Aku menghela napas sejenak, entah kenapa rasanya ada yang ganjil, tetapi tidak bisa menebaknya. Sudah hampir dua bulan aku tidak pernah bisa berbicara dengan Amel dan Arka. Setiap menghubungi Ibu dan Mbak Sita pasti jawabannya selalu ada saja. Namun, untuk terus mencecar keduanya sungguh aku tidak enak hati. Mereka Ibu dan kakakku. Takutnya nanti mereka justru tersinggung. “Baiklah kalau begitu. Kalau Amel sudah pulang tolong kabari aku ya, Mbak, Bu. Aku merindukan istri dan anakku.”Setelah berbasa-basi dan mengucapkan salam akhirnya kami menyudahi obrolan. Kuletakkan ponsel di atas kasur yang kutempati ini. Sebenarnya aku ingin membicarakan hal penting pada Amel. Aku berniat untuk mengajaknya tinggal bersamaku di sini. Setelah dua tahun lamanya aku berjuang di pulau orang akhirnya kerja kerasku membuahkan hasil. Ini juga pasti berkat doa Amel dan Arka selan doa Ibu tentunya. Pekerjaan di luar kota menjadikanku jauh dari keluarga. Aku bekerja di kalimantan di sebuah perusahaan pertambangan. Aku baru bisa pulang satu tahun sekali. Aku sangat bersyukur sebab Ibu, kakak, dan istriku sangat akur.Selama ini banyak sekali berita ipar,mertua dan menantu yang tidak akur, tetapi berbeda dengan Amel. Hubungan keluargaku dengannya terbilang baik. Itulah sebabnya aku bisa lebih tenang meninggalkan anak dan istri di waktu berangkat jauh untuk bekerja.Selama bekerja di kalimantan nafkah yang kuberikan untuk keluarga alhamdulillah lancar. Aku selalu ditransfer ke rekening Mbak Sita sebab Amel sudah lama tidak mengaktifkan rekeningnya. Ia sering lupa nomor pin ATM. Itulah sebabnya selama ini selalu menumpang di rekening Mbk Sita. Aku dan Amel sudah menikah selama tiga tahun. Setahun pernikahan belum diberi momongan. pada saat itu hidup kami sangatlah pas-pasan. Sebab saat itu pekerjaanku hanya serabutan dan cukup sulit mendapatkan pekerjaan meski aku lulusan sarjana.Di tahun kedua pernikahanku barulah kabar bahagia datang dari Amel bahwa dia hamil. Senyum kebahagiaan terpancar dari wajah Amel, tetapi sayangnya aku harus berangkat ke pulau kalimantan sebab lamaran pekerjaan yang kuajukan diterima. Demi merubah nasib, akhirnya Amel merelakanku untuk pergi dan kita pun menjalani hubungan LDR. Kusudahi lamunanku, kini aku kembali mengambil ponsel dan membuka-buka media sosial yang sedang digandrungi hampir semua orang baik tua maupun muda. Saat tangan ini terus men-scroll layar tiba-tiba ada satu postingan yang membuatku tertarik saat membaca tulisan besar di akun bernama Netizen Konoha. Di sana captionnya tertulis huruf besar. [Sungguh kasihan ibu ini, ditinggal merantau suaminya tapi tidak pernah dikirimi nafkah hingga mengharuskannya bekerja sebagai pemulung padahal suaminya bekerja di pertambangan. Naasnya lagi, saat ini anaknya sedang mengidap penyakit TB. Bagi yang mau membantu Ibu ini dan anaknya bisa kirimkan donasinya ke nomor rekening yang tertera di caption]Awalnya aku masih biasa saja saat melihat video seorang wanita berjilbab sembari menggendong seorang anak kecil yang wajahnya ditutupi dengan kain yang digunakannya untuk menggendong. Sepertinya anak itu sedang tertidur. Hingga sampai pada saat sosok wanita itu menampakkan wajahnya di kamera. Mataku membulat karena ternyata wanita itu adalah Amel ….“Siapa mereka? Kok tiba-tiba ada di depan rumahku? Apa jangan-jangan … ah tidak mungkin, bukankah tidak ada satu pun yang tahu tentang aku dan anakku? Dan tidak mungkin mas Fahmi yang mengadukan aku ke polisi.” Pikiran Sita menjadi kacau seketika. Sita belum mau membukakan pintu sebab dia masih ragu akan keselamatannya di mana dia juga seorang diri, tidak ada orang lain di rumahnya. “Permisi, Ibu Sita!” Kembali Sita mendengar suara pintu rumah diketuk dan namanya juga disebut oleh salah satu dari mereka. “Duh gimana ini, aku belum siap menghadapi mereka. Dan nggak mungkin mas Fahmi mengadukan semuanya ke polisi, aku ini kan ibunya Rifki aku juga berhak atas anakku.” Tubuh Sita seperti gemetaran. Dia tidak bisa berpikir dengan tenang. Di sekeliling rumahnya pun sudah banyak orang yang memperhatikan seakan ingin tau apa lagi yang terjadi dengan Sita. Karena tidak kunjung dibuka, kedua orang itu menanyakan ke tetangga Sita yang bernama Reni.“Apa Ibu Sita ada di rumahnya?” “Seper
Di perjalanan pulang, Fahmi berniat untuk mendatangi Sita di rumahnya sebab dia tidak menemukan mantan istrinya itu saat menjemput anaknya di jalan tadi. Namun, Bu Tini melarangnya.“Sebaiknya kita langsung pulang saja, percuma kalau kamu ribut dengannya sudah pasti kamu yang kalah. Ibu tau persis watak dan kelicikan mantan istrimu itu. Dia nggak akan semudah itu untuk mengakui kesalahannya,” titah Bu Tini pada Fahmi yang tengah fokus mengendarai sepeda motornya.“Tapi, Bu, aku harus membuat perhitungan dengannya. aku ini juga ayahnya Rifku, aku jelas nggak akan terima kalau anakku disakiti dengan cara seperti ini, Bu.” “Ibu mengerti perasaanmu, tapi kita harus cari waktu yang tepat untuk melawannya, percayalah akan tiba saatnya untuk kita bisa menang melawan Sita. Tapi yang pasti tidak sekarang” Mendengar perkataan sang Ibu, Fahmi akhirnya mengurungkan niatnya untuk melabrak Sita, dan terus melajukan sepeda motornya menuju rumah.Bu Tini sebenarnya tidak ingin terjadi sesuatu pada
Kesabaran Bu Tini akhirnya membuahkan hasil, apa yang dia pikirkan terjawab sudah. Semua jawabannya sudah di depan mata, hanya saja dia tidak habis pikir anak seusia Rifki kok ada di tempat keramaian seperti ini. Entah di mana Sita, karena wanita itu tidak tampak batang hidungnya. Bu Tini merasakan shock saat anak yang dia lihat ternyata benar Rifki meski awalnya dia sudah mengantisipasi. Tanpa berpikir lagi, wanita tua itu langsung memeluk cucunya dengan erat. Fahmi yang melihat dari kejauhan mulai melangkah dan mendekati sang anak. Alangkah terkejutnya dia sebab anaknya yang seharusnya berada di rumah bersama Ibunya, tetapi sekarang justru berada di tempat seperti itu. Rasa bersalah bercampur dengan emosi menyatu dalam diri Fahmi, karena dia seorang ayah seharusnya melindungi, tetapi malah seperti menelantarkan anaknya. Tentu saja luapan kemarahannya tertuju pada Sita.“Rifki, kenapa kamu ada di sini, Nak?” tanya Bu Tini pada Rifki.“Nenek, aku … hmm … aku di sini sama Ibu,”
Tak sabar rasanya, Bu Tini ingin sekali kembali ke tempat itu, di mana dia melihat sosok Rifki yang tengah digandeng oleh seseorang dengan pakaian yang sangat lusuh. Tidurnya pun menjadi tidak nyenyak dan tidak tenang selalu dibayang-bayangi kehadiran cucunya. Entah kenapa, Bu Tini tidak ada menaruh rasa percaya pada Sita sedikit pun. ***Keesokan harinya, Bu Tini kembali mengajak dan mendesak Fahmi untuk diantarkan kembali ke simpang lampu merah tempat dia melihat sosok Rifki pertama kali. keyakinan serta rasa penasarannya pada sosok anak kecil itu begitu kuat. “Ibu yakin mau ke situ lagi? Apa nggak kita ke rumah Sita aja terlebih dahulu?” Fahmi sengaja mengalihkan apa yang ada di pikiran Ibunya, setidaknya keinginan Ibunya itu hanya mau bertemu dengan Rifki.“Enggak! Ibu mau kamu juga ikut cari tau apa yang terjadi pada anakmu, memangnya kamu tidak penasaran apa? Kalau sampai terjadi apa-apa dengan Rifki kamu juga tidak akan Ibu maafkan, ngerti kamu!?” sentak Bu Tini pada Fahmi.
Entah kenapa Bu tini punya firasat kalau yang dia lihat adalah betul Rifki, tetapi dia harus lebih memastikan kalau dugaannya benar. Perhatiannya tidak lepas dari anak yang sangat mirip dengan cucunya itu.“Eh eh, berhenti Fahmi,” ucap Bu Tini sambil menepuk bahu Fahmi yang sedang fokus melihat jalan. “Iya ada apa sih, Bu?” Fahmi menoleh pada Ibunya.“Coba deh kamu lihat anak itu, sepertinya tidak asing bagi Ibu, fisiknya sangat mirip dengan Rifki.” Fahmi menoleh ke arah yang ditunjuk bu Tini. Dia menajamkan penglihatannya. Meski menurut Fahmi memang mirip, tetapi masa iya anaknya afa di tempat seperti itu? “Ah, negak mungkin itu Rifki, Ibu salah lihat kali. Nggak mungkin anakku jadi pengemis.” Pandangan Fahmi juga tidak lepas dari sosok anak yang dia lihat, tetapi dia belum percaya kalau itu adalah anaknya. Pasalnya anak itu terlihat sedang meminta-minta di sekitar lampu merah bersama seorang perempuan paruh baya. Fahmi berusaha meyakinkan kalau Bu Tini kalau dia hanya salah l
Percakapan Amel dan Ibu markonah didengar oleh Ibu-Ibu yang lainnya yang juga lagi belanja di warung tempat langganan mereka. Wajar saja karena setiap pagi adalah waktu untuk membeli bahan untuk dimasak setiap harinya. Begitu juga dengan Amel yang sudah menjadi kegiatannya setiap hari. Ditambah dia harus mengurus sang mertua.Bu markonah tampak kesal karena diminta harus melunasi hutangnya terlebih dahulu jika mau pinjam uang lagi. Apalagi di depan orang banyak, tentunya dia merasa sangat malu jika yang lain pada tahu kalau dirinya punya hutang pada warga baru seperti Amel. Padahal selama ini dia selalu menghina Amel miskin hanya karena tampilannya yang sederhana. “Ck, halah duit segitu aja diminta terus, kayak orang susah. Katanya orang kaya masa hutang nggak seberapa diributin, nggak malu apa?” ujar Bu Markonah dengan expresi wajah mengejek. Dia berusaha membalikan keadaan seolah Amel yang menjadi penyebab keributan.“loh-loh ada apa ini, Mel?” tanya Mila sambil mendekati Amel.“i
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments