Share

BAB 2. SARAN ALEXA.

"Bagaimana, Angela? Kamu menerima tawaranku?"

Angela yang semula sudah mulai bisa mengendalikan diri karena Alexa—teman kerjanya, berkata bisa membantunya itu seketika kembali mengerang. "Aku tidak mau menjadi jalang!" Angela menatap tajam Alexa, saran gadis itu begitu buruk.

Alexa mendesah, "Hanya itu cara terakhir yang bisa aku dapatkan, meminjam dengan rentenir lain pun prosesnya tidak akan secepat itu. Apalagi ini dengan nominal yang sangat banyak. Ayolah Angela, 10 miliar, kemana kamu akan mendapatkannya?"

Angela termenung, "Apa aku relakan saja rumah itu?" Angela tidak tahu lagi sekarang harus berbuat apa, ia sudah mencoba meminjam pada bos di tempatnya bekerja. Namun, orang gila mana yang mau meminjamkan uang 10 milyar tanpa jaminan apapun.

"Kamu menyerah? Untuk apa perjuanganmu selama ini jika akhirnya kamu memilih melepaskan rumah itu?"

Helaan nafas berat terdengar, "Ya, aku tidak seharusnya menyerah. Tapi, Akhhh, aku pusing Alexa!"

Alexa mendekat, merangkul gadis yang tengah frustasi itu, "Coba saja dulu saranku, ka.u tidak harus menjadi jalang, cukup temani saja pria-pria kesepian disana."

"Tapi…."

"Apalagi yang kau pikirkan? Suamimu kelak? Sudah aku bilang, kamu tidak harus menyerahkan keperawananmu, nanti aku beritahu caranya." Alexa terus mencoba menyakinkan Angela. Kasihan rasanya melihat temannya itu harus menanggung beban yang sangat berat, ia ingin membantu. Namun, hanya cara ini lah yang Alexa bisa,

"Baiklah, akan aku coba," sahut Angela dengan lirihan pasrah.

"Oke. Mari sekarang kita kembali bekerja. Nanti sore setelah pulang aku kenalkan dengan Tanteku."

Angela dan Alexa pun kembali bekerja setelah 15 menit lamanya beristirahat. Mereka bekerja di sebuah Kafe angkringan di pinggiran kota. Alexa sebagai kasir dan Angela sebagai pelayan disana.

Yah, walau gajinya kecil. Namun, mereka cukup menikmatinya, jaman sekarang sangat susah mencari pekerjaan. Apalagi bagi mereka yang tidak memiliki pendidikan tinggi. Seperti Angela, ia yang hanya sampai di bangku sekolah menengah pertama bisa berharap apa. Mana mungkin mendapat pekerjaan dengan gaji besar.

"Angela. Tolong antarkan minuman ini pada meja no 17."

Angela mengangguk dan segera menjalankan perintah kepala Cafe itu.

Di meja sana, terdapat segerombolan laki-laki muda urak-urakan, mereka bersiul saat Angela datang mengantarkan pesanan mereka.

"Hai, gadis cantik."

Angela tidak menanggapinya, ia sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini. Menurutnya, selama mereka masih tidak kelewatan batas, Angela masih bisa menahan emosi.

"Selamat menikmati." Setelah mengucapkan itu sebagai ramah-tamah pelayan. Angel langsung pergi dari sana dan kembali melanjutkan pekerjaannya yang lain.

Hingga waktu tak terasa. Kini tibalah waktunya mereka pulang.

"Mau langsung ke tempat Tanteku?" tanya Alexa.

Angela mengangguk saja. Mereka pun langsung menuju kepala Cafe disana untuk mengambil upah mereka hari ini. Ya, mereka bekerja di Cafe ini dengan bayaran harian.

Angela dan Alexa pun memesan Taksi online untuk langsung meluncur ke tempat yang dimaksud Alexa.

Beberapa menit kemudian, mereka telah sampai ditempat yang sudah sangat ramai itu.

Banyak orang-orang dengan pakaian minim keluar masuk dengan seorang laki-laki digandengan mereka.

Angela terus memperhatikan tempat itu. Ternyata, tempat penuh dosa seperti ini tidak semengerikan bayangannya, ia kira, tempat itu akan kotor dan usang seperti yang sering ia lihat di televisi.

Namun, diluar dugaan, tempat ini justru sangat bersih dan juga megah. Dari orang-orang yang berlalu-lalang di hadapannya pun sangat harum sekali. Ah, Angela yakin, mereka sebelum kesini pasti mengenakan parfum satu botol penuh, dari jarak beberapa meter saja. Harum itu sudah tercium penuh.

"Ayo, kita masuk," ajak Alexa.

Angela berjalan dibelakang mengiringi langkah temannya itu.

Saat baru menginjakan langkah kakinya di dalam. Angela langsung berdecak kagum, ini seperti Cafe-Cafe bintang lima di tengah kota, tidak seperti tempat para jalang. "Kamu yakin, kita tidak salah tempat, Alexa?" tanya Angela sembari terus memperhatikan sekitar.

Mereka memasuki Lift. "Tidak. Aku sudah sering kesini," jawab Alexa.

Angela terbelalak. "Apa, kamu...."

"Hais, Kamu tidak usah berpikiran yang tidak-tidak, aku hanya menemani mereka minum, lumayan untuk bayar uang sewa rumahku," jelas Alexa.

Angela menganggukan kepalanya beberapa kali. "Tapi, Alexa, kupikir ini bukan tempat para jal--"

Uhuk... Uhuk... Uhuk...

Ucapan Angela seketika terhenti karena ia terbatuk hebat. Saat pintu Lift terbuka, asap mengepul yang begitu menyesakan dada langsung menyambut paru-paru Angela.

Alexa hanya tertawa saja merespon temannya itu. "Biasakan hidungmu," ucapnya.

Angela hanya bisa menahan nafas untuk beberapa waktu saat mereka melewati tempat yang sangat diluar dugaan itu. Tempat ini sangat berbeda dengan tempat di lantai bawah tadi.

Disini penuh dengan asap rokok minuman keras, bahkan musik yang cukup membuat jantung Angela bergetar saking kerasnya. Ini baru tempat para jalang. batin Angela.

Beberapa menit terjebak di keadaan yang sangat mencekam itu, akhirnya Angela bisa bernafas lega. Kini mereka berada di lorong-lorong yang seperti kamar hotel biasanya.

Langkah Alexa pun berhenti saat mereka di depan pintu paling ujung, gadis itu berbalik, menatap Angela dengan serius.

"Angela, aku mohon, kamu jangan mengecewakanku," ucap Alexa.

Angela mengernyit. "Mengecewakan?"

"Ya, jangan mempermalukanku di hadapan Tanteku, jadilah orang yang penuh pendirian, kamu harus yakin dengan ini. Kamu perlu uang yang sangat banyak, bukan?"

Walau ia sedikit tidak mengerti akan maksud Alexa. Angela mengangguk mengiyakan.

"Bagus," seru Alexa. Ia pun mengetuk pintu itu beberapa kali, terdengar dari dalam suara perintah untuk masuk.

Alexa pun langsung membuka pintu itu dan masuk kedalam diikuti oleh Angela.

Angela mengedarkan pandangan kearah sekitar. Tempat yang sangat mewah menurutnya, ada banyak barang yang terlihat mengkilat mahal.

"Selamat Sore, Tante," sapa Alexa.

"Selamat Sore, Ada apa, Alexa? Kenapa sudah datang? Bukankah ini belum jam kamu beraksi?"

Angela memperhatikan Alexa yang sepertinya tengah membisikan sesuatu pada wanita dengan pakaian seksi dan glamor itu. Sedetik kemudian, wanita itu menatap dirinya dengan pandangan seolah menilai.

"Angela, sini," panggil Alexa.

Angela pun mendekat.

"Perkenalkan, dia Tanteku. Beliau yang mengurus tempat ini,"

"Angela," ucap Angela memperkenalkan dirinya.

"Oke. Panggil saja aku Madam." ucapnya. Lalu, wanita dewasa itu kembali menoleh ke arah Alexa. "Kamu yakin?" tanyanya sekali lagi.

Alexa mengangguk. "Sangat yakin, Tante."

Pengurus pun mempersilahkan Alexa dan Angela duduk di sofa empuk disana.

"Oke. Angela, saya tidak berbasa-basi lagi, apa kamu sungguh bisa menyenangkan para pria?" tanyanya sambil menyilangkan kakinya.

Angela mengangguk dengan ragu. "Akan aku usahakan," Jujur saja, Angela sebenarnya sangat tidak yakin akan keputusan ini, apalagi melihat para wanita disini yang memakai pakaian kurang bahan semua. Melihatnya saja Angela sudah malu sendiri. Bagaimana bisa ia memakai pakaian seperti itu.

"Alexa, kamu boleh pulang sekarang, Tante akan mengurus temanmu ini," ucap wanita itu.

Alexa mengangguk. "Terima kasih, Tante," sahut Alexa, ia beralih pada Angela. "Good luck," ucapnya menyemangati temannya itu.

Sepeninggalan Alexa, suasana berubah menjadi canggung, Angela terus menunduk.

"Kenapa kamu memilih jalan ini. Angela?" dapat sang pengurus lihat kalau sebenarnya anak muda di hadapannya ini sungguh tidak yakin akan keputusannya. Namun, tidak bisa dipungkiri, ia senang bukan main, dimana lagi ia bisa mendapatkan seorang gadis polos yang bersedia bekerja bersamanya. Apalagi anak itu putih dan bersih, suatu keuntungan yang besar untuknya.

"Aku memerlukan uang yang sangat besar."

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status