Kanaya mendapati suaminya berselingkuh. Ia mulai mencari satu per satu bukti perselingkuhan sang suami demi memenangkan sidang perceraian dan mendapat hak asuh buah hati. kebusukan Abimana mulai terbongkar, dan membuat Kanaya terperangah. ternyata, wanita yang menjadi selingkuhan suaminya ada di depan mata. Tetangga yang dikenalnya sangat agamis ternyata menyimpan bangkai yang teramat busuk. Karena keguguran yang dialami Mila—selingkuhan Abimana, wanita itu mendekati anak Kanaya dan ingin memilikinya. Hal itu semakin membuat Kanaya bersikeras mengumpulkan bukti untuk menggugat cerai dan memulai hidup baru dengan sang buah hati. Bagaimana perjalanan Kanaya membongkar kebusukan suami dan selingkuhannya? Akankah Kanaya berhasil memenangkan sidang perceraian dan hak asuh anak mereka? Simak cerita lengkapnya di sini... ~~~~~~~~~~~ Assalamu'alaikum wr wb... Salam kenal semua... Mohon dukungannga ya... dan jangan lupa follow semua cerita saya... Terima kasih... Semoga kita semua diberi kesehatan oleh Allah Swt, dilancarkan rezeki dan bahagia dunia akhirat... 😇
view more"Noda lipstik siapa ini? Warna merah yang begitu terang, sepertinya aku tidak memiliki lipstik yang berwarna seperti ini."
Kanaya begitu penasaran ketika mendapati noda merah di kemeja bekas suaminya. Saat ini wanita itu sedang berdiri di depan mesin cuci."Apa mungkin Mas Abi berselingkuh? Atau noda ini tidak sengaja menempel karena suatu hal??"Kanaya semakin curiga dengan noda lipstik yang menempel di pakaian Abimana.Ya, walaupun hanya setitik noda merah yang terlihat di mata Kanaya, tapi istri mana yang tak kan curiga pada suaminya jika mendapati hal yang sama? Bukan berdoa hal yang tidak-tidak, tapi firasat buruk tentang seorang perempuan yang disebut pelakor pasti langsung menari-nari di kepala."Sayang, kamu sedang apa? Kenapa belum tidur?" tanya Abimana yang tiba-tiba memeluk Kanaya dari belakang. Apa mungkin sikap manis yang selalu ditunjukkan pada istrinya hanya sebagai tameng perselingkuhan?Kanaya terkejut. Ia langsung menjatuhkan kemeja yang ia pegang ke keranjang pakaian kotor. "Eh, Mas! Aku mau cuci baju, besok kan aku harus nemenin Aqila ke toko buku," jawab Kanaya terbata dan gugup. Sama seperti hatinya yang saat ini sedang bergemuruh."Benarkah?" Abimana tampak ingin memastikan. "Emm ... kalau begitu, aku tidur duluan ya," ucap Abimana lagi sembari melepas pelukan dan mengecup pipi kanan Kanaya."Iya, Mas." Kanaya mengangguk sembari tersenyum getir. Ada rasa pilu yang hinggap di hati. Entah mengapa sikap manis Abimana malam ini terasa sangat hambar.Setelah memastikan suaminya pergi dari hadapan, Kanaya kembali meraih kemeja kotor itu untuk memastikan. Walaupun sebenarnya ia sudah sangat yakin, tapi ia ingin menepis firasat itu dengan kepastian yang dibuatnya sendiri. Bahwa, noda itu adalah suatu kecelakaan yang tidak disengaja oleh suaminya.Aku harus fokus! Mas Abi adalah suami terbaik untukku!Berkali-kali Kanaya mengatakan itu untuk meyakinkan dirinya sendiri. Dengan cepat, ia mengisi mesin cuci dengan air dan sabun untuk segera menghilangkan noda merah yang mengganggu hati dan pikirannya.Tiga puluh menit berlalu. Kanaya sudah menyelesaikan cucian. Setelah mengangkat pakaian bersih dari mesin cuci dan menaruhnya di keranjang lain, Kanaya bergegas masuk ke kamar untuk istirahat. Setelah melakukan pekerjaan rumah tangga seharian membuat tubuhnya terasa pegal-pegal. Sejenak ia menghapus firasat tentang noda merah yang ia temukan, dan menggantinya dengan hal lain. Saat ini, wanita itu benar-benar mengantuk dan ingin segera menghempaskan tubuh ke atas kasur.Rasa kantuk yang sudah bergelayut di kedua mata tiba-tiba menghilang ketika Kanaya tidak mendapati suaminya di dalam kamar. "Mas Abi ke mana?" gumamnya sambil celingukan menelisik sekitar. Kanaya keluar lagi dari kamar dengan berjalan perlahan. Ia ingin mengetahui keberadaan suaminya.Langkah Kanaya terhenti saat samar-samar ia mendengar suara suaminya sedang berteleponan dengan seseorang. Wanita yang sudah memakai piyama tidur itu melangkah mendekati Abimana yang tengah berbaring di sofa. Di ruang televisi dengan suasana temaram, membuat Kanaya tidak bisa melihat suaminya dengan jelas.Kanaya terus berjalan mendekat ke sofa tempat Abimana berbaring. Kenapa Abimana menelepon seseorang dengan suara berbisik? Malah lebih terkesan seperti sedang bersembunyi dari Kanaya."Mas Abi lagi teleponan sama siapa?"Kanaya sangat penasaran."Ah, mungkin teman bisnisnya. Lebih baik aku tidur."Kanaya memutar badan hendak kembali ke kamar, tetapi langkahnya terhenti ketika panggilan mesra terucap dari bibir Abimana, Wanita itu berdiri mematung dengan hati tidak karuan. Walaupun ia tidak bisa melihat jelas posisi sang suami, tetapi Kanaya bisa mendengar semua percakapan Abimana."Iya, Sayang. Mas juga kangen sama kamu," ucap Abimana lagi setelah berulang kali panggilan serupa ia lontarkan.Jantung Kanaya berdetak lebih cepat, hatinya berdesir pilu, dan tubuhnya seketika gemetar. Kanaya yang polos tidak berani menanyakan langsung pada suaminya. Ia memilih mundur dengan menutup mulut dengan kedua tangannya. tiba di kamar, dan tanpa komando, wanita itu langsung menangis tanpa suara. Kanaya meluapkan semua rasa dalam deraian air mata yang membanjiri pipi.***Keesokan harinya. Seperti pagi biasa, Kanaya menyiapkan segala sesuatu untuk suami dan anak semata wayangnya. Meski kedua mata wanita itu sembab karena bekas menangis semalam, ia berusaha menyembunyikannya dengan senyuman. Hatinya masih bergemuruh seperti diterjang badai besar, tapi ia harus tetap tegar. Kanaya ingin mencari tahu dengan detail apa yang telah dilakukan suaminya.Entah bagaimana nanti ia akan bereaksi jika Abimana benar-benar ketahuan berselingkuh darinya, tapi yang pasti Kanaya tidak ingin gegabah. Ia ingin mengumpulkan bukti apapun itu, agar tidak ada pembantahan yang diberikan suaminya. Wanita itu ingin bermain cantik, seperti suaminya yang sudah berhasil mengelabuhinya dengan sikap manis selama ini."Pagi, Sayang," sapa Abimana seraya merangkul pinggang ramping Kanaya dan mengecup pipi kirinya. Begitulah rutinitas setiap pagi yang dilakukan pria itu kepada sang istri."Pagi, Mas." Kanaya menyahut sembari tersenyum ke arah suaminya. Walaupun terasa getir, tapi ia harus melakukan ini untuk membongkar perselingkuhan suaminya.Abimana berjalan ke arah meja makan. "Aqila mana?" tanyanya seraya menghempaskan tubuh ke kursi."Sedang mandi, Mas," jawab Kanaya singkat."Hari ini jadi ke toko buku?" tanya Abimana lagi mengingatkan ucapan Kanaya semalam.Kananya mengangguk pelan. "Jadi, Mas. Apa Mas mau ikut juga?" Wanita itu menawarkan hal yang tidak pernah dilakukan suaminya. Ya, walaupun sikap Abimana selalu manis di hadapan istri dan putrinya, tapi sekalipun mereka tidak pernah bepergian bersama. Jika ada sesuatu yang mendesak dari sekolahan pun, Abimana terus beralasan, yang selalu berakhir pada kepasrahan Kanaya untuk datang sendiri sebagai orang tua Aqila."Mas hari ini ada janji main golf, Sayang. Maaf, ya." Abimana mengatakan itu dengan nada penuh penyesalan. Entah benar atau hanya beralasan, tapi Kanaya tidak ambil pusing. Wanita berjilbab itu membalas ucapan suaminya dengan tersenyum."Ya sudah, nggak papa." Kanaya berusaha mati-matian agar terus bisa membingkai senyuman di wajahnya. padahal, hatinya saat ini sangat terluka. Ia memiliki