Betapa terpukulnya Vania, ketika mengetahui bahwa anak satu-satunya, yang baru saja ia lahirkan dinyatakan telah meninggal. Hingga di tengah keterpurukannya, bagai secercah harapan, sebuah tawaran pekerjaan yang sangat menggiurkan datang padanya. Yaitu menjadi ibu susu dari anak orang kaya. Tentu saja dirinya yang sangat membutuhkan pekerjaan, langsung saja menerimanya. Namun, ketika ia mengetahui siapa ayah dari anak yang akan diasuhnya nanti, dirinya pun langsung merasa sangat terkejut dan tak pernah mengira kalau pria itu adalah Rafka Abymana Putra, CEO muda pemilik banyak cabang supermarket, orang yang pernah melewati malam panas dengannya dulu. Lalu, apakah Vania akan tetap mau menjadi ibu susu dari anak orang yang sangat dibencinya itu? Atau, lebih memilih untuk pergi?
View MoreDi dalam puskesmas kecil yang sunyi, seorang suster muda berjalan tergesa-gesa keluar dari ruang persalinan. Dalam dekapannya, ada seorang bayi mungil yang baru saja lahir. Namun, wajah suster itu bukan dipenuhi kebahagiaan, melainkan kepanikan.
"Maaf, tapi aku tidak punya pilihan," ucapnya membatin. Ia merasa sangat terpaksa harus melakukan ini. Lalu dengan segera ia menyerahkan bayi kecil itu kepada seorang wanita yang tengah menunggunya di luar kamar. "Nyonya, ini bayinya," ucap si suster dengan nada sedikit pelan. Wanita cantik bergaun putih, segera menggendong bayi kecil berjenis kelamin laki-laki itu dengan sangat hati-hati. "Bagus. Ini imbalan untukmu." Satu wanita yang lebih tua, menyelipkan amplop coklat ke tangan si suster. "Kuharap, kamu bisa merahasiakan semua ini dari siapapun! Ingat, bila rahasia ini sampai bocor!" Wanita itu mencondongkan tubuhnya dan melotot tajam ke arah si suster. "Kamu yang akan menanggung akibatnya nanti!" "Ba-baik Nyonya. Saya pasti akan menutup rapat rahasia ini." Dengan wajah menegang si suster itu mengangguk ketakutan. Lalu ia langsung memasukkan amplop yang berisi uang tunai itu ke dalam saku celananya. "Kita harus pergi sekarang, Mah!" Wanita muda, yang menggendong bayi, tampaknya adalah anak dari wanita yang satunya lagi. "Ayo. Eh, tapi tunggu! Kamu sudah menyiapkan bayi lain sebagai pengganti bayi ini 'kan?" tanya wanita paruh baya kepada si suster. "Tentu saja sudah, Nyonya." Seraya menganggukkan kepala, si suster itu kembali menjawab. "Pokoknya Nyonya tidak perlu merasa khawatir. Sesuai rencana, semua sudah saya siapkan dengan sangat epik. Sehingga saya jamin kalau si perempuan itu tidak akan pernah tahu soal kejadian ini." "Oke, kerja bagus! Aku percaya kamu bisa melakukan semua urusan ini. Akan ada bonus, bila semua sudah kamu kerjakan dengan beres!" Bibir wanita paruh baya berbaju coklat itu tersenyum miring, ekspresinya terlihat licik. Ada rencana lain yang sedang dia sembunyikan. "Oh, terimakasih banyak, Nyonya. Tenang saja, saya jamin semua akan berjalan dengan lancar," sahut si Suster terlihat sangat meyakinkan. "Udah buruan, Mah. Sebelum ada orang yang melihat, kita harus pergi!" Bagai seorang pencuri, wanita muda itu tampak celingukan, merasa tak tenang, takut kepergok oleh orang lain. "Eh- iya-iya. Ya udah, ayo kita pergi sekarang!" Lalu dengan tergesa-gesa, kedua wanita yang sangat mencurigakan itu, membawa bayi laki-laki tersebut pergi meninggalkan tempat ini. *** Sementara itu, di dalam sebuah kamar, terlihat seorang wanita muda bernama Vania, terbaring lemah tak sadarkan diri di atas ranjang pasien. Setelah melahirkan, wanita itu sangat kelelahan, hingga akhirnya ia pun pingsan. Tak berselang lama, Vania mulai tersadar. Dalam keadaan yang masih sangat lemah, ia mulai bergerak pelan. Dengan sedikit kebingungan, wanita yang masih tampak kelelahan itu mengedarkan pandangan, seperti sedang mencari keberadaan seseorang. "Sus, suster!" panggilnya pelan. Sampai berapa kali wanita itu memanggil, pada akhirnya seorang suster datang juga ke ruangan. "Ya, ada yang bisa saya bantu, Mbak?" "Suster, mana anak saya? Saya ingin melihatnya." Seketika, wajah suster muda itu terlihat pucat dan juga tegang. Lalu dengan terbata-bata ia berkata, "Em ... sebelumnya saya meminta maaf. Karena --" "Karena apa, Sus?" potong Vania mulai panik. "Em, sebenarnya ... tunggu sebentar!" Tiba-tiba si suster yang bernama Tika itu, malah keluar dari kamar. Sehingga membuat Vania makin kebingungan saja melihatnya. "E-eh, Sus. Kok malah pergi. Tolong katakan di mana anak saya, Sus?" Perasaan Vania mulai campur aduk tidak karuan. Ia hendak turun dari ranjang dan ingin segera mengejar si suster tadi. Namun, ketika ia baru saja akan menurunkan kaki, suster itu ternyata sudah kembali masuk. Dengan seorang bayi kecil yang berada di dalam gendongnyan, perempuan berseragam serba putih itu tampak berjalan ragu mendekati Vania. Sementara Vania, langsung tertegun menatapnya tak percaya. Lalu dengan wajah penuh haru dan suka cita, matanya mulai berkaca-kaca. Bibirnya tampak melengkung, tersenyum senang melihat bayi kecil yang dibawa oleh si suster. "A-apakah itu bayi saya?" ujar Vania terbata-bata. Suster itu mengangguk pelan. "Mana-mana sini saya ingin menggendongnya, Sus." Vania mengulurkan kedua tangan. Berharap kalau si suster itu segera menyerahkan bayinya. "Ta-tapi, sebelumnya saya minta maaf. Karena ... bayi ini ---" Vania tidak bisa menunggu lebih lama lagi, dia langsung turun dari ranjang dan merebut bayinya dari tangan si suster. "E-eh, hati-hati!" Suster itu cukup terkejut, tetapi tidak berani memberitahu kebenaran tentang bayi itu padanya. "Masyaallah, benarkah ini anakku?" gumamnya membatin. Dengan wajah ceria, bibir wanita itu langsung merekah, di saat melihat betapa imut dan menggemaskan wajah bayi kecil yang kini berada dalam dekapannya. Sungguh wanita cantik itu masih merasa tak percaya, kalau dirinya kini telah menjadi seorang ibu. Ya, walaupun tanpa adanya seorang suami di sisinya, Vania bertekad akan membesarkan anak itu seorang diri. Tanpa terasa bulir-bulir bening seperti kristal mulai mengalir dari kedua sudut matanya. Hatinya mulai menghangat, merasa sangat terharu, juga bahagia dengan kehadiran anak itu di sisinya kini. "Bayi ini laki-laki atau perempuan, Sus?" Tanpa menoleh ke arah si suster, Vania masih terus memandangi wajah anaknya dengan sangat intens. Tangannya juga mengusap pelan pipi bayi mungil yang begitu halus, selembut salju. "Huh!" Si suster yang sedang merasa tak tenang jadi terjingkat. Lalu dengan gugup ia kembali menjawab, "Pe-perempuan." "Oh, Putri Ibu yang cantik. Terimakasih karena sudah mau hadir di dalam kehidupan Ibu, Nak." Berapa kali wanita itu tampak mengecup lembut pipi bayinya dengan sayang. Namun, sedetik kemudian, ia merasakan ada yang janggal pada bayinya. Sehingga otomatis membuatnya langsung merasa panik. "Loh, Sus. Ke-kenapa sedari tadi bayi ini diam saja? Dan tubuhnya juga terasa dingin seperti es?" Seketika itu juga, raut wajah wanita yang semula terlihat sangat bahagia, kini menjadi tegang dan juga cemas. "Lalu, kenapa wajah bayi ini terlihat pucat, Sus?" Dengan sangat gelisah, Vania terus melontarkan tanya. "Sus, kenapa diam saja? Ayo jawab!" Wanita itu mulai terpancing emosi, ketika melihat si suster hanya diam saja seperti patung. "Em, a-anu. Sekali lagi kami meminta maaf yang sebesar-besarnya. Ka-karena bayi yang telah Anda lahirkan tadi ... ternyata sudah Me-ning-gal!" JEDDER! Bagai kilatan petir di siang hari bolong, langit yang awalnya terlihat cerah, kini langsung berubah menjadi mendung kelabu, terasa gelap gulita tanpa warna. Tubuh Vania membeku seketika. Untuk sepersekian detik, jantungnya seolah berhenti berdetak. Dadanya terasa sesak seakan tak bisa bernapas. Lalu bibirnya terasa keluar dan suaranya pun tercekat di tenggorokan. "A-apa?! M-me-ning-gal?" cicitnya sangat pelan, hampir tak terdengar. Wajahnya menjadi pucat. Tubuhnya pun bergetar hebat, merasa sangat-sangat syok mendengar satu kata terakhir yang terucap dari bibir si suster. "Tidak, tidak mungkin bayi saya meninggal. Tidak ... tidak!"Dengan pandangan yang sulit untuk diartikan, tanpa sadar bibir lelaki tampan itu tampak tersungging kecil. Walaupun samar, tetapi Dinda yang melihat bagaimana perubahan raut wajahnya pun, tampak keheranan. Bak terbakar oleh api cemburu, hati gadis jutek itu menjadi panas seketika. Sungguh ia tak habis pikir, ada apa dengan suaminya ini? Entah kenapa ia merasa, kalau Rafka sepertinya bahagia jika sedang melihat si pengasuh bayinya tersebut. Lalu, dengan sedikit kasar, wanita ber-piama biru muda itu langsung saja mengambil paksa Baby Al dari tangan Vania. Sontak saja baik itu Vania dan juga Rafka langsung terkejut dibuatnya. "E-eh, Nona, hati-hati!" Vania yang kaget jadi terbengong. "Dinda, kau ini apa-apaan? Kasar banget!" Seketika raut wajah lelaki tampan itu berubah garang, dengan kesal ia langsung saja memarahi istrinya. Kerena merasa terganggu, bayi kecil yang semula sedang nyaman berada di pelukan sang ibu asuhnya itu pun jadi menangis. "Lihat! Baby Al jadi menangis,"
"Em, maaf, Bu. Kalau boleh saya tahu. Ada apa Anda mencari saya?" Vania memberanikan diri untuk bertanya. "Non Dinda membutuhkan bantuan mu untuk mengurus Baby Al sekarang." "Oh, begitu." Vania yang sempat merasa keheranan juga sedikit ketakutan pun tampak manggut-manggut merasa lega. "Huff! Kirain aku ada apaan?" ucapnya membatin. Setelah menaiki lift menuju ke lantai tiga. Kini mereka telah sampai di dekat kamar Dinda. Dari luar kamar bisa terdengar jelas kalau baby Al kini sedang menangis. Sehingga membuat Vania otomatis merasa sedikit khawatir padanya. Tanpa disuruh, Vania langsung saja menerobos masuk kamar Diandra yang memang dalam keadaan pintu terbuka. "Maaf, Nona. Ada apa dengan Baby Al?" tanyanya sedikit panik.Sementara sang kepala pelayan, langsung undur diri kembali ke kamarnya. "Ikh, kamu ini lama banget sih, datangnya! Itu buruan kamu gantiin popoknya Baby Al sana! Kayaknya dia habis pup, jadi dia menangis tau!" bentak Dinda merasa kesal dan juga jijik,
"Dinda?!" Reflek, dengan perasaan kagok, keduanya pun langsung segera menjauh. "Oh, aku hanya ingin melihat Baby Al sebentar. Ya sudah, Laras. Kau gendong Baby Al lagi." Dengan sangat hati-hati, lelaki itu menyerahkan kembali bayi kecil itu pada Vania. Senyuman manis di bibirnya tadi seakan langsung menghilang, dan ia kembali ke mode awal. Dingin, datar juga kaku tanpa senyum sedikitpun. "Ini sudah malam, sebaiknya kau bawa Baby Al untuk tidur sekarang!" ucap Rafka menoleh ke arah Dinda. Dengan wajah cemberut, Dinda hanya mengangguk. Lalu, dengan sewot ia merebut bayinya dari tangan Vania. "E-eh!" Membuat Vania pun jadi kaget melihatnya. Setelah itu Rafka langsung keluar dan ingin segera masuk menuju kamarnya sendiri. Namun, dengan cepat Dinda yang menggendong bayi kecil itu langsung mencegahnya. "Tunggu, Rafka? Apa kau tidak ingin tidur bareng dengan kami?" ucap Dinda keceplosan. Rafka yang mendengarnya pun, menaikan sebelah alis, menoleh sinis ke arahnya. Dinda yang
Di kamar sang bayi. Vania sedang duduk memangku baby Al yang tengah asyik menyusu padanya. Wanita itu tampak begitu ceria memandangi wajah imut dan menggemaskan bayi kecil yang ada di dalam pangkuannya kini. "Mimi yang banyak ya, Sayang! Agar nanti pas ditinggal sama Ibu, kamu udah kenyang dan bisa tidur dengan nyenyak." Seraya mengusap-usap lembut kepala Baby Al, Vania tampak sibuk berceloteh ria, seolah sedang mengajak ngobrol bayi kecil tersebut. Namun, sedetik kemudian ia jadi teringat akan mendiang bayinya yang telah meninggal. Seketika wajahnya berubah menjadi muram dan perlahan air matanya pun mengalir mulai membasahi pipi. Walau ia sudah berusaha untuk tetap terlihat tegar juga ikhlas. Tapi, rasa penyesalan yang mendalam, masih saja sering kali menyiksa batinnya. Seakan ia menyalahkan dirinya sendiri yang tak bisa menyelamatkan atau melindungi sang buat hatinya tersebut. "Hiks ... hiks. Maafkan, Mama, Sayang," ucapnya pelan. Kleek! Tiba-tiba saja pintu terbuka. Va
Di sore hari. Sesaat, setelah kepulangan Rafka dari kantor, lelaki itu tampak dengan lesu memasuki kamar. Hari ini ia benar-benar merasa lelah, karena kepadatan pekerjaannya di kantor, cukup menguras tenaga dan juga pikirannya. Pria itu mengendorkan dasi, dan mulai melangkah mendekati ranjang. Setelah melepaskan dasi, ia meletakkannya di pinggir kasur tempatnya terduduk kini. "Huff, benar-benar sangat melelahkan," gumamnya seraya menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Sungguh ia ingin merebahkan diri untuk sekedar beristirahat sejenak. Namun, baru saja ia akan memejamkan mata, tiba-tiba saja terdengar suara ketukan pintu. Tok-tok-tok! "Rafka, bolehkah aku masuk?" ucap seorang wanita yang tengah berdiri di depan pintu kamar. "Hais, ngapain lagi sih nih, cewek? Ganggu aja!" Tanpa mau menjawab, dengan sangat malas, pria itu hanya dengkusnya kesal. Karena tak segera mendapat jawaban, dengan lancang Dinda langsung saja membuka pintu. Kleek! Tanpa disuruh, wanita yang
Di ruang tamu yang cukup luas dan megah, kini seluruh anggota keluarga Rafka, beserta Vania tengah terduduk menyebar di sofa panjang yang membentang di tengah ruang. Dengan satu per satu wanita muda itu diperkenalkan dengan seluruh anggota keluarga yang tinggal di rumah tersebut. Mulai dari kepala keluarga yaitu, Tuan Abymana Surya sang ayah dari Rafka. Lalu, Dinda Putri Kirana yaitu sang istri dari lelaki tersebut. Juga Erline Mohan, sang adik kandung dari ayahnya Rafka, yang berarti nenek dari bayi kecil yang akan diasuh dan disusui oleh Vania. Ya, walau pun Erline sebenarnya tidak ikut tinggal di rumah itu. Tetapi, wanita itu kerap kali datang berkunjung untuk menyambut kehadiran sesosok bayi kecil yang baru sekitar satu bulanan yang lalu hadir sebagai anggota baru di rumah tersebut. "Oh, jadi nama kamu Laras?" tanya Erline. Seraya masih menggendong Baby Al, wanita itu selalu menampilkan senyuman ramah kepada siapa pun juga. Termasuk terhadap Vania, sosok pengasuh baru yang ak
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments