“Jadi…” Arjuna kembali mengecup sekilas bibir Renata. “Mulai sekarang kamu milik saya seorang.” Renata Deanita akhirnya kembali jatuh cinta, setelah cukup lama menyandang status single. Dan yang lebih parahnya, ia harus jatuh cinta dengan atasannya yang terkenal galak, dingin, angkuh serta memiliki tatapan setajam elang. Arjuna Tunggajaya Nuraga, pria yang disukai oleh Renata secara diam-diam. Namun, siapa sangka ternyata Arjuna juga memiliki rasa yang sama terhadap Renata. Hanya saja dia terlalu takut untuk mengungkapkannya. Bukan apa-apa, tapi karena Arjuna tak ingin mengulang kisah asmarahnya yang kelam—ditinggalkan oleh istrinya ketika pernikahan mereka baru menginjak usia enam bulan. Hingga sebuah ciuman spontan yang diberikan Arjuna kepada Renata mengubah segalanya, ciuman yang kemudian berlanjut menjadi malam-malam panas yang bergelora dan penuh hasrat di Kota Bandung. Hubungan mereka berjalan begitu lancar, sehingga keduanya tak ingin menunda-nunda lagi untuk membawa status mereka ke jenjang yang lebih serius—pernikahan. Tapi, apakah benar, tidak ada yang mengintai dan mengancam hubungan Renata dan Arjuna? Bagaimana kalau ancaman itu justru datang dari orang yang tidak pernah mereka duga?
View MoreTangan Renata yang masih memegang kenop pintu terus saja bergetar. Dadanya kembali sakit dan air matanya terus saja mengalir. Apa yang sudah dilakukannya benar-benar di luar kendali. Renata tidak tahu apakah yang dilakukannya ini benar ataukah salah. Bibirnya berkata ingin berpisah tetapi hatinya berkata tidak. Renata bukan lemah ataupun pesimis, dia hanya berpikir inilah yang harus dilakukannya. Renata tidak ingin jika hidupnya terancam oleh Dara. Mungkin, dia kejiwaannya terguncang, mungkin trauma karena perlakuan Dara-lah yang mendorongnya mengucapkan perpisahan, tapi Renata masih bersikukuh bahwa apa yang dilakukannya adalah yang terbaik.Benarkah itu yang terbaik? Mengorbankan perasaan mereka berdua hanya karena dia takut pada Dara? Membiarkan Arjuna terluka dan Dara menang?"Kak.." panggil Renita lembut saat melihat kakaknya yang masih terpaku berdiri dengan air mata yang belum usai.Renata menoleh ke arah adiknya, kemudian berjalan maju dan memeluk Renita
Renata tidak tahu apa yang sedang terjadi padanya saat ini. Renata tahu dia bukan jalang, kata-kata kasar Dara seharusnya tidak mempengaruhinya.Di tidak merebut Arjuna dari siapa-siapa. Arjuna memilihnya lebih dulu, Arjuna mencintainya, begitu juga dengan Renata. Bahkan Arjuna menjelaskan hubungannya dengan Dara, yang tak lebih dari sekadar keinginan dua orangtua untuk mempersatukan anak-anak mereka."Ayah Dara dan Papa sudah berteman sejak lama. Tapi, saya nggak tahu kalau Dara itu anak teman Papa."Saat Renata memasukkan kunci ke lubang pintu rumahnya, diamerasakan keanehan tersebut. Rumahnya tak terkunci! Dan matanya menangkap sepasang sepatu yang tidak dikenalinya.Renata tak sekalipun merasakan takut seperti yang kini dirasakannya. Perasaan panik menjalarinya. Sebut saja Renata paranoid, tapi dia membayangkan Dara sedang menunggunya di dalam, bersiap-siap kembali menghajarnya. Tetapi itu tidak mungkin, ia menggeleng keras pada dirinya sendiri, Dara tidak ta
“Aww!" Renata meringis kesakitan, masih mengusap lututnya yang berdarah karena terbentur aspal sementara mencoba berdiri.Ia tidak mau menghadapi Dara dalam posisi yang tidak menguntungkan sepert ini. Wanita itu terlihat gila, entah apalagi yang akan dilakukannya jika Renata masih tersungkur di tanah."Dasar jalang!!!" teriak Dara, begitu keras sehingga Renata terkejut.Kedua matanya mengeras, menyiratkan amarah yang membuat Renata sedikit panik. Renata melihat sekelilingnya dan tak menemukan apa-apa. Tidak ada siapa-siapa, sunyi, bahkan untuk jika dia berteriak meminta tolong pun, mungkin tidak akan ada yang datang. Renata merasa takut, panik dan gelisah, bahkan telanjang karena kemeja Arjuna yang dikenakannya hanya menutupi sedikit paha atasnya.Rapuh - ya, itulah yang Renata rasakan. Rapuh dan kecil. Dengan perasaan tak menentu, Renata berusaha mundur sedikit demi sedikit. Tetapi, Dara langsung saja merendahkan tubuhnya dan berjongkok di hadapan
Seperti biasa, matahari tidak bisa menelusup masuk ke dalam kamar Arjuna. Semua jendela tertutup rapat oleh gorden tebal, karena Arjuna sangat tidak menyukai matahari pagi yang membuatnya silau terbangun. Hanya ada jam weker yang berada di atas nakas dan benda itulah yang selalu setia berbunyi setiap jam setengah tujuh pagi.Ketika benda itu kembali berbunyi, Renata membuka kedua matanya secara perlahan. Dia mengambil satu-dua detik untuk mengumpulkan energi dan memfokuskan diri. Lalu, dia meraih jam weker yang masih terus berbunyi dan mematikan benda tersebut.Mata Renata langsung menelusuri sekitar, melihat ke arah sofa yang menjadi tempat tidur Arjuna. Ternyata, pria itu sudah tak ada di sana. Entah ke mana perginya. Renata dengan malas beranjak dari tempat tidur, berhenti di samping ranjang untuk mengikat rambutnya yang terurai secara asal sebelum berjalan keluar kamar."Bi, Arjuna mana?" tanya Renata kepada Bi lyah yang sedang sibuk membereskan rumah.
Tak ada yang lebih indah dan lebih membahagiakan selain mendengar bahwa ayahnya menyadari tindakannya selama ini. Arjuna salut kepada ayahnya, bahkan pria itu tidak segan meminta maaf dan mengakui keegoisannya. Arjuna juga salut kepada Renata yang dapat membuat ayahnya luluh. Entah apa yang dikatakan oleh Renata, sehingga pria tua keras kepala itu bisa luluh."Kamu bilang apa aja sama Papa?" tanya Arjuna yang kini sedang menyetir mobil untuk pulang ke rumah. Seperti biasa, pria itu selalu meminta Renata untuk tidur di rumahnya dengan modus 'saya nggak akan minta kamu main'."Kamu nggak boleh tahu saya sama Papa ngomong apa aja.“Rahasia," kekeh Renata yang dibalas dengan raut wajah kecewa dari Arjuna."Oh, jadi mau main rahasia sama calon suami kamu?""Calon?" Renata berusaha menggoda Arjuna dengan pura-pura tidak tahu. "Calon apa?""Calon suami," balas Arjuna singkat."Kapan kamu pernah bilang kita mau nikah?"Arjuna men
"Cukup panggil saya Om, karena saya bukan papa kamu," potong pria itu dengan nada dingin, sambil melirik Renata tajam."Baik, Om." Renata menghela napas panjang sebelum melanjutkan, "Saya tidak tahu apa yang terjadi antara Om sama Arjuna. Tapi, saya mohon, Om jangan pernah melarang Arjuna untuk melakukan apa yang disukainya."Ayah Arjuna mendengus lalu bangkit dari duduknya. "Anak itu memang tidak tahu diuntung. Saya menjodohkannya dengan Dara, karena wanita itu lebih baik dari kamu."Pada detik selanjutnya kedua mata mereka bertemu. Tersirat amarah dari cara pandang pria itu dan Renata akan berbohong bila dia berkata dia tidak bergetar takut. Tapi, Renata tidak datang ke sini untuk merasakan takut, dia datang ke sini demi Arjuna, demi masa depan mereka."Seharusnya, Om tidak boleh berbicara seperti itu. Karena saya merasa harga diri saya direndahkan jika Om membandingkan-bandingkan saya dengan Dara. Itu tidak benar, Om.""Lalu, mau kamu apa?"
Sudah dua bulan Renata dan Arjuna menjalin hubungan. Selama dua bulan itu juga hubungan mereka semakin romantis, tanpa ada gangguan lagi dari Dara. Wanita itu kini memilih untuk pindah magang dari Marabella Hotel ke hotel yang lain. Ayah Dara marah besar karena perjodohan anaknya dengan Arjuna batal.Semakin lama menjalin hubungan, semakin banyak kebiasaan dari Arjuna yang baru Renata ketahui. Pria itu terkadang romantis, tapi kadang-kadang juga sangat menyebalkan. Romantis, pria itu suka sekali menghujaninya dengan perhatian-perhatian kecil. Bisa sangat menyebalkan jika pria itu sedang ada maunya sebenarnya maunya Arjuna cuma satu, olahraga tubuh. Bila sudah begini, dia akan mengeluarkan banyak alasan supaya Renata tidak menolak. Anggap aja ini sebagai latihan, sebelum kita melakukan malam pertama nanti. Antara kesal dan ingin tertawa, jika Renata mendengar alasan basi itu dari mulut manis Arjuna."Sayang.." panggil Renata kepada Arjuna saat mereka sedang makan siang
"Bibir saya bengkak, tubuh saya juga banyak bercak merah.""Habisnya, kamu cantik banget sih tadi," balas Arjuna. "Mau ya, tidur di rumah saya?" tanyanya sekali lagi."Untuk tidur aja, saya mau, tapi kalau untuk main, saya nggak mau," ucap Renata dengan serius. Dan Arjuna mau tidak mau harus menyetujui itu semua. Sebenarnya, Arjuna sedikit kecewa karena Renata menolak untuk bermain bersamanya, namun dia harus menerima keputusan wanita itu. Renata lelah.Dulu dia tidak seperti ini, entah sejak kapan, dia menjadi pencandu hubungan seksual. Setiap kali berada di samping Renata, hal pertama yang dipikirkannya adalah bercinta dengan kekasihnya itu. Jujur saja, Renata memiliki rasa yang luar bisa saat Arjuna bercinta dengannya. Ada kepuasan yang tak pernah dia dapatkan dengan mantan istrinya. Selain cinta dan sayang kepada Renata, alasan bercinta dengan wanita itu membuatnya tak ingin melepaskan Renata begitu saja.Perjalan menuju rumah Arjuna diikuti dengan ke
"Mari kita bicarakan pernikahan ini dari sekarang.""Maksud Papa apa?" Arjuna langsung menyela, sementara tangannya masih terus menggenggan tangan Renata.Ayah Arjuna kembali bangkit dari duduknya dan manatap tajam ke arah Arjuna. "Masa kamu tidak mengerti, apa maksud Papa? Kamu akan Papa nikahkan dengan Dara."Renata menundukkan kepalanya lebih dalam, takut kalau-kalau mereka melihatnya nyaris menumpahkan air mata. Dia menggigit bibirnya keras namun panas itu tak bisa dicegah, menusuk-nusuk sudut matanya. Renata merasakan tangan Arjuna yang masih terus mengenggam tangannya, seolah-olah sedang memberikan kekuatan bagi Renata dan juga mnemintanya untuk percaya bahwa Arjuna tidak akan pernah melepaskan tangannya."Sudah waktunya kamu menikah lagi, Arjuna. Dan Dara adalah wanita terbaik yang Papa pilihkan untuk kamu. Dara juga sudah bilang sama Papa, kalau dia magang di hotel tempat kamu bekerja. Bukan begitu, Dara?" Ayah Arjuna menatap ke arah Dara dan wani
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments