Share

Pernikahan Kilat dengan Dosen Kaya Raya
Pernikahan Kilat dengan Dosen Kaya Raya
Penulis: Katiram

BAB 1

Penulis: Katiram
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-26 16:03:11

BAB 1: Musim Gugur dan Musibah Tak Berujung

Suara alarm dari ponsel tua yang retak layarnya meraung pelan. Alya membuka mata dengan berat, tubuhnya terasa pegal karena semalam ia tertidur di lantai, beralaskan karpet tipis dan selimut usang. Ia menatap langit-langit kosan yang sudah penuh bercak hitam, lalu menghela napas panjang. Satu lagi hari yang harus dijalani. Satu lagi kenyataan yang tak berubah.

Ia melirik ibunya yang terbaring di ranjang kecil di sudut ruangan. Perempuan paruh baya itu tertidur dengan napas tersengal, tubuhnya kurus dan pucat. Sejak penyakit lambungnya kambuh beberapa bulan lalu, ibunya tidak bisa lagi membantu banyak hal. Alya tahu, ibunya menahan sakit, berusaha tersenyum tiap hari hanya demi dirinya.

Alya bangkit perlahan, menarik sweater lusuhnya dan berjalan ke dapur yang hanya terdiri dari kompor portable dan galon air. Ia menjerang air untuk membuat teh celup. Itu saja yang bisa ia sajikan pagi ini.

“Kamu nggak kuliah, Ly?” tanya sang ibu dengan suara serak, membuka matanya perlahan.

“Nanti, Bu. Aku ada kelas jam sembilan,” jawab Alya sambil menyuguhkan teh. “Ibu minum ini dulu, ya.”

Ibunya mengangguk pelan. Alya duduk sebentar di sisi tempat tidur, menggenggam tangan ibunya yang dingin.

“Bu, aku udah lulus mata kuliah proposal. Tinggal skripsi aja.”

Wajah ibunya yang letih itu berpendar sedikit. “Alhamdulillah. Ibu bangga banget sama kamu.”

Alya tersenyum getir. Ia tahu, perjuangannya belum selesai. Meskipun beasiswa menutupi biaya kuliah, kebutuhan hidup sehari-hari tetap menjadi beban yang besar. Ia bekerja paruh waktu sebagai penjaga toko buku dari sore sampai malam, sementara siangnya dipenuhi kelas dan kegiatan akademik.

Pukul delapan, Alya berangkat kuliah dengan sepeda tua warisan almarhum ayahnya. Angin pagi menusuk kulitnya yang hanya tertutup sweater tipis. Setiba di kampus, ia langsung menuju Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Sebuah pengumuman besar terpampang di mading: Selamat datang kepada dosen baru, Bapak Arsen Mahendra, SE, M.M.

Bisik-bisik terdengar dari para mahasiswa yang membaca pengumuman itu. “Katanya beliau itu alumni luar negeri, pernah jadi direktur muda perusahaan multinasional,” ucap salah satu mahasiswi.

“Iya, dan dia masih muda banget. Tapi katanya galak dan dingin kayak es batu.”

Alya tak terlalu menggubris. Ia lebih fokus memikirkan presentasi yang harus ia sampaikan hari ini. Namun, saat memasuki ruang kuliah, suasana tiba-tiba senyap. Seorang pria berdiri di depan kelas, mengenakan kemeja putih yang rapi dan celana bahan gelap. Posturnya tinggi, wajahnya tegas dan nyaris tanpa ekspresi. Sorot matanya tajam seperti pisau yang diasah sempurna.

“Selamat pagi,” ucap pria itu. Suaranya berat dan tenang. “Saya Arsen Mahendra, dosen pengganti untuk mata kuliah Manajemen Strategik. Mari kita mulai kelas hari ini.”

Tak ada basa-basi, tak ada senyum. Ia langsung membuka materi di layar dan mulai menjelaskan. Gaya mengajarnya cepat, padat, dan penuh tekanan. Ia kerap melemparkan pertanyaan mendadak ke mahasiswa secara acak. Beberapa mahasiswa gugup dan salah menjawab, dan Arsen hanya menatap mereka tanpa emosi, lalu lanjut berbicara seolah tak terjadi apa-apa.

Saat giliran Alya mendapat pertanyaan, ia sempat terdiam sejenak. Jantungnya berdebar.

“Sebutkan tiga elemen utama dalam analisis SWOT dan berikan contohnya secara aplikatif,” tanya Arsen.

Alya menarik napas. “Strength, Weakness, Opportunity, Threat. Misalnya, sebuah startup teknologi yang punya keunggulan pada tim IT yang solid adalah strength. Weakness-nya bisa jadi keterbatasan modal. Opportunity-nya adalah meningkatnya tren digitalisasi, dan threat-nya adalah kompetitor besar yang sudah punya pasar.”

Arsen mengangguk pelan. “Good. Lanjut.”