firasat, bahwa janji temu yang dikatakan suaminya hanyalah sebuah alasan."Setelah selesai membeli buku, kalian berdua langsung pulang, ya?" Abimana berpesan. Entah mengapa pesan ini terkesan seperti perintah bagi Kanaya, padahal kalimat itu sudah sering diucapkan suaminya saat ia dan putrinya pergi berdua."Iya, Mas," jawab Kanaya lagi dengan tersenyum simpul menatap sang suami.Beberapa menit kemudian, seorang gadis kecil yang duduk di bangku kelas satu SD berjalan menghampiri Abimana."Pa! Papa hari ini libur kan, kerjanya? Temenin Qila sama Mama yuk, Pa!" seru anak perempuan itu pada Abimana yang sedang fokus menyantap sarapan.Abimana tampak terdiam sesaat, kemudian kembali berujar, "Papa hari ini ada janji penting, Sayang. Jadi enggak bisa. Emm ... lain kali aja, ya?"Anak kecil itu hanya mengangguk pasrah, kemudian berjalan menuju kamar, meninggalkan ayah dan ibunya yang masih sibuk di dapur."Pa, kata Bu Darti kita punya tetangga baru di depan rumah," ujar Kanaya yang tiba-tiba teringat percakapannya dengan ibu-ibu komplek tempo hari."Tetangga baru? Siapa, Ma?" tanya Abimana tanpa menoleh ke arah sang istri."Itu, depan rumah kita. Kata Bu Darti mereka sepasang suami istri ustaz dan ustazah, Pa.""Uhuk! Uhuk!"Entah mengapa jawaban Kanaya membuat Abimana tersedak hingga berulang kali terbatuk.Farid memenuhi ucapannya. Waktu sore di hari yang sama setelah kami melaksanakan lamaran, pria itu mengantarku dan Aqilla ke rumah sakit kota. Jarak perjalanan yang lumayan jauh sehingga kami tiba di rumah sakit di waktu malam. Untungnya jam besuk pasien masih diperbolehkan oleh pihak rumah sakit, sehingga kami bisa masuk untuk menemui Mas Abi dan istrinya. Setelah bertanya pada perawat kamar, kami menemukan kamar rawat Jamilah di posisi paling ujung. Dengan langkah cepat, kami memburu jam besuk agar kami sempat berbicara lama di dalam sana. Aku mengetuk pintu beberapa kali dan setelahnya kuucapkan salam. Terdengar suara Mas Abi menjawab salamku dari dalam. Pintu pun terbuka. Mas Abi terhenyak dan tak kuasa menahan tangis. "Aqilla, putri Papa ...." Pria itu memelvk putrinya dengan sangat erat, seperti tak mau dipisahkan. "Pa, maafin Qilla," ucap putriku di sela tangisnya yang pilu. Aqilla pun melakukan hal yang sama dengan sang ayah. Dia memeluk erat ayahnya seraya menangis terse
"Kanaya! Maafkan aku!" Hampir seluruh orang yang hadir mendengar suara pria memanggil-manggil namaku dan meminta maaf. Beberapa pria yang duduk di samping pintu segera bangkit dan melihat siapa yang datang. "Itu kayak mantan suaminya Kanaya," celetuk seorang pria berpakaian batik yang keluar paling depan. "Masa sih? Kalau benar, buat apa dia ke sini? Pas lagi lamaran gini??" sahut pria yang lain. Meskipun pembicaraan mereka di luar rumah, tetapi kami yang di dalam bisa mendengar dengan sangat jelas. "Siapa, Nduk? Masa Abimana beneran? Ngapain dia ke sini?" tanya padaku dengan wajah mulai cemas. Aku menggeleng pelan. "Kanaya juga nggak tahu, Bu.""Lebih baik kamu keluar. Coba lihat dan pastikan," saran ibu yang kutanggapi dengan anggukan paham. Namun, ternyata Farid memperhatikanku sedari tadi dan dia menghentikan langkahku."Nggak usah, Kan. Biar aku aja yang keluar!" Dengan langkah tegap Farid bergegas ke luar rumah untuk menghampiri Mas Abi. Aku segera menarik lengan ibu dan
