Share

Pandangan Kedua

Sasya mengerjapkan mata untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina. Ia mencoba mengingat apa yang telah ia lakukan sebelumnya. Ia menatap bingung kala seragam sekolah masih melekat pada tubuhnya. 

Sasya menutup mulut dengan telapak tangan. "Hooaaaam! Astagfirullah, kok, ketiduran?"

Sasya langsung mendudukan tubuh yang mirip buah pir itu. Ia menggeleng pelan guna mengembalikan seluruh kesadaran. Setelah sadar hampir seratus persen, ia segera melangkah menuju kamar mandi.

Setelah 15 menit lamanya, pintu berwarna merah muda itu terbuka. Menampakkan gadis cantik dengan baju santai berwarna hijau daun yang sangat cocok di tubuh pirnya. Ia mengarahkan kakinya menuju meja belajar untuk mengambil mukena hitam bercorak abu-abu. Kemudian, ia menunaikan kewajiban salat Asar.

Setelah selesai shalat, Sasya tak sengaja mendengar suara ponsel yang berdering-dering. Dengan segera, ia melipat mukenanya dan menggapai benda pipih yang terletak di atas meja belajar tersebut.

"Halo, My Boss!"

"Hm."

"Gue ada kabar baik, Boss. Pasti lo seneng dengernya."

"Cepet ngomong!"

"E-e-iya, Boss. Ketua geng Dangerous ngajak lo tanding lagi."

"Ck! Mereka belum kapok ternyata," gumamnya yang tak terdengar siapa pun.

"Kapan?"

"Nanti malam, Boss. Jam 11 di tempat biasa."

"Oke."

Sasya segera mematikan panggilan telepon tersebut. Senyum indah terpatri di wajahnya. Ia sangat senang lantaran mendapat kabar dari anggotanya.

***

"Makasih, Pak," ucap Sasya seraya menyodorkan selembar uang sepuluh ribu rupiah dan lima ribu rupiah kepada pengemudi ojek online yang mengantarnya tadi. 

Sasya melenggang pergi menuju kelas yang kemarin ia datangi. Seperti biasa, ia hanya memandang lingkungan sekolah dengan raut wajah datar. 

Sesampainya di sana, ia mengedarkan pandangannya ke kanan dan kiri secara bergantian. Berbagai pertanyaan muncul di dalam benaknya. Namun, ia urungkan saat pundaknya ditepuk oleh seseorang. 

Pelaku itu melambaikan tangan kanannya. "Hai! Ketemu lagi kita."

Sasya menatap bingung gadis yang ada di hadapannya sekarang. Ia merasa tak kenal dengan gadis itu, tetapi sikap gadis itu seolah-olah sudah pernah kenal dengan Sasya. 

Tak ingin larut dalam pemikiran yang tak ada ujungnya. Sasya menaikkan sebelah alisnya pertanda bertanya. Gadis itu mengangguk sebagai tanda mengerti. 

Ia menarik paksa tangan kanan Sasya untuk bersalaman dengannya. "Kenalan ulang, ya. Inget, nama gue Zelda Alviana, biasa dipanggil Ana. Orang yang duduk di samping lo waktu MPLS kemarin."

Sasya hanya mengangguk. Ia tak berniat untuk senyum sama sekali kepada Ana. Ia melepaskan tangan kanannya yang ditarik paksa oleh Ana. Kemudian, gadis bertubuh sedang itu melangkah masuk menuju ruangan yang ada di hadapan. Namun, baru saja ia melangkah, tangannya dicekal oleh Ana. 

Sasya menepis kasar cekalan tangan Ana. "Apalagi?"

"Ehehehe. Mmm ... lo duduk di sebelah gue, ya, ya, ya?" mohon Ana. 

Ana menarik paksa tangan kiri Sasya dan berjalan memasuki ruangan itu. Sasya hanya pasrah menerima perlakuan temannya ini. Apakah ia berhak menyebutnya teman? Padahal, ia baru bertemu dengan Ana kemarin dan sekarang. 

"Nah, lo duduknya di kursi dekat tembok. Enak tuh bisa senderan di tembok," kata Ana dengan mengarahkan jari telunjuknya tepat pada meja ketiga dari sisi pintu. 

Sasya segera menduduki kursi yang ditunjuk oleh Ana tadi. "Ini mah tempat gue taruh tas kemarin," batin Sasya. Kemudian, Ana pun ikut menjatuhkan bobot tubuhnya di sebelah tempat duduk teman barunya itu. 

Ana menoleh. "Hmmm ... kok, belum mulai acaranya, yah?"

Sasya hanya mengedikkan bahunya tak acuh sebagai jawaban. Ana membuang napas gusar atas perlakuan teman barunya itu.

Ana mengangguk. "Oh, oke." 

Ana tersenyum lebar hingga menampilkan lesung di pipi kanannya. Sasya menatap sekilas wajah Ana. Lalu, ia kembali fokus pada ponsel hitam yang ada di tangan. 

Seketika penghuni ruangan itu berlarian menuju tempat duduk mereka saat suara bel masuk terdengar jelas di telinga mereka. Sasya segera memasukkan ponselnya ke dalam tas. 

Sedari tadi, netra Ana tak lepas dari gerak-gerik yang dilakukan oleh Sasya. Sasya menatap heran gadis yang ada di sampingnya. "Ini orang ngapain liatin gue mulu, ya?" tanyanya dalam hati. 

Ana mengalihkan pandangannya ke depan saat terdengar suara ketukan pintu kelas. Ia menyipitkan mata kala melihat seorang pemuda yang sedang berjalan menuju meja guru. Tanpa sadar, mulutnya terbuka lebar melihat ketampanan paras lelaki tersebut. 

Sasya mengerutkan dahinya kala melihat ekspresi aneh Ana. "Ini orang kenapa, ya? Stres kali," tebak Sasya dalam hati. Ia mengikuti arah pandang gadis di sampingnya itu.

Degh!

Pandangan mata mereka bertemu. Suara seseorang memanggil pun tak mereka dengar. Dunia seakan milik mereka berdua.

Sasya memperhatikan dengan jelas setiap inci wajah milik pemuda itu. Sungguh, Sasya sudah tak asing lagi melihat wajahnya. Ia mencoba mengingat siapa sebenarnya lelaki tersebut. Sepertinya, memori otak menolak untuk mengingat.

"Orang itu siapa, sih?" gumamnya.

Tiba-tiba ada telapak tangan menepuk pelan bahu milik pemuda berhidung mancung tersebut. Seakan tersadar, ia segera memutuskan kontak matanya dengan gadis pemilik mata sayu itu. Ia menghadap seseorang yang menepuk bahunya tadi.

"El, lo kenapa? Gue panggil dari tadi juga. Lo kenapa bengong?" tanya Ari dengan nada suara panik.

Tampak tak ada tanda-tanda jawaban dari si pemilik nama. Ari dibuat semakin panik dengan tingkah sahabatnya ini.

"El, lo kenapa?" tanya Ari lagi dengan nada sedikit tinggi.

El tersadar dari lamunannya. "Hah! Kenapa emangnya?"

Ari mengernyitkan dahi kala mendengar respon yang keluar dari mulut temannya itu. "Gue nanya malah nanya balik," gerutu Ari dalam hati.

Ari memutar bola mata jengah. "Ck! Dahlah lupakan!"

Mendengar pernyataan Ari, El hanya mengangkat bahu dan memutar tubuhnya untuk menghadap peserta MPLS yang sedari tadi memperhatikan tingkahnya.

Lelaki itu menetralkan detak jantung yang terus menerus berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Ia berdeham pelan untuk menyembunyikan rasa gugup itu.

"Maaf, ada sedikit kesalahan teknis tadi," ucap Ari dengan senyuman manis andalan miliknya, sehingga menampakkan lesung yang timbul di pipi kirinya itu.

"Udah, Kak. Jangan senyum, bahaya. Jantung Ana serasa ingin lari dari tempatnya," gumam Ana dengan pandangan tak lepas dari netra abu-abu milik Ari.

Ana melepas tangan yang sedari tadi  digunakan untuk menopang dagu. Ia segera menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi yang ia duduki sekarang.

"Assalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh." El tersenyum tipis, sangat tipis, sehingga tak terlihat bahwa ia sedang tersenyum kepada penghuni kelas tersebut.

"Senyum, El, Senyum," bisik Ari.

"Gue udah senyum," protes El dengan nada pelan agar tak terdengar adik-adik kelasnya.

"Waalaikumussalam Warohmatullohi Wabarokatuh!" balas semua peserta MPLS dengan nada bersemangat.

Tentu saja mereka sangat bersemangat hari ini karena kedua lelaki tampan yang ada di hadapan mereka akan menjadi pembimbing selama acara MPLS dan kepramukaan berlangsung.

"Gue El, Ketos di SMA GG. Kami berdua dari kelas XII IPA 3," tutur El.

El mengangkat sudut kanan bibirnya kala melihat mata sayu gadis yang duduk di meja ketiga dari sisi pintu. Namun, sang empu hanya bersandar pada dinding kelas dengan raut wajah datar.

"Waah! Kakak ganteng ternyata Ketos. Aaaa! Makin meleleh, deh, Eneng."

"Kak, udah punya pacar belum?"

"Kak, tanggal lahirnya kapan? Aku mau kasih kado, nih. Hehe."

"Wah! Kak Ari juga gak kalah ganteng, kok. Aku berpihak padamu, Pangeran tamvanku, Ari." Ari tertawa kecil saat mendengarnya.

"Ck! Gantengan Kak El."

"Kak, suka makan apa? Nanti aku traktir di kantin, deh."

"Aaaa! Mamaaa! Calon menantumu ada di sini."

"Hah, hah, hah, aduh! Aku kehabisan oksigen. Kak Ari, jangan senyum, dong! Bisa-bisa aku mati di sini lihat senyum Kak Ari!" teriak salah satu gadis, hingga pemilik nama menoleh dan semakin melebarkan senyumannya.

Begitulah beberapa celotehan dan pujian dari penghuni ruangan itu untuk dua lelaki tampan yang setia berdiri di hadapan mereka. Lain Ari, lain juga El.

Senyum manis milik Ari tak pernah luntur dari wajah tampannya. Lesung di pipi kirinya menambah kadar ketampanan lelaki yang dijuluki Pangeran oleh adik kelasnya tadi.

El hanya memasang raut wajah datar dan dingin yang menjadi andalan. El memutar bola mata malas kala mendengar celotehan yang menurutnya sangat tak bermutu untuk didengarkan.

Sasya mengetuk pelan meja. "Ck! Lebay."

Hanya kalimat itu yang keluar dari bibir tipis milik Sasya. Sedari tadi ia hanya berdecak kesal melihat teman-teman di kelasnya memuji dan terus memuji El dan Ari.

Ana? Ia setia memandang pemuda di samping El itu. Ia senantiasa melontarkan pujian dari bibir merah muda alami miliknya. Betapa indahnya ciptaan Engkau, Ya Allah. Seperti itulah kalimat yang keluar dari bibirnya.

Lagi-lagi El tersenyum tipis kala netra cokelat terangnya berpapasan dengan netra cokelat gelap milik gadis itu. Sedangkan gadis itu langsung mengalihkan pandangannya pada wajah cantik Ana. Unik, satu kata yang tercetak di benak El saat ini.

"Ehm ... udah selesai mujinya?" tanya Ari untuk memecah keriuhan yang terdengar di kelas itu.

"Sudah, Kak," jawab sebagian dari mereka.

Ari mengangguk. "Oke, langsung aja, ya. Dari jam 08.00-09.30, kami akan memberi materi mengenai SMA GG ini. Habis itu, istirahat dulu 30 menit. Lalu, dilanjut pukul 10.00-12.00, kita main game, setuju?"

Ari menyapu pandangannya ke seluruh peserta MPLS itu. Ari melihat mereka menggangguk sebagai isyarat setuju.

"Oke, dikarenakan sekarang masih jam 8 kurang 15 menit, ada 15 menit untuk kalian bersiap-siap. Jangan lupa keluarkan buku catatan, pulpen, tipe-x. Jangan lupa juga, matikan handphone kalian atau silent aja karena ini merupakan salah satu sikap menghargai seseorang. Paham?"

"Paham, Kak."

Jam istirahat telat tiba, semua penghuni kelas berbondong-bondong menuju tempat favorit di setiap sekolah. Apalagi kalau bukan kantin? Tempat yang paling disukai oleh ratusan pelajar.

Para cacing di perut mereka seperti sedang mengadakan konser dangdut. Meronta-ronta minta diisi oleh si pemilik tubuh.

Tak beda jauh dari mereka, para penghuni gugus 5 pun ikut meramaikan surga dunia bagi para pelajar itu. Mereka sedikit berlari lantaran waktu istirahat hanya sampai 30 menit saja. Jadi, mereka harus memanfaatkan waktu tersebut dengan sebaik-baiknya.

Lain halnya dengan Sasya. Ia tak perlu pusing-pusing lagi mengantri di kantin sekolah. Cacing di perutnya masih bisa diajak kompromi. Kenapa bisa? Karena ia masih kenyang setelah memakan nasi goreng buatannya di apartemen tadi pagi.

Sekarang, hanya tersisa Sasya di kelasnya. Teman-teman yang lain sudah pergi ke kantin barusan. Kini, hanya kesepian yang menemaninya.

Apakah Sasya harus protes?

Tidak!

Sasya sangat senang kesunyian. Ia tak perlu repot-repot mengeluarkan tenaga untuk mendengar celotehan-celotehan yang tidak berfaedah dari orang lain.

Tampaknya Sasya tak sadar bahwa ia sedang diperhatikan oleh pemuda yang berdiri di bibir pintu kelas tersebut. Sudah sedari tadi, pemuda itu memperhatikan gerak-gerik Sasya.

Lelaki berjas biru itu memasang baik-baik indra pendengarannya. Ia siap mendengarkan percakapan Sasya dengan seseorang melalui via telepon.

"... "

"Iya, gue berhasil ngalahin dia."

"..."

"Cuma lecet doang. Udah gue bawa ke bengkel."

"..."

"Sore."

"..."

"Sorry, gue gak bisa dateng. Lo urus Cafe TSG dulu. Gue mau cek ke bengkel."

"..."

"Hmm ... iya, iya, bawel."

"..."

Pemuda tersebut mengerutkan keningnya mendengar percakapan Sasya di telepon. Ia tak berhasil mendengar jelas semuanya. Hanya ucapan Sasya yang berhasil ditangkap oleh kedua telinganya.

"Ngomongin apaan, sih?" tanyanya dalam hati.

"Kayak ada yg merhatiin," gumam Sasya.

Sasya berdiri dan menyusuri setiap sudut kelas tersebut untuk membuktikan keganjalan itu. Ia tak melihat seseorang pun dari dalam kelas. Ia mengedikkan bahunya tak peduli dan melanjutkan aktivitas bermain ponsel.

Fyuh!

"Untung gak ketauan." Lelaki itu menyandarkan punggungnya di balik dinding tempat Sasya bersandar.

"Kalo ketauan, bisa dicap sebagai tukang nguping, nih."

Tarik napas ... buang.

Tarik napas ... buang.

Tarik lagi ....

"El ... lo ngapain di situ?"

Degh!

"Mati lo, El!" batinnya merutuki diri sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status