Meski hanya satu kata, bagi Alya itu seperti validasi langka. Setelah kelas usai, para mahasiswa langsung keluar sambil mengeluh.

“Serem banget sih dosen baru itu.”

“Kayak robot. Nggak senyum sama sekali!”

Alya tak banyak komentar. Ia menutup buku catatannya dan berdiri, lalu tak sengaja bertatapan mata dengan Arsen yang sedang merapikan dokumennya. Mata pria itu seolah membekukan ruang, dan Alya cepat-cepat memalingkan wajah. Ada sesuatu yang aneh pada dirinya seperti tekanan udara berubah ketika ia berada di dekat pria itu.

Beberapa hari berikutnya, Alya menjalani rutinitasnya seperti biasa. Pagi kuliah, siang ke perpustakaan, sore bekerja. Di toko buku tempatnya bekerja, pelanggan datang dan pergi tanpa wajah yang dikenali, sampai suatu hari, seseorang masuk dan membuat semua staf terdiam.

Arsen.

Dengan kemeja hitam dan ekspresi tak berubah, ia melangkah pelan menyusuri rak-rak buku. Alya yang sedang menyusun buku di sudut ruangan langsung menunduk. Namun, takdir tampaknya sedang iseng.

“Maaf, bagian buku manajemen bisnis di sebelah mana?” tanya suara itu.

Alya mendongak perlahan. “Di rak C, Pak. Sisi kanan.”

Arsen mengangguk. “Terima kasih.”

Tak ada yang istimewa dari percakapan itu, kecuali kenyataan bahwa Arsen datang ke toko tempatnya bekerja. Alya hanya bisa berdoa agar dosennya itu tidak terlalu memperhatikan wajahnya. Namun keesokan harinya, saat di kelas, Arsen menyebut nama Alya lebih sering dari biasanya.

“Alya, menurut kamu strategi itu cocok diterapkan di pasar yang bagaimana?”

“Alya, bagaimana pandanganmu tentang adaptasi bisnis dalam era disrupsi?”

Alya tak punya pilihan selain menjawab sebaik mungkin. Ia merasa sedang diuji. Atau mungkin... dia sedang diperhatikan?

Sementara itu, keadaan ibunya semakin memburuk. Alya berkali-kali harus pulang cepat dari toko karena ibunya mengalami mual hebat atau pingsan sebentar. Ia membawa ibunya ke puskesmas dengan dana yang pas-pasan. Dokter menyarankan perawatan lebih lanjut di rumah sakit, namun Alya hanya bisa mengangguk tanpa janji.

“Uangnya dari mana?” bisik hatinya. Ia tidak punya asuransi. Tidak punya tabungan. Tidak punya siapapun.

Hingga suatu malam, saat ia baru selesai bekerja dan berjalan pulang, hujan turun deras. Di tengah perjalanan, ban sepeda bocor. Alya menyeret sepedanya melewati jalan setapak gelap. Lututnya sakit, pakaiannya basah kuyup.

Lalu, sebuah mobil hitam berhenti tak jauh darinya. Jendela kaca turun perlahan, memperlihatkan wajah yang tak asing.

“Naiklah,” ucap Arsen.

Alya menatap pria itu dengan terkejut. “Pak? Anda…kenapa ada di sini?”

“Aku sering lewat jalan ini. Ini bukan tempat aman untuk jalan kaki malam-malam, apalagi hujan begini.”

Alya ragu. Tapi tubuhnya sudah menggigil dan ia terlalu lelah untuk berdebat. Ia menaikkan sepedanya ke bagasi mobil, lalu duduk di kursi penumpang.

Sepanjang perjalanan, tak ada yang banyak bicara. Arsen hanya sesekali melirik ke arahnya.

“Kamu kelihatan sangat kelelahan,” katanya akhirnya.

Alya menunduk. “Saya... hanya sedikit sibuk, Pak.”

“Lebih dari sedikit, sepertinya.”

Mobil berhenti di depan kosan. Alya menunduk sopan. “Terima kasih, Pak Arsen.”

Namun sebelum ia keluar, pria itu berbicara lagi.

“Kalau kamu butuh bantuan, jangan ragu bicara. Saya bukan hanya dosen.”

Alya menoleh. “Maksud Bapak?”

Arsen hanya menatapnya, lalu menjawab pelan. “Aku tahu kamu berjuang keras. Kadang, orang butuh peluang kedua untuk hidup lebih baik.”

Ucapan itu menggantung di udara, seperti teka-teki yang belum bisa Alya pahami.

Malam itu, ia sulit tidur. Bukan karena tubuhnya sakit. Tapi karena kata-kata Arsen terus terngiang.

Ia tak tahu apa maksud dari semua ini. Tapi satu hal pasti, hidupnya yang biasa-biasa saja, kini mulai terguncang perlahan.

Dan Arsen, dosen dingin tak tersentuh itu, tampaknya menyimpan sesuatu yang tak bisa ditebak.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pernikahan Kilat dengan Dosen Kaya Raya   BAB 13

    Malam menjelang saat mobil hitam mengilap yang ditumpangi Alya dan Arsen perlahan memasuki kawasan mansion milik keluarga besar Arsen. Bagi Alya, ini seperti memasuki dunia lain. Pintu gerbang besi yang menjulang tinggi terbuka otomatis, memperlihatkan taman luas yang terbentang bak padang hijau yang tertata sempurna. Pepohonan di sisi jalan masuk dihiasi lampu-lampu kecil berwarna hangat, dan air mancur megah menyambut mereka di bundaran depan mansion yang ukurannya bisa menampung satu lapangan basket.Alya menelan ludah. "Ini rumah... atau kastil kerajaan?" gumam Alya seraya menatap kagum sekeliling mansion tersebut."Bisakaplah biasa saja Alya, kita bukan memasuki kawasan wisata hiburan yang patut kamu kagumi sampai segitunya" peringat Arsen dengan pelan namun menggunakan nada yang menusuk dan pandangannya tetap lurus ke depan. Tapi tangan kirinya mengepal, menunjukkan kalau tempat ini tidak membuatnya senyaman yang terlihat.Alya mengerti, ia hanya diam sembari mengalihkan panda

  • Pernikahan Kilat dengan Dosen Kaya Raya   BAB 12

    Arsen mengetuk pintu kamar dengan pelan, karena ada hal penting yang ingin ia sampaikan kepada Alya. Alya mengangkat kepala dari buku yang sedang dibacanya, lalu segera berlari dan membukakan pintu. Ia agak terkejut ketika yang mengetuk pintu tersebut adalah Arsen"Kita ada undangan makan malam di rumah keluarga besar," katanya singkat, ekspresinya datar seperti biasa.Alya mencoba menangkap makna di balik ucapan singkat itu. "Malam ini?"Arsen mengangguk. "Tidak, tepatnya besok. Namun kita juga perlu belanja pakaian dan keperluan lain sebelum itu, karena makan malam itu bukan sekedar makan malam saja." ucap Arsen yang mengandung maksud tersirat.Tanpa banyak komentar, Alya mengangguk pelan. Meski hatinya sempat berdebar karena akan bertemu keluarga besar Arsen dan maksud dari perkataan Arsen pasti ada suatu hal yang mungkin membuat Alya harus mempertahankan harga dirinya saat di acara makan malam tersebut, walaupun berat tapi ia tahu pria itu tidak akan memberinya ruang untuk menolak

  • Pernikahan Kilat dengan Dosen Kaya Raya   BAB 11

    Sejak kejadian di kampus tempo hari, Alya lebih banyak memilih diam. Ia menjadi lebih pendiam, jarang tersenyum seperti biasanya, dan lebih sering berlama-lama di dalam kamar. Bahkan ketika Yuni datang dan mencoba mengajaknya untuk jalan-jalan keluar agar bisa rileks, Alya hanya mengangguk seadanya dan sering melamun yang membuat Yuni terkadang takut dengan perubahan sifat Alya yang seperti zombie hidup tersebut.“Dia istriku,” suara Arsen menggema di ruangan waktu itu. Tatapan para mahasiswa langsung tertuju padanya, campuran terkejut, penasaran, dan tidak sedikit yang menyimpan bisikan-bisikan tidak mengenakkan.Padahal, Alya sama sekali tidak siap untuk pernyataan seperti itu. Tidak di tengah-tengah kampus. Tidak di depan banyak orang. Tidak ketika ia baru saja mulai menikmati perannya sebagai mahasiswa akhir dengan harapan hidup lebih tenang.Dan kini, ia bahkan merasa malu untuk kembali ke kampus.“Alya, kamu nggak masuk kampus lagi?” tanya Yuni pelan suatu sore ketika mereka se

  • Pernikahan Kilat dengan Dosen Kaya Raya   BAB 10

    Sorotan mata menusuk seperti ribuan jarum. Alya duduk membeku di kursinya, tubuhnya bergetar pelan. Hatinya sudah cukup lelah menahan rasa malu yang bertubi-tubi. Suara tawa mengejek Lutfi dan teman-temannya di sudut ruangan membuat dunia Alya seakan runtuh. Kalimat mereka berputar-putar di kepalanya: "Simpanannya om-om, ya?", "Enak banget hidup lu sekarang, tinggal naik mobil mahal, ya?", "Berapa bayarannya?"Alya menggigit bibir bawahnya kuat-kuat, menahan amarah, malu, dan rasa tidak berdaya. Ia tahu, mencoba melawan hanya akan memperburuk keadaan. Mahasiswa lain hanya diam, sebagian menunduk, sebagian ikut tertawa kecil, seakan mengamini semua hinaan itu. Tangannya yang menggenggam pulpen tampak bergetar.Namun dalam sekejap, atmosfer ruang kelas berubah drastis. Suara langkah sepatu kulit