Kembali POV Kanaya"Kalau sudah sama-sama setuju, mending dicepetin aja pernikahannya," celetuk ibu yang mampu membuat pipiku memerah.Dengan cepat aku menyenggol lengan wanita yang telah melahirkanku itu. "Ah, Ibu ...." Ibu benar-benar membuatku malu. Bukan hanya ibu, tetapi putriku juga ikut menyambar, "Iya, Ma! Bener kata Nenek. Qilla juga setuju kalau Mama sama Om Farid cepetan nikah!" "Tuh, Aqilla juga setuju kan saran Nenek?" balas ibu lagi yang disambut tawa renyah oleh Farid. "Kalau Om Farid terserah Mama kamu aja, Qilla." Farid ikut menimpali seraya melirik ke arahku dan berganti kepada Aqilla. "Manggilnya kok masih Om? Qilla mau ganti panggilan aja! Kan Om Farid mau jadi Papa Qilla. Jadi, mulai sekarang, Qilla mau manggil Om Farid dengan panggilan Papa!" Ada desir aneh yang menjalar ketika mendengar ucapan putri kecilku. Rasa haru bercampur bahagia. Ada kesedihan yang muncul, mengingat putriku telah lama kehilangan sosok ayah.Namun, aku juga bahagia karena akhirnya ada
Sebelumnya aku tidak tertarik pada perempuan mana pun, tetapi entah mengapa sangat berbeda dengan Kanaya. Meskipun aku tahu dia janda yang memiliki satu anak, tetapi hatiku merasa ingin lebih mengenalnya. Aku kerap membantunya bahkan aku menawarinya pekerjaan di perusahaan dengan posisi yang tidak tanggung-tanggung. Kuyakinkan dia mau untuk menerima tawaran dengan berbagai cara. Awalnya dia ragu karena merasa rendah diri. Ya, dia hanya lulusan SMP yang tidak melanjutkan pendidikan lagi. Aku paham betul apa yang dia pikirkan, maka dari itu, aku semakin meyakinkannya untuk mau maju bersamaku. Tidak mudah membujuk Kanaya hingga dia mau menjadi bagian dari staf penting perusahaan. Namun, tiba-tiba dia berhenti sebelum berperang karena satu alasan yang tidak kupahami. Setelah beberapa minggu berlalu, akhirnya aku tahu penyebab Kanaya menyerah. Seseorang telah memadamkan api semangatnya dan membuatnya berputus asa. Dia adalah Novita, mantan tunangan yang masih kupertahankan di perusaha
Awalnya kupikir Aqilla akan menolakku, mengingat dia sangat takut dengan sosok ayahnya. Namun, ternyata gadis remaja yang sudah kuanggap seperti putriku sendiri itu tersenyum dan berseru, "Ya ... pastinya Aqilla mau dong, Om!" Mendengar jawaban dari remaja putri bahwa dia menerimaku sebagai ayahnya membuat hatiku sangat bahagia. Alhamdulillah, akhirnya keinginanku untuk melindungi Kanaya dan putrinya bisa terwujud. ***Namaku Farid Wijaya Kusuma. Aku anak tunggal dari pasangan orang tua yang bekerja sebagai guru di desa tempat kami tinggal. Ya, ibu dan ayahku adalah guru honorer di sekolah SMP yang berbeda. Hobiku berwirausaha membuat masa depanku jauh dari keinginan orang tua. Ibu dan ayahku sebenarnya ingin aku mengikuti jejak langkah mereka menjadi seorang guru, tetapi aku lebih memilih untuk berbisnis dan memiliki usaha sendiri. Entahlah, kupikir berbisnis itu lebih menyenangkan daripada menjadi guru. Lagipula, jika aku menjadi guru seperti mereka, kehidupanku pasti tidak akan
Jam alarm di handphone berbunyi membangunkan tidurku subuh ini. Kuraih benda pipih itu dan mengerjapkan mata memindai layar bercahaya yang menyilaukan mata. Tepat pukul lima pagi. Waktunya bangun dan melaksanakan kewajiban dua rakaatku.Hari ini libur kerja, aku ingin membersihkan kamar mandi sekalian dlmenguras baknya. Sudah satu bulan aku belum sempat membersihkan kolam per segi tempat air untuk mandi itu, jadi hari ini adalah waktu yang sangat cocok untuk melakukannya.Ketika sibuk di kamar mandi, tiba-tiba terdengar seseorang mengetuk pintu dan mengucap salam dengan suara nyaring. Suara seorang pria dan aku sangat paham suara siapa itu. Ya, benar. Itu suara Farid. Untuk apa dia ke rumah sepagi ini? Tanpa menyelesaikan pekerjaanku, aku segera ke depan dan membukakan pintu. Terlihat pria itu berpakaian rapi dengan senyum mengembang menatapku. "Kamu sudah siap belum, Kan? Ayo, kita berangkat sekarang!" ajaknya dengan penuh semangat yang sontak membuatku terkejut. "Berangkat? Mau
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments