Benci CEO Cinta Tanpa Rencana

Benci CEO Cinta Tanpa Rencana

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-05-19
Oleh:  AwenXOn going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
15Bab
180Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Alya Putri tak pernah menyangka bahwa pekerjaannya di perusahaan bergengsi justru membawanya berhadapan dengan pria paling menyebalkan yang pernah ia temui Rafael Kurniawan, CEO muda yang terkenal kejam dan dingin. Sejak hari pertama, Alya sudah membuat kesan buruk di mata Rafael. Sikap santainya bertolak belakang dengan dunia bisnis yang penuh aturan ketat yang Rafael ciptakan. Pertengkaran kecil, adu argumen, dan ketegangan seolah menjadi makanan sehari-hari mereka. Namun, takdir seakan punya rencana lain. Sebuah proyek besar memaksa mereka bekerja lebih dekat dari sebelumnya. Di tengah tekanan dan ambisi, perlahan-lahan rasa benci itu berubah menjadi rasa peduli yang sulit dijelaskan. Di balik tatapan tajam Rafael, Alya mulai menemukan luka lama yang tersembunyi. Sementara Rafael pun tak mampu lagi mengabaikan pesona Alya yang tak pernah ia duga sebelumnya. Di dunia bisnis yang keras dan penuh persaingan, akankah cinta yang tumbuh tanpa rencana ini mampu bertahan? Atau justru mereka harus memilih antara karier dan perasaan yang tak bisa lagi dipungkiri?

Lihat lebih banyak

Bab 1

Awal yang Penuh Bencana

Hari itu langit Jakarta seolah ikut memperburuk suasana hati Alya Putri. Awan kelabu menggantung berat, udara terasa gerah, dan kemacetan membuatnya hampir gila. Dengan tergesa, ia berlari-lari kecil memasuki lobi gedung pencakar langit yang menjulang megah di tengah kota. Logo 'Kurniawan Corp' berkilau di atas pintu utama, seolah mengingatkannya: di tempat inilah nasibmu akan berubah.

"Selamat pagi, Mbak. Ada yang bisa saya bantu?" sapa resepsionis dengan senyum profesional.

"Alya Putri. Saya... saya dijadwalkan interview dengan Pak Rafael Kurniawan," jawabnya, sedikit terengah karena berlari.

Senyum resepsionis itu sedikit meredup, seperti refleks alami. Seolah nama itu saja sudah cukup membuat siapa pun gugup. Dengan cepat, wanita itu mengangguk dan memberi isyarat agar Alya mengikuti seorang staf ke lantai atas.

Sepanjang perjalanan di lift, Alya merapikan rambutnya, menarik napas dalam-dalam, dan berusaha mengusir rasa gugup yang tiba-tiba melanda. Ia sudah mendengar banyak cerita tentang Rafael Kurniawan: CEO muda, pintar, sukses, sekaligus terkenal dengan reputasi dingin dan tak kenal ampun.

"Biasa aja, Alya," gumamnya, mencoba meyakinkan diri. "Dia juga manusia. Bukan setan."

Begitu pintu lift terbuka, seorang pria berbadan tegap dengan jas hitam langsung menyambut. Tatapannya tajam, langkahnya tegap. Alya nyaris ingin mundur selangkah.

"Alya Putri?" tanyanya tanpa basa-basi.

"Iya, Pak."

"Ikuti saya."

Mereka berjalan cepat melewati lorong-lorong panjang dan mewah. Di ujung koridor, sebuah pintu besar dari kayu jati terbuka lebar, memperlihatkan ruangan kantor yang modern dan minimalis. Duduk di balik meja, dengan laptop terbuka dan ekspresi datar, adalah Rafael Kurniawan.

Alya tertegun sesaat. Pria itu benar-benar seperti yang diceritakan orang-orang: berwajah tampan, rahang tegas, rambut hitam rapi, dan mata yang tajam seperti pisau.

"Duduk," katanya, tanpa melihat langsung ke arah Alya.

Dengan gugup, Alya menarik kursi dan duduk. Ia berusaha tersenyum sopan, tapi Rafael tetap saja sibuk menatap layar laptopnya.

"Jadi," kata Rafael akhirnya, dengan nada datar. "Kamu terlambat tujuh menit."

Deg.

Alya menelan ludah. "Saya minta maaf, Pak. Tadi macet"

"Alasan klasik." Rafael akhirnya mengangkat wajahnya, menatap Alya langsung untuk pertama kalinya. Tatapannya tajam, seolah menelanjangi seluruh alasan yang coba disusun Alya dalam pikirannya. "Di dunia ini, waktu adalah uang. Dan orang yang membuang waktu, membuang uang. Saya benci itu."

Suasana ruangan mendadak menegang. Alya membuka mulut untuk membela diri, tapi ia urungkan. Tidak, ia harus tetap tenang.

"Kamu tahu kenapa saya bersedia menginterview kamu sendiri, Alya Putri?" tanya Rafael.

Alya menggeleng pelan.

"Karena saya ingin lihat langsung apakah kamu layak berada di sini. Atau hanya buang-buang waktu saya."

Perut Alya terasa bergejolak. Ia mengepalkan tangannya diam-diam di atas pangkuan, berusaha keras mempertahankan senyumnya.

"Baik, Pak. Jika saya diberi kesempatan, saya akan membuktikan bahwa saya tidak akan membuang waktu Anda," katanya dengan suara yang lebih tenang dari yang ia rasakan.

Rafael menyipitkan mata, seolah menimbang-nimbang. Ia lalu melemparkan selembar kertas ke atas meja.

"Ini proyek pertama kamu kalau diterima. Baca. Mulai pikirkan solusinya. Waktu kamu hanya dua hari."

Alya meraih kertas itu. Proyek kompleks dengan detail yang membuat kepalanya langsung pening.

Tanpa memberikan kesempatan berbicara lebih banyak, Rafael kembali menunduk ke laptopnya, mengabaikan Alya seolah ia sudah tidak ada di ruangan.

"Kamu bisa keluar," katanya tanpa menoleh.

Alya berdiri, membungkuk sedikit, dan melangkah keluar dari ruangan. Begitu pintu tertutup di belakangnya, ia akhirnya berani menarik napas panjang.

"Astaga," gumamnya. "CEO macam apa itu?"

Di ujung koridor, staf yang mengantarnya tadi menahan senyum simpul. "Selamat datang di dunia Rafael Kurniawan, Mbak Alya."

Dan saat itu, dalam hati, Alya bersumpah: kalau memang harus bekerja di bawah pria itu, maka ia tidak akan pernah membiarkan dirinya diinjak-injak. Ini baru permulaan. Tapi pertempuran batin antara benci dan rasa penasaran sudah mulai bergelora dalam dirinya tanpa ia sadari.

Beberapa jam kemudian, Alya duduk di sebuah kafe kecil tak jauh dari gedung. Di depannya, secangkir kopi yang sudah dingin nyaris tak tersentuh. Ia menatap berkas proyek yang baru saja diberikan Rafael dengan pandangan nanar.

"Kamu gila, Alya. Gila," gumamnya sambil memijat pelipis. Diagram, laporan keuangan, analisa pasar semuanya bercampur aduk dalam dokumen itu. Ia bahkan nyaris tidak tahu harus mulai dari mana.

Teleponnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari sahabatnya, Rani.

Rani: Gimana interviewnya? Diterima, kan?

Alya mengetik cepat.

Alya: Baru interview. Belum tahu. Tapi orangnya... OMG, Ran, kayak es batu hidup.

Tak butuh waktu lama, balasan datang.

Rani: Haha, sabar. CEO emang begitu kali. Yang penting kamu harus nunjukkin siapa Alya!

Alya tersenyum kecil. Walaupun hatinya masih panas mengingat sikap dingin Rafael, semangatnya perlahan kembali. Ia tahu, menyerah bukan pilihan.

Ia menutup berkas proyek itu, lalu menarik napas panjang.

"Dua hari. Aku akan bikin kamu kagum, Pak CEO Sombong," katanya, menggenggam cangkir kopinya erat-erat. Mata Alya menyala dengan tekad baru.

Malam itu, tanpa peduli rasa lelah, ia mulai merancang langkah pertamanya untuk menaklukkan proyek dan mungkin, tanpa ia sadari, menaklukkan hati seseorang yang bahkan belum tahu betapa hidupnya akan berubah.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
15 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status