Mahar 50 Juta dari Si Petani

Mahar 50 Juta dari Si Petani

Oleh:  Lian Nai  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
5 Peringkat
34Bab
17.6KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Sebaik-baik wanita adalah yang paling sedikit maharnya. Namun, tidak untuk keluarga Kanaya, mereka meminta mahar sebesar lima puluh juta pada Akbar yang hanya seorang petani muda. Akbar dihina, dicaci dan dihardik oleh keluarga Kanaya karena dianggap tidak tau diri. Akankah Akbar mempertahankan perasaannya, atau justru berpaling pada wanita lain?

Lihat lebih banyak
Mahar 50 Juta dari Si Petani Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Azitung
Bagus kak, sayangnya babnya sangat sedikit
2023-06-18 00:05:19
0
user avatar
Baby Boy
bagus banget,lanjut kak
2023-05-14 12:43:19
1
user avatar
Husna Mufida
Bagus banget kalau bikin cerita .. Gapernah gagal semoga tambah sukses thor
2023-05-06 12:01:58
1
user avatar
indras
bagus ceritanyaa......
2023-05-04 10:19:53
1
user avatar
Husna Mufida
baguus nunggu lanjutannya
2023-04-29 20:39:22
2
34 Bab
Ditolak
"Cuma sepuluh juta?" Kedua mata Bu Tarjo membulat lebar. "Kenapa cuma sepulu juta, Bar? Naya ini perawan, Akbar, apa pantas kamu beri mahar segitu?"Akbar menunduk dalam. Pagi ini dia datang ke rumah Kanaya-- Sang Kekasih untuk merundingkan besaran mahar yang akan dia berikan nanti."Kalau di kampung kita bukannya mahar segitu sudah besar ya, Bu Tar?" Emak Lamba menimpali. "Akbar sudah punya rumah yang bisa ditempati setelah menikah, jadi Bu Tar gak perlu khawatir ....""Ya jelas aku ini khawatir, Mak Lam, bagaimana bisa aku melepaskan Naya hanya dengan uang sepuluh juta?" kata Bu Tarjo dengan suara lantang. "Urusan rumah ya memang urusan Akbar selaku calon suami, tapi kalau mahar, itu urusannya sama kami, Naya dan keluarganya. Jaman sekarang, uang sepuluh juta dapat apa?!"Kanaya menatap kesal ke arah Akbar. "Aku kan sudah bilang, Kang, setidaknya minimal beri aku lima puluh juta sebagai mahar. Kenapa Akang malah bilang sepuluh juta ke Mamak?" ucap Naya sambil melengos geram. "Pasti
Baca selengkapnya
Ludah Untuk Akbar
"Jangan cengeng, Nay! Tenang saja, aku yang akan mencarikan calon suami buat kamu," celetuk Laela pongah. Akbar yang menangkap dengar hanya bisa tersenyum sinis mendengar penuturan Laela yang terkesan menyombongkan diri. Bukankah dia saja belum menemukan jodohnya, lantas kenapa sibuk mencarikan pria untuk Kanaya? "Buat aku? Mbak Laela gak mendadak lupa kan kalau Mbak itu masih lajang?" suara Kanaya terdengar bergetar. "Mbak bahkan sudah menyandang gelar perawan tua dari para tetangga, lalu Mbak sok-sokan mau mencarikan calon suami buatku?""Kanaya!" bentak Bu Tarjo lantang. "Jaga mulutmu!"Kanaya melengos. Dia berlari masuk ke dalam kamar sementara Akbar sudah berhasil membantu Emak Lamba duduk di atas motor dan perlahan mereka mulai menjauhi pekarangan rumah Bu Tarjo. "Gak tau diri banget! Sudah dibantu malah ngatain," gerutu Laela dengan wajah memanas. "Dia pikir aku gak bisa cari calon suami? Lajang itu pilihan!" imbuhnya masih dengan sisa kekesalan pada Kanaya."Jangan cuma ngom
Baca selengkapnya
Hujan Air Mata
Menjelang sore, Akbar pulang ke rumah sambil menenteng sawi yang dia ambil dari perkebunan di sebelah sawah miliknya. Kebun yang berukuran luas itu sengaja dia tanami sawi, jagung dan sayuran yang bermacam-macam. Satu-satunya kebun paling lebar peninggalan Bapak Akbar yang sampai saat ini masih dipertahankan oleh Emak Lamba dan putranya itu."Ambil sawi lagi?" tanya Emak ketika baru saja membuka pintu. "Yang kemarin masih ada, Nak, berikan Pak Ustad Jefri saja!"Akbar mengangguk tanpa membantah. Selama ini, dia sering mengambil sayuran di perkebunan untuk dimasak sehari-hari dan lainnya memang untuk dijual ketika masa panen nanti."Emak sudah masak, makan lah!" pinta Emak Lamba. "Pak Jefri ada?" Akbar mengangguk. "Emak sudah tau ini sebelumnya, iya kan?"Emak duduk di salah satu kursi yang terletak rapi di teras. "Ustad Jefri tadi kesini, beliau bilang mau mengenalkan kamu sama anak dari almarhum temannya. Emak gak bisa memutuskan, Ustad bilang mau bicara sendiri sama kamu. Jadi, baga
Baca selengkapnya
Aku mencintaimu, Kang!
"Sudah waktunya panen ini besok, Bar," celetuk Pak Jagal yang kebetulan letak sawahnya bersebelahan dengan sawah milik Akbar. Milik mendingan Bapak Akbar maksudnya."Mau panen manual apa gimana?" tanya Pak Jagal lagi. Akbar nampak berpikir. Panen manual maka akan butuh banyak tenaga, tentu juga upah. "Kalau mau pakai mesin Dos, biar besok sekalian digarap sama Pak Min setelah garap sawahku.""Boleh juga, Pak," sahut Adam. "Nanti aku ke rumah Pak Min, biar besok sekalian digarap sama beliau.""Ya, bagus itu. Sayang kalau panen manual, capek dapat, uang upah juga bisa dua kali lipat, belum kamu harus masukin padi ke dalam karung sendirian. Dobel capeknya, Bar."Akbar mengangguk membenarkan. "Terima kasih sarannya, Pak Jagal.""Ya, sama-sama. Emak Lamba bilang perkebunan di ujung sana mau dijual. Benar begitu?"Akbar menoleh dengan cepat. Dia menatap Pak Jagal dengan pandangan penuh kebingungan. Kapan Emaknya datang ke rumah pria paruh baya ini?"Emak yang bilang sendiri, Pak?"Pak Jagal
Baca selengkapnya
Bagaimana rasanya dibuang, Kanaya?
Tubuh Kanaya menegang mendengar suara Akbar yang meninggi untuk pertama kalinya. Kedua matanya memanas. Bibirnya bergetar menahan tangis karena pria yang selalu mengatakan akan menjaga dan mencintainya ternyata sudah berubah dalam hitungan hari saja."Kang ....""Buang semua harapanmu yang menggunung itu, Naya! Karena sampai kapanpun, aku ... tidak akan pernah lagi datang ke rumahmu untuk meminang gadis yang bahkan berani meninggikan suara di depan Emak. Tidak akan pernah!" Air mata Kanaya meluncur bebas. Dadanya sesak. Kedua tangannya mengepal sembari mencengkeram pegangan rantang yang sudah ia siapkan isinya dari rumah sejak pagi."Hanya karena itu, Kang? Hanya karena ....""Hanya?" sela Akbar menahan geram. "Kamu bilang hanya, Nay? Meninggikan suara di depan orang yang lebih tua menurutmu adalah hal yang biasa, begitu? Dia Emakku, Kanaya! Surgaku! Bisa-bisanya kamu mengatakan semua yang terjadi dengan kata hanya?" Akbar terkekeh getir. "Kita belum menikah saja kamu sudah ingin men
Baca selengkapnya
Keanehan Laela
"Kenapa kamu bawa balik lagi rantang itu, Nay?" tanya Bu Tarjo keheranan. "Sudah habis masakan kamu dimakan Akbar? Apa Mamak kata, pria seperti Akbar itu pasti mudah luluh dengan sedikit perhatian. Berterima kasih lah kau ke Mamak," imbuh Bu Tarjo pongah.Kompyang ....Kanaya membanting rantang stainless yang sempat ia genggam asal karena isinya yang sudah berserakan di sawah. Bu Tarjo memekik kaget. Diurutnya dada sambil menatap sengit pada putri bungsunya yang terlihat tidak bersemangat. "Apa-apaan kamu, Kanaya?!" bentak Bu Tarjo geram. "Kau pikir barang-barang Mamak ini hasil mencuri sampai-sampai seenak jidat kamu buang-buang begini, hah?!""Kenapa pula kamu pulang sambil marah-marah, Akbar bilang gak enak masakan kamu, iya? Tersinggung kamu?""Semua ini gara-gara Mamak!" teriak Kanaya sambil menangis. "Harusnya Mamak terima saja berapapun mahar yang Kang Akbar berikan, sekarang ...."Kanaya terduduk di lantai sambil menangis. Bu Tarjo menatap putrinya dengan air muka kebingungan
Baca selengkapnya
Tidak Terima
"Kamu sudah yakin dengan keputusanmu ini, Akbar?" tanya Ustad Jefri serius. "Sebelum kami pertemukan dua keluarga, kamu harus tau satu hal ....""Apa itu, Ustad?" "Wanita yang akan kami pertemukan denganmu adalah ...."Akbar menanti jawaban Ustad Jefri dengan air muka kebingungan. Tidak banyak wanita yang ia kenal. Bertemu Kanaya pun karena diperkenalkan oleh teman dari teman, bukan karena perkenalan pribadi. Jadi mengapa pria paruh baya di depannya ini nampak ragu mengatakan siapa wanita itu."Guru TK," jawab Ustad Jefri ragu. "Kamu gak masalah kan?"Akbar terkekeh. Dia mengangkat kepalanya dan mengangguk mantap. "Apapun profesinya, Ustad. Sukur-sukur kalau dia mau menjadi Ibu Rumah Tangga saja. Tapi, insyaallah saya tidak membatasi ruang geraknya asal ....""Asal apa, Bar?""Wanita itu mau menerima Emak saya."Ustad Jefri mengangguk paham. Seulas senyum terbit di bibirnya ketika Akbar masih memikirkan satu-satunya orang tua yang dia miliki. "InsyaAllah, Akbar. Ustad dan Umi tidak
Baca selengkapnya
Tangis Kanaya
"Tutup mulutmu, Nay!" Bu Tarjo meninggikan suara sambil melotot. "Seret dia, Pak! Bisa-bisanya menjatuhkan harga diri orang tua demi pria angkuh seperti dia. Sah-sah saja kalau pria yang kamu tangisi ini kaya dan mapan, lihat ... pekerjaannya saja tidak jelas tapi mati-matian kamu menangis demi dia. Memalukan!"Kanaya mengusap pipinya sembari menangis. Dadanya bergemuruh. Panas akibat tamparan Pak Bagiyo ternyata tidak lebih sakit daripada pengabaian yang Akbar berikan. "Benar kata Mamak kamu, Kanaya. Untuk apa membuang-buang air mata hanya karena pria miskin sepertiku. Pulang lah, jangan jadi anak durhaka. Memalukan kalau sampai semua orang tahu kamu menangisi seorang petani sepertiku," ucap Akbar sambil tersenyum sinis. "Apa kata orang nanti, bisa-bisa mereka mengira kalau kedua orang tuamu memintaku untuk menikahi putrinya. Bukankah itu memalukan?"Pak Bagiyo dan Bu Tarjo menatap nyalang pada sosok pria berusia matang di depannya. Ucapan Akbar semakin lama semakin banyak mengandun
Baca selengkapnya
Meminang Wanita Lain
"Besok?"Ustad Jefri nampak keheranan. Pasalnya, beberapa hari belakangan Akbar terlihat seperti enggan memulai hubungan baru, tapi hari ini ...."Mendadak sekali, kenapa?"Akbar dipersilahkan duduk di teras dengan sisa-sisa napas yang masih terengah-engah. Dia meneguk ludahnya kasar ketika Ustad Jefri bertanya, kenapa?"Ada satu dua hal yang mengganggu saya, Ustad. Dan, sepertinya dengan menyegerakan menikah maka gangguan itu akan hilang dengan sendirinya," papar Akbar. Matanya lagi-lagi memanas. "Maaf, bukan saya bermaksud menjadikan wanita pilihan Ustad sebagai tameng. Hanya saja ....""Tentang Kanaya?"Akbar mengangguk ragu. Bukan rahasia umum lagi di kampungnya tentang kabar bahwa Akbar ditolak oleh keluarga Kanaya. Entah siapa yang menyebarkan berita ini lebih dulu yang jelas, semua tetangga tahu jika putra Emak Lamba ditolak karena mahar yang tidak sesuai keinginan keluarga Kanaya."Maaf, bukan Bapak ingin ikut campur lebih dalam urusan kamu. Menikah memang sangat baik jika dis
Baca selengkapnya
Bukan calon istri yang lemah
"Kang Akbar!" Kanaya berteriak nyaring sekali. "Apa maksutnya ini? Dilsah? Siapa yang melamar dia, Kang?"Semua orang yang tengah berdiri di halaman rumah Dilsah pun menoleh terkejut dengan teriakan yang keluar dari bibir merah Kanaya. "Ada apa, Nay? Dia calon suami Dilsah, kamu kenal?" tanya salah satu tetangga dekat mereka. "Harusnya tadi kamu ikut bantu-bantu, Nay, bagaimanapun juga Dilsah itu teman sekolah kamu dulu."Kanaya menyentak napasnya kasar. Dengan langkah lebar dan kemarahan yang memenuhi rongga dadanya, wanita berambut sebahu itu mendekati Akbar dan berdiri tak acuh di samping Emak Lamba dan Ustad Jefri."Apa maksudnya ini, Kang?" tanya Kanaya berulang. Air mata menggumpal dan siap tumpah saat kedua matanya beradu dengan mata Akbar. "Apa maksud kedatangan Akang ke rumah Dilsah? Bukankah Akang bilang hanya mencintaiku, tapi ini ...."Beberapa tetangga terlihat kaget. Tidak menyangka jika Kanaya adalah seseorang yang sempat ada di hati Akbar."Loh, kok ....""E- eh, mere
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status