Di nikahi karena perjodohan dua keluarga. Elgard, pria yang enam bulan lalu menikahi Olivia ternyata masih berhubungan dengan mantan kekasihnya, Chelsea. Enam bulan tak di anggap sebagai istri. Elgard hanya menunjukkan sikap benci dan muak terhadap Olivia. Berusaha mencoba bertahan dan bersabar, pada akhirnya pertahanannya runtuh juga. Olivia merasa tak kuat lagi menyaksikan perselingkuhan suaminya yang sudah tidak bisa lagi di pisahkan dengan kekasihnya itu. Hingga pada akhirnya takdir mempertemukan Olivia dengan seorang pria dingin bernama Barra Malik Virendra..
View MoreMobil hitam Alphard tiba di depan rumah.
Pria dengan setelan jas kerja yang pas di tubuh tinggi tegapnya, turun dari mobil dengan sorot mata penuh amarah. Berjalan dengan langkah cepat memasuki rumah. Olivia berada di ruang tengah, dapat ia dengar suara pintu terbuka. Tanpa ada ketukan terlebih dahulu. Siapa lagi jika bukan Elgard, suaminya. Hanya mereka berdua yang bisa masuk ke dalam rumah karena sistem keamanan pintu menggunakan sistem pengenalan bentuk wajah. Olivia dengan sikap tenang, berjalan menuju ruang tamu. Akan menemui suaminya yang tiba-tiba pulang ke rumah. Ya.. pria itu biasanya hanya datang sesekali, itupun tak pernah mau melihatnya yang selalu berusaha menyambut dengan senyum cerah. Berharap Elgard mau menetap di rumah yang ia tempati kini setelah resmi menjadi istri dari putra keluarga Nugroho tersebut. Elgard menghentikan langkah saat melihat Olivia telah berdiri di ruang tamu. Wanita itu menatap Elgard dengan raut wajah datar, tak berekspresi. Sudah tahu apa yang akan di katakan suaminya. "Puas?" Ucap Elgard dengan sorot mata tajam, mengintimidasi Olivia. Pria itu berjalan mendekatinya, terlihat benar-benar geram. "Menurut kamu?" Tanya Olivia tak kalah dingin. Kedua tangannya bersidekap dada. "Kamu memang wanita berhati busuk! Aku semakin muak melihatmu!" Umpat Elgard, geram. Olivia menahan rasa perih di dadanya saat Elgard mengatakan seperti itu. "Jadi dia mengadu padamu? Hah!" Olivia tertawa miris. "Beraninya kamu menemui wanita yang kucintai!" Elgard semakin menggeram, menahan emosi. Dada Olivia kembali bergemuruh. Suaminya terang-terangan menyatakan jika mencintai wanita lain yang dulu adalah kekasih pria itu. "Aku sudah lama bersabar. Tapi kamu masih juga menjalin hubungan dengan mantan kekasih kamu itu. Pada akhirnya aku berinisiatif untuk menemuinya, agar dia tidak lagi mengganggu kamu! Dimana salahku? Aku cuma ingin mempertahankan rumah tangga kita." Olivia meminta jawaban dari Elgard yang marah saat dirinya mendatangi yang menjadi kekasih gelap suaminya tersebut. "Dia bukan mantan kekasihku, tapi dia masih kekasihku yang sangat aku cintai sampai kapan pun! Kamu yang sudah merusak kebahagiaan kami. Kehadiran kamu membuatku terpaksa meninggalkannya demi keinginan orang tuaku untuk menikahimu. Aku tidak pernah bahagia bersamamu, Olivia!" Elgard mengeraskan rahangnya, menahan amarah yang memuncak. Dada Olivia semakin sesak, kerongkongannya seakan tercekat. Ia di anggap sebagai perusak kebahagiaan Elgard dan kekasih pria itu? "Kalau aku tau sejak awal kamu memliki seorang kekasih, aku juga tidak akan sudi menikah dengan kamu," Balas Olivia dingin. "Sejak awal kamu dan keluarga besarmu tidak pernah memberi tahu tentang hal ini sama sekali. Maka jangan tuduh aku sebagai perusak kebahagiaanmu dan wanita itu. Sekarang sudah berbeda cerita, kamu adalah seorang suami. Tidak pantas menjalin hubungan dengan wanita lain. Wajar aku melarang perempuan itu menghubungi kamu lagi." Olivia menegaskan. Elgard mendekati Olivia dengan raut wajah penuh amarah. Shh! Olivia meringis kesakitan, Elgard mencengkeram kuat kedua lengannya. Mendorong tubuhnya ke belakang hingga punggungnya membentur dinding. Aah... Olivia kesakitan. Elgard semakin meremas lengannya dengan jemarinya. "Dengar! Tidak ada yang berbeda antara aku dan Chelsea. Dia tetap kekasihku, wanita yang paling aku cintai dan aku inginkan. Aku tidak suka kamu mendekatinya, apalagi menyakiti perasaannya. Jangan coba-coba lagi mendatanginya, atau_" Elgard mengancam. "Atau apa?" Olivia menantang mata Elgard, tak takut. " Aku akan menceraikan kamu! Ingat, ayahmu bisa saja kena serangan jantung kalau sampai aku menceraikan putrinya yang tidak berguna ini!" Elgard melepas kasar cengkeraman tangannya, membuat Olivia hampir terjatuh. Ia pegang lengannya yang terasa panas akibat cengkeraman tangan pria itu. Olivia diam tak menjawab. Elgard mengancamnya karena tahu akan kondisi kesehatan ayahnya yang tak baik-baik saja. Hatinya begitu sakit. Rasanya sudah tak bisa lagi menerima perlakuan Elgard yang semakin keterlaluan. Pria itu terang-terangan menjalin hubungan dengan wanita yang pernah menjadi kekasihnya sebelum menikahi Olivia, tak peduli pada perasaan istri. Sama artinya dengan mengkhianati sebuah ikatan pernikahan yang sakral. Sudah enam bulan Olivia bertahan dan bersabar. Elgard tak pernah mengindahkan tegurannya akan tindakan perselingkuhan yang pria itu lakukan. Bahkan Elgard tak menganggap jika ia sedang berselingkuh, tetapi meyakini jika dirinya memang menjalani cinta yang sesungguhnya bersama wanita yang sejak dulu menjadi tambatan hatinya. Chelsea. Blam!! Pintu di tutup dengan kasar, Olivia menatap nanar kepergian Elgard dari rumah. Pria itu tidak pernah beta berlama-lama di rumah bersama dirinya. Sejak awal mereka menikah. Bahkan Elgard tidak pernah menyentuh dirinya sama sekali. Selalu menatap jijik padanya, tak memberikannya nafkah batin sebagai seorang istri. 'Apa yang harus aku lakukan? Aku sudah mencoba berbagai cara agar Elgard mau menerimaku sebagai istrinya. Tetapi hatinya terlanjur benci padaku.' lirih Olivia, ingin rasanya ia menyerah saja.“Udah, Sayang. Oliv jangan terlalu banyak diajak bicara. Lihatlah dia masih pucat sama lemas gitu,” tegur Virendra, ingin menghentikan Syafira yang masih saja mengajak Olivia mengobrol. Virendra begitu iba melihat menantu perempuannya dalam keadaan lelah. Pasti sangat sangat capek dan inginnya tidur tenang untuk merehatkan badan setelah berjuang melahirkan bayi yang ditunggu-tunggu oleh kedua belah pihak keluarga. “Waduh, maafkan Mommy ya Sayang. Kamu jadi terganggu,” Ucap Syafira pada Olivia. “Enggak kok, Mom.” Olivia terkekeh, dirinya malah selalu senang jika ibu mertuanya itu ada. Membuat suasana semakin hidup dan ramai. Syafira mengusap lembut lengan menantunya, kemudian mendekati Amanda yang berdiri di samping box bayi Olivia. Virendra mengambil kesempatan. la dekati Olivia, lalu membelai dan mengecup pucuk kepala menantunya. “Istirahat yang cukup ya, Nak,” ucapnya lembut, tersenyum dengan sorot mata penuh kasih sayang. “Ya, Dad,” Jawab Olivia ikut tersenyum. Di saat
Olivia ditempatkan di ruang rawatan President Suite-Royal Hospital dengan segala fasilitas lengkapnya. Aroma harum khas bayi baru lahir, menyebar ke seluruh penjuru ruangan, memberi ketenangan tersendiri. Ibu muda itu berbaring dengan kepala sedikit ditinggikan di atas tempat tidur pasien, tubuhnya nyaman ditutupi selimut halus. Di sampingnya, Barra duduk sambil menggenggam tangannya dengan mesra. Mata pria yang kini telah resmi menjadi seorang ayah itu, tak lepas memandangi wajah lelah Olivia yang tampak sedikit pucat. Cinta dan perhatian tergambar jelas dalam tatapan hangat Barra. la sesekali mengecup tangan Olivia, menunjukkan dukungan dan kasih sayang yang semakin besar saja pada istrinya itu. Rasa bangga terhadap Olivia yang telah melahirkan buah cinta mereka, kian membuncah. Sedang Olivia yang telah melewati proses persalinan, tampak lelah namun sumringah. Mata sayunya tertuju pada bayi yang kini berada dalam dekapan sang kakek. Tampak bayi mungil mereka tertidur lelap d
Dengan hati-hati, Barra membantu Olivia berjalan ke mobil, sambil terus memastikan bahwa istrinya itu merasa nyaman. “Udah yakin gak ada yang tertinggal, Sayang?” tanya Amanda sebelum pintu mobil ditutup. “InsyaAllah yakin, Bu.” “Ok. Jagain Oliv ya Bar. Ibu dan Kakek di belakang ngikutin mobil kalian.” “Ya, Bu.” Barra mengangguk, berdebar-debar karena Olivia menahan sakit sambil menggenggam kuat jemarinya. Amanda menutup pintu mobil Barra dari luar. Mobil pun segera melaju, menuju rumah sakit Royal Hospital. Amanda dan Tuan Rawless dengan mobil mereka sendiri, akan ikut ke rumah sakit untuk menunggui persalinan Olivia. Wajah keduanya cukup tegang, ini waktunya cucu Amanda sekaligus cicit Tuan Rawless akan hadir ke dunia ini. Sebentar lagi. Hujan masih terus mengguyur, menambah dramatis perjalanan mereka ke rumah sakit di dini hari yang dingin dan basah itu. “Aduh Mas, makin sakiiiit...” Olivia menggenggam erat tangan Barra. Kontraksinya terasa semakin kencang daripada sebelumn
_Dua bulan kemudian_ Pukul 01.00 wib. Suara gemericik hujan di luar jendela kediaman Rawless, semakin membuat malam terasa pekat. Di dalam kamar yang temarm oleh lampu tidur, Barra dan Olivia masih berbaring di bawah selimut tebal yang membalut tubuh keduanya. AC yang sejak awal diatur dengan suhu rendah, menambah kesejukan ruang kamar yang luas itu, serasi dengan dinginnya malam yang diselimuti hujan. Olivia dengan perutnya yang besar menonjol, tidur miring ke kiri membelakangi Barra dengan kepala bertumpu pada lengan suaminya sebagai bantal empuk. Sedang Barra memeluknya dari belakang, seperti salah satu kebiasaan mereka saat tidur. “Uugh...” Olivia mulai menggeliat. Rasa tak nyaman di perut yang dirasakannya sebelum tidur tadi, kembali lagi, malah semakin intens. Perutnya seperti mengencang, seakan menjadi sebuah tanda bahwa kontraksi sesungguhnya telah dimulai. “Nak, kok gerak-gerak terus ya? Apa udah mau lahir?” lirihnya dengan mengusap-usap perut. Dengan wajah meringis
Tampak penghulu datang, langsung disambut ramah oleh Tuan Rawless, Virendra dan Haris. Setelah berbasa basi, semuanya akhirnya duduk di tempat masing-masing. Penghulu, Barra dan Tuan Rawless sebagai saksi nikah. Yang terpenting, Jefri dan Haris duduk berhadap-hadapan untuk mengucapkan ijab qobul sebentar lagi. Sementara keluarga besar sudah menempati kursi mereka masing-masing, ikut tak sabar menyaksikan acara sakral ini. Tak berselang lama, Syafira dan Ayuma masuk ke dalam ballroom hotel. Suara riuh hadirin di dalam ruangan megah itu, sontak menarik perhatian Jefri. Ada ungkapan takjub dengan melafazkan kalimat MasyaAllah, terdengar dari suara-suara mereka yang melihat ke arah pintu masuk. Degup Degup Jantung Jefri berdegup sekencang mungkin. la menelan saliva, matanya tak berkedip. Clarissa masuk digandeng Syafira dan Ayuma, itu gadis yang sebentar lagi akan ia halalkan. Tak sampai hitungan jam lagi. ‘Ya Allah!’ ‘Indahnya cıptaanMu...’ Batin Jefri, terpesona melihat calon
Tiga minggu berlalu... Ballroom hotel bintang lima tempat Jefri dan Clarissa akan melangsungkan akad nikah sekaligus resepsi pernikahan, telah bertransformasi menjadi sebuah mahakarya keindahan, seperti sebuah istana mewah bak pernikahan putri raja. Di sekeliling ballroom, meja-meja tamu tersusun rapi dan elegan, ditata dengan linens putih bersih dan peralatan makan perak yang berkilau, dihiasi centerpiece yang terdiri dari bunga-bunga segar dan lilin-lilin yang menambahkan nuansa romantis. Di setiap sudutnya, terdapat rangkaian bunga yang mewah berwarna-warni sedemikian rupa, menambah semerbak aroma floral yang menggoda indra. Di bagian depan ballroom, sebuah meja berukuran sedang namun unik, telah disiapkan dengan kursi spesial untuk calon pengantin pria yang akan melangsungkan ijab qobul bersama wali nikah pengantin perempuan, tak lupa kursi khusus penghulu dan dua orang saksi nikah. Atmosfer di aula ini bukan hanya tentang keindahan visual, namun juga perasaan penuh harapan y
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments