Emery, seorang dokter muda/koas tahun kedua terlibat masalah besar di rumah sakit tempatnya bekerja bersama seniornya, dokter Ruben. Skandal yang melibatkan kedua orang itu dikecam keras oleh sang ayah, profesor Rudiana yang merupakan direktur rumah sakit tempat mereka bekerja. Emery depresi berat dan mengalami keguguran setelah tahu kedua orang tua masing-masing tidak merestui hubungan mereka. Karir Emery nyaris hancur. Pernikahannya pun gagal. Namun, dia berusaha bangkit dan bertekad akan membalas semua perbuatan orang-orang yang telah merendahkannya di rumah sakit. Berhasilkah Emery membalaskan dendamnya? Ataukah dia terlena dengan cinta dokter Ruben dan mengurungkan niatnya untuk balas dendam?
Lihat lebih banyak“Ada pasien ibu hamil yang mengalami pendarahan. Cepat ke IGD!” kata salah seorang perawat usai menutup telepon darurat. Setelah diberitahu ambulans akan segera tiba di depan ruang IGD.
Emery bersama rekan dokter muda lainnya segera berlari menyambut pasien. Di sana, keadaan semakin genting. Ketika tim medis mengeluarkan pasien dari mobil ambulans. Lalu, memindahkannya ke ranjang transfer pasien.
Gawat! Pendarahan yang dialami pasien semakin banyak. Ibu hamil itu tak sadarkan diri dan ada luka lebam di sekitar wajahnya, Emery mengamatinya dengan seksama. Setelah pasien dipindahkan, para perawat dan dokter residen bergegas membawanya untuk diperiksa lebih lanjut oleh dokter spesialis kandungan.
“Bagaimana keadaan pasien?” tanya dokter Ruben, senior Emery di rumah sakit pada salah satu rekan Emery yang bernama Sienna.
“Sienna!” Emery menyikut rekan yang berada di sampingnya. Koas satu itu bukannya menjawab malah kelihatan gugup, gemetaran ketika dokter Ruben menanyakan analisanya.
“Sa-saya .…” Sienna gelagapan. Dokter Ruben menoleh dengan tatapan dingin dan kesal. Karena juniornya itu tidak menjawab pertanyaannya.
“Cepat katakan!” desak dokter Ruben. Dia tidak sabaran karena juniornya diam saja.
Sienna masih tertegun. Dia bingung harus menjawab pertanyaan itu jika dokter Ruben terus saja menyudutkannya. Semua mata memandang ke arahnya. Termasuk Emery. Seharusnya Sienna bisa menjawab pertanyaan dokter spesialis itu. Namun, entah karena gugup atau apa, tiba-tiba saja bibir Sienna mendadak kelu dan membuat dokter Ruben hilang kesabaran.
“Payah!” cibir dokter Ruben. “Apa saja kerjaanmu selama ini, hah?” hardiknya.
“Maafkan saya, Dokter Ruben!” sesal Sienna sambil menundukkan kepalanya karena malu. Dia benar-benar menyesalinya.
Menurut keterangan tim medis, ibu hamil itu diketahui mengalami kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Ibu hamil itu menyetir sendiri dalam keadaan hamil besar dan mengalami depresi berat. Setelah kecelakaan itu terjadi, pasien segera dilarikan ke rumah sakit terdekat karena terjadi pendarahan hebat dan bayi yang dikandungnya harus segera diselamatkan.
Masalah lain pun mulai terkuak setelah Ruben memeriksanya. Ternyata ada riwayat lain yang dialami oleh sang ibu. Emery sempat memerhatikan fisik ibu hamil itu. Dia teringat sesuatu pada pasien itu.
“EMERY!” panggil Dokter Ruben setengah berteriak. “Jelaskan analisamu!”
“Sepertinya pasien mengalami Plasenta Previa,” kata Emery agak ragu-ragu.
Pasien ibu hamil itu mengalami pendarahan yang disebabkan oleh rendahnya letak plasenta. Usia kehamilannya sekitar 35 minggu. Plasenta Previa beresiko lebih tinggi yang menyebabkan pendarahan sebelum dan setelah kelahiran, kelahiran prematur, hingga lepasnya plasenta dari rahim sang ibu. Begitu menurut analisa Emery. Karena belum lama ini, dia mengamati pasien yang mengalami masalah dalam kandungannya itu.
“Lalu, tindakan apa yang harus kita lakukan selanjutnya ketika dihadapkan kasus seperti ini?” tanya dokter Ruben lagi pada Emery. Seniornya itu menguji pengetahuan umum yang sudah banyak dipelajari Emery selama menjadi koas.
“Operasi caesar,” Emery berpendapat. Dia ketakutan ketika memberi keputusan.
“Kamu yakin?” Dokter Ruben memastikannya. Meski dia tahu jawabannya. Dia tetap menguji Emery dan para koas yang berkerumun di IGD saat itu.
“Saya yakin, Dokter!” Emery menjawabnya dengan mantap dan lantang.
‘Pede sekali dia,’ ujar Ruben dalam hati. Dia sempat membuat Emery berkeringat dingin. Emery takut terjadi kesalahan saat dirinya mengambil keputusan darurat itu.
Walau bagaimana pun juga, Emery tetap takut. Jika dia salah langkah mengambil keputusan, akibatnya bisa fatal. Nyawa pasien yang menjadi taruhannya. Jika terjadi sesuatu pada sang pasien, maka Emery harus berani mempertanggung jawabkannya. Pilihan yang sulit bagi Emery memang. Tetapi, dia dituntut harus bisa mengambil keputusan dengan cepat dan tegas. Semakin ditunda, nyawa pasien bisa melayang.
“Cepat siapkan ruang operasi!” perintah dokter Ruben pada para koas muda yang sedari tadi menunggu perintahnya.
Semua koas bergegas mempersiapkan ruang operasi. Termasuk Emery. Sementara, Sienna masih diam membisu. Dia menjadi koas yang mendapatkan perhatian khusus dari Ruben.
“Kamu!” tunjuk Ruben. Sienna menoleh. Wajahnya terlihat cemas. Tangan dan kakinya pun gemetaran.
“Sebaiknya kamu belajar lebih banyak lagi. Kamu bisa membunuh pasien dengan kebodohanmu itu. Mengerti?” Ruben menasihati. Namun, perkataannya menyinggung dan menyakiti hati Sienna saat itu.
Sienna mengepalkan tinjunya. Dia marah dan kesal sekali karena mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari seniornya itu.
“Sienna!” panggil Emery sambil berlari ke arahnya. “Sudahlah! Ayo kita ke ruang operasi sekarang!” ajaknya. Sienna tersenyum sekilas.
Sienna terpaksa mengikuti Emery menuju ruang operasi. Di sana, dia berharap bisa mendapatkan pelajaran lebih banyak lagi. Agar kelak dokter Ruben tidak memakinya lagi di depan para koas lainnya. Itu, kan, memalukan sekali. Sienna sakit hati dianaktirikan oleh seniornya itu.
Apa itu karena Sienna tidak berbakat seperti yang selama ini telah disinggung dokter Ruben? Sienna jadi kepikiran tentang ucapan yang dilontarkan Ruben tempo hari. Saat mengisi seminar kedokteran di kampusnya.
***
“Emery!” panggil Ruben usai keluar dari ruang operasi.
“Iya, dokter,” sahut Emery sesegera mungkin.
“Beritahu temanmu untuk segera menghadap ke ruanganku!” perintah Ruben sambil berlalu pergi.
“Baik!” Emery patuh. Dia memerhatikan Ruben yang berjalan cepat menuju ruang kerjanya.
“Pria angkuh itu pasti akan memarahi Sienna lagi,” pikir Emery.
Kalau begitu, Emery tidak akan membiarkannya kali ini. Karena bisa saja sahabatnya itu menjadi bulan-bulanannya lagi. Kasihan sekali Sienna. Sahabatnya itu bisa kena mental jika tertekan terus menerus oleh Ruben.
‘Kenapa sih dia tidak bisa lembek sedikit? Mentang-mentang senior, sok berkuasa,’ gumam Emery sambil melangkah pergi.
Emery pergi menyusul Ruben ke ruangannya. Dia berlari tergesa-gesa karena takut ketinggalan. Tanpa sengaja, seseorang mengikutinya dari belakang. Dia melihat Emery memasuki ruang kerja dokter Ruben. Ketika Emery menoleh ke belakang, orang itu segera bersembunyi.
Ceklek!
Emery membuka pintu lalu menutupnya kembali perlahan-lahan. Dia melihat Ruben sedang merebahkan tubuhnya di sofa saking kelelahan usai mengoperasi pasien yang mengalami pendarahan itu.
Ruben tidak begitu jelas mendengar Emery masuk ke ruangannya. Setahu dia, Sienna yang disuruhnya untuk menghadap ke ruangannya.
“Jika kamu seperti ini terus, kamu tidak akan bisa menjadi dokter spesialis. Kenapa kamu begitu bodoh dan tidak mengerti kata-kataku?” semprot Ruben. Dia kelewat marah karena juniornya itu malas belajar dan malas menghapal semua materi yang pernah diajarkannya.
“Sa-saya … Emery,” sahut Emery sambil memainkan jari jemarinya dengan canggung.
Mendengar koas yang diperintahkan untuk menghadapnya mangkir dari pemanggilannya, Ruben semakin emosi dan melampiaskannya pada Emery.
“Jadi, kamu yang akan menggantikan dia sekarang?” Ruben menatap ke arahnya. Dia memerhatikan penampilan Emery dari ujung kaki hingga ujung kepala.
Penampilan Emery yang tampak acak-acakan dan semrawut semakin membuat Ruben bertambah kesal. Emery harus mengalihkan perhatian Ruben. Apa pun caranya agar seniornya itu tidak sampai memarahinya.
“Apa dokter mau kubuatkan kopi?” tawar Emery. “Saya akan membuatkannya untuk Anda sekarang juga. Jadi, Anda bisa bersantai sejenak.”
Emery berusaha menampilkan senyum meski dalam keadaan terpaksa. Dia juga menjelaskan maksud kedatangannya menemui Ruben di ruangannya. Intinya, dia ingin membela Sienna, sahabatnya.
Emery berusaha mengambil hati Ruben agar Sienna bebas dari hukuman. Begitu niat awalnya. Namun, tiba-tiba ada insiden lain yang membuat Emery dan Ruben dalam posisi yang bisa membuat orang lain salah paham jika melihatnya.
Sebelumnya, Emery memberikan secangkir kopi panas pada Ruben. Tiba-tiba, kakinya tersandung karpet dekat meja dan dia tak sengaja menumpahkan kopi panas itu tepat mengenai area sensitif Ruben.
“Aaaarrrrrggghhh!” Ruben mengerang kesakitan. Air tumpahan kopi panas itu mengenai pangkal pahanya.
Spontan, Emery mengambil tisu dan membersihkan noda kopi itu di bagian celana sang dokter. Glek! Emery tak sengaja menyentuh area terlarang itu dan membuat Ruben naik pitam.
“Apa-apaan kamu, hah?”
Hujan mulai turun perlahan, rintik-rintiknya membasahi wajah Sienna yang masih terpaku menatap Sean. Cahaya dari lampu-lampu kecil di sekitar mereka memantul di butir-butir air yang jatuh, menciptakan suasana magis yang tak terduga.“Apa yang dia lakukan?” Sienna terkejut dengan sikap Sean.Sean, meski basah kuyup, tetap bertahan dalam posisinya, berlutut di tanah dengan kotak kecil berisi cincin yang terbuka di tangannya.“Sienna,” kata Sean dengan suara yang serak namun penuh ketulusan, “aku tidak pernah ragu tentang kita. Aku hanya ingin momen ini menjadi sesuatu yang tak akan pernah kamu lupakan. Kamu adalah bagian terbaik dari hidupku, dan aku ingin menghabiskan sisa waktuku bersamamu.”Sienna merasakan hatinya mencair seperti es yang tersentuh sinar matahari. Padahal saat itu sedang turun hujan deras. Air matanya bercampur dengan rintik hujan, tetapi senyumnya mulai merekah, meskipun bibirnya gemetar.&ldqu
Di Paris, Emery dan Ruben memulai kehidupan baru mereka sebagai keluarga kecil yang bahagia. Mereka tinggal di sebuah apartemen mewah yang menghadap ke arah Menara Eiffel, tempat yang menjadi simbol awal cinta dan harapan baru.“Mommy ….” ucap Ben kecil yang mulai belajar bicara dan berjalan. Emery terkejut dengan pertumbuhan Ben yang berkembang pesat.Ben, yang kini semakin tumbuh ceria dan sehat, membawa warna ke dalam hari-hari mereka.Emery melanjutkan kariernya sebagai dokter di salah satu rumah sakit ternama di Paris bersama suaminya, Ruben. Setiap akhir pekan, jika tidak sibuk menangani pasien di rumah sakit, mereka menghabiskan waktu bersama-sama dengan Ben dan mendokumentasikan semua kegiatannya di sana.Di sela-sela kesibukan mereka, Ruben sering mengajak Emery berjalan-jalan di sepanjang Seine atau menikmati makan malam romantis di bistro kecil. Dalam satu momen manis, mereka duduk di kursi taman, memandangi lampu-lampu kota
Adrian akhirnya memberanikan diri untuk menemui Sean di rumah sakit. Saat dia masuk ke kamar, Sean sedang berbincang ringan dengan Emery.‘Sial! Kenapa Emery ada di sini?’ Adrian jadi segan dan ingin segera mengurungkan niatnya.Ketika melihat Adrian berdiri di pintu, Sean memintanya masuk. Suasana di kamar inap pun menjadi canggung. Adrian dengan raut wajah penuh penyesalan, menyerahkan surat yang dia tulis untuk Sean. Dia meletakkannya di atas meja kecil dekat ranjang pasien.“Emery ….”Emery membuang muka saat Adrian menoleh ke arahnya. Dia masih kesal pada sang direktur. Adrian tahu, perbuatannya mungkin tidak akan pernah bisa termaafkan oleh Emery."Saya tahu permintaan maaf saya tidak cukup," ucap Adrian dengan suara berat. "Tapi, saya ingin kalian tahu, saya benar-benar menyesal atas semua yang terjadi waktu itu."Emery dan Sean kompak terdiam menanggapi permintaan maaf Adrian. Mereka masih tak berkutik
Setelah operasi yang memakan waktu cukup panjang dan kritis, Sean berhasil melewati masa-masa kritisnya. Dokter menyampaikan kabar baik kepada Emery, Ruben, dan Sienna, bahwa kondisi Sean mulai stabil. Namun, dia tetap membutuhkan pemulihan intensif di rumah sakit.“Syukurlah kalau begitu,” ucap Ruben.“Terima kasih, Tuhan.” Emery pun mengucap syukur pada Sang Maha Kuasa atas karunianya, operasi Sean berjalan lancar.“Aku akan memberitahu Sienna,” kata Ruben.“Biar aku saja yang menghubunginya,” tawar Emery.“Baiklah, kalau begitu. Aku akan mengurus kamar inapnya dulu. Jangan lupa, bayi kita,” pesan Ruben dengan tergesa-gesa.Emery mengangguk mantap. Dia mengerti dan bergegas melaksanakan perintah Ruben.Setelah menghubungi Sienna, Emery pun merasa lega. Dia hanya berharap, semoga saja Sean lekas pulih dari luka tembaknya. Dia teringat pesan Sienna untuk Sean.“E
Di guest house tempat Adrian menyembunyikan bayi Ben, ketegangan pun memuncak ketika Sean berhasil menemukan Ben di kamar terkunci. Emery yang menyusul masuk, memeluk putranya dengan penuh emosi. Emery tak kuasa menahan tangisnya setelah menemukan sang putra.Sean menyuruh Emery untuk segera melarikan diri. Berbahaya sekali bagi Emery dan bayi Ben. Namun, usaha mereka untuk melarikan diri terganggu oleh anak buah Adrian, yang membawa senjata dan mengepung mereka.Dalam kekacauan itu, Sean terluka parah akibat sebuah tembakan yang tidak disengaja ketika dia berusaha melindungi Emery dan Ben dari musuh.“Suara itu … siapa yang terluka?” Ruben membelalak kaget.Ruben, yang terlibat perkelahian sengit dengan Adrian di ruang utama, mendengar suara tembakan dan segera berlari ke arah Emery.“Kamu tidak apa-apa?” Ruben memastikan Emery dan putranya tidak kenapa-kenapa.Emery sesenggukkan. “Aku tidak apa-apa. Tap
“Adrian,” desis Laura. Wanita itu datang menghampiri Adrian perlahan-lahan.Adrian hanya sekilas meliriknya. Tanpa berbasa-basi, pria itu memilih untuk meninggalkannya di tengah-tengah pesta yang sedang berlangsung. Dia buru-buru pergi ke suatu tempat untuk menenangkan diri.Adrian tidak mengira bahwa dirinya terjebak dalam perjodohan yang dirancang oleh ayahnya sendiri, Tuan Milano dengan Laura, putri dari seorang wali kota. Perasaannya begitu hancur. Hatinya masih terpaut pada Emery, wanita yang kini berada di sisi Ruben.Meski menerima perjodohan demi menjaga reputasi keluarga, Adrian tidak bisa melepaskan obsesinya terhadap Emery. Sikapnya yang dingin dan egois membuat Laura merasa diabaikan malam itu, meski dia berusaha sebaik mungkin, menjalankan perannya sebagai tunangan yang sempurna di mata tamu undangan yang datang.“Sial!” rutuk Adrian. Dia tancap gas maksimal dan membuat kendaraannya mengebut di jalan raya pada malam ha
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen