Share

Bos Aneh Dan Nyebelin
Bos Aneh Dan Nyebelin
Penulis: IztaLorie

Modus Minta Dipuji

Ketika Isti membuka pintu, hawa dingin menyergap membuat bulu kuduk berdiri. Dia bergegas duduk di kursi plastik warna merah yang tersedia di tengah-tengah ruangan.

"Aman ya? Kok pada santai-santai?" sapa Isti, saat mengedarkan pandangan ke sekeliling laboratorium. 

Terlihat Vela sedang mematut wajah dan merapikan rambut. Sedangkan Hadi-Sang Bos sedang serius membaca buku laporan. Dia tidak memperhatikan anak buah yang mulai duduk diam di sekelilingnya. 

"Bos, sudah ngantuk nih. Ayo cepat!" pinta Feny sambil menutup mulut. Sudah tiga kali menguap, tapi Bos masih belum juga memimpin ritual pergantian dinas.

Anak-anak laboratorium, memang terbiasa memanggil atasan langsung mereka dengan panggilan Bos. Tanpa memanggil namanya secara langsung.

Hadi lalu mengangkat kepala dan bertemu pandang dengan Isti. Bibirnya melengkungkan senyum, membuat cewek yang duduk tepat di depannya jadi salah tingkah. 

"Wah, rambutnya Mbak Isti bagus ya," puji Hadi dengan mata berbinar. Seolah-olah Isti seorang bintang, yang sedang mengiklankan produk shampo terbaru. 

Namun, bukannya tersipu malu, raut muka Isti malah berubah keruh. "Bos ini mau muji atau nyindir nih? Rambut megar kayak singa gini dibilang bagus! Bilang aja kalau nggak rapi, terus disuruh kucir. Bentar lagi ya, Bos. Biar kering dulu, habis keramas nih." Isti menggosok kedua tangan tanda permohonan tulus. 

Hadi mengangguk-angguk. "Tapi itu rambutnya beneran bagus lho. Setiap hari bisa berubah modelnya." 

Perkataan itu makin membuat Isti cemberut. "Si Bos ini maksudnya apa sih? Ya, sudah  kurapikan saja sekarang." 

Isti merogoh saku untuk mengeluarkan karet gelang dan mengikat rambut tanpa menyisirnya terlebih dahulu. Meski pun tahu, kalau rambut separuh kering akan tampak lebih lepek nantinya. 

"Bos," rengek Feny. 

"Ya, sudah. Mari kita berdoa." Hadi menutup mata, mengatupkan kedua tangan lalu mulai memimpin doa. 

Setelah mendengarkan serah terima dari Feny, mereka berdiri dan membubarkan diri. Berhubung tidak ada sampel tersisa yang ditinggalkan oleh Feny. Jadi, mereka mempersiapkan peralatan di bagian masing-masing.

"Mbak Vela matanya bagus ya? Besar seperti kelereng." Kali ini Vela yang tampak bingung karena mendengar pujian dari si Bos yang tidak sewajarnya. 

"Mataku bagus? Nggak salah Bos? Is, si Bos habis minum obat apa sih? Kok gini amat?" Vela mencolek Isti yang bersandar pada pintu masuk. 

Isti menahan senyum sambil mengangkat bahu. "Entahlah. Baru bahagia mungkin. Siapa tahu abis ini kita ditraktir."

"Mau dong, tapi sepertinya tidak mungkin," ucap Vela yang ngeloyor kembali keposnya.

Beberapa jam berlalu dengan cepat, karena banyak pasien yang periksa laboratorium hari itu. Tak terasa sudah mendekati waktu pulang. 

"Mbak, tau nggak..." tanya Hadi,yang tiba-tiba muncul dari ruang kantor.

Isti sengaja diam, untuk menunggu kelanjutan pertanyaan itu, tapi si Bos tidak meneruskan malah hanya melewatinya. Pandangan Isti masih terus mengikuti gerak-gerik si Bos, tapi ternyata tidak ada tanda-tanda akan meneruskan pembicaraan. Sungguh sangat membangongkan.

Isti pun menghembuskan napas panjang. Lalu kembali fokus pada pekerjaan menerima pasien yang mau periksa. Cewek itu mengenakan masker dan juga sarung tangan sebelum membuka pintu untuk mengambil sampel. 

Setelah menyelesaikan pengambilan darah, dia masuk ke laboratorium dan melihat si Bos sudah duduk di depan meja administrasi. 

"Mbak, tau nggak..." 

"Nggak!" jawab Isti dengan cepat dan keras, hingga Hadi terlonjak karena kaget. 

"Galak banget sih, Mbak. Kan aku cuma mau tanya." Hadi sama sekali tidak tersinggung, setelah dibentak oleh anak buahnya.

"Habisnya dari tadi nanya nggak lengkap sih. Nanya, Mbak tau nggak mulu!" semprot Isti.

Alhasil, Hadi hanya bisa garuk kepala, sambil cengir-cengir. Namun, cowok itu masih belum beranjak. 

"Mbak, tau nggak? Siapa yang punya mata paling indah?" Hadi kembali bertanya, kali ini sudah langsung dilengkapi. Rupanya, dia sudah belajar dari pengalaman.

"Nggak tau, emangnya siapa?" Suara Isti sudah kembali lembut, tidak keras seperti tadi. Ini karena jiwa keponya terpanggil keluar.

Namun, Hadi tersenyum lalu berjalan melewati Isti dan masuk ke dalam kantornya. Isti hanya bisa menepuk dahi melihat kelakuan si Bos. Ada-ada saja ulahnya hari ini, yang bikin Isti menahan diri agar tidak menonjoknya. Mengingat statusnya yang merupakan seorang kepala ruang.

"Bos! Dicari Sinta." Vela berteriak sekuat tenaga dari ruang persiapan sampel yang terletak di belakang. 

Senyum Hadi semakin lebar membuat Isti curiga. Cewek berkucir ekor kuda itu sengaja mengamati dari posnya, ketika Hadi dan Sinta berbincang-bincang di pintu belakang. Namun, percakapan itu hanya sebentar, tidak sampai lima menit juga sudah kelar.

"Sudah dulu ya, Mbak Vela, Mbak Isti," pamit Sinta dengan senyum lebar.

Apa yang dilakukan oleh Sinta berikutnya membuat Isti terkesiap. Sinta mencium punggung tangan Hadi, seperti kebiasaan istri kepada suaminya.

"Owh, punya pacar baru toh," sindir Isti sambil bersedekap, saat Hadi melewatinya.

"Sekarang aku tahu siapa pemilik mata yang paling indah, pasti si Sinta, kan?" lanjut Isti yang memamerkan senyum menggoda. Namun, sebenarnya hati Isti terasa panas,karena terbakar api cemburu.

"Kok tahu?" Senyum Hadi tidak juga hilang, malah seawet mayat berformalin. 

Vela pun ikut menggoda Bos yang sedang kasmaran. "Sinta to? Cie, cie si Bos. Traktir dong."

"Ya, kapan-kapan kutraktir."

"Kapan, Bos? Pastikan tanggalnya, biar aku nggak ketinggalan ditraktir," balas Vela yang berjalan mendekat, hingga sampai di samping Isti.

"Aku tahu juga siapa yang rambutnya bagus dan berubah-ubah modelnya. Pasti Sinta juga kan? Jadi, tadi pagi itu ceritanya mau ngode kalau sudah punya pacar yang cantik ya, Bos?" Isti mengibaskan rambut. Meskipun rambutnya lurus, berbeda dengan Sinta, tapi Isti maklum. Begitulah kalau orang sedang jatuh cinta. Setiap kali memandang, hanya tampak bayangan kekasih saja.

"Seharusnya bilang saja terus terang Bos. Jangan bikin kita jadi takut dengan pujian aneh-aneh itu," saran Vela.

Namun, Hadi hanya menanggapi dengan senyum lebar saja. Tanpa mau membalas.

Isti dan Vela geleng-geleng kepala melihat Bos yang sedang berbunga-bunga. "Dasar si Bos," kata mereka bersamaan dengan kompak. 

Candaan mereka tidak berlangsung lama karena si Bos semakin menyebalkan dengan pertanyaan yang tiada habisnya. 

Siapa yang punya hidung paling mancung? Siapa yang mulutnya kecil mungil menggemaskan? Dan berbagai pertanyaan yang membuat sebal lainnya. 

Siapa lagi yang kena kalau bukan Isti karena pos nya paling dekat dengan bos. 

Cewek yang bersandar pada pintu depan itu, bergidik ngeri melihat bos yang senyum-senyum ketika memeriksa hp. Jatuh cinta sih jatuh cinta, tapi jangan berlebihan yang pamer. Isti kan jadi makin nyesek lihatnya.

Namun, apa saja yang dilakukan cowok itu di dekat Isti, pasti memberikan efek gelenyar aneh pada jantung, yang membuat debarannya semakin cepat. Menjalin hubungan dengan rekan kerja yang seruangan, merupakan salah satu hal yang terlarang di instansi tempat kerja mereka. 

Itu yang menjadi alasan Isti untuk menunjukkan rasa tidak suka dengan bos dengan bersikap galak dan masa bodoh. 

Beruntungnya dia karena sikap si bos sendiri layak mendapat perlakuan seperti itu. 

"Mbak, jangan melamun." Hadi mengacak-acak rambut Isti sambil lalu. 

Gimana Isti tidak lemas kakinya kalau diperlakukan seperti ini. Meski pun ini pasti perwujudan rasa senang bos karena baru jatuh cinta tapi ini bukan hal wajar buatnya. 

Apa perlu resign saja biar tidak melihat bos terus tersenyum karena Sinta? Cemburu itu memang menguras hati. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
yeni diana sari
istilah cemburu..... bos nya galak apa sebenarnya cinta jg sama isti
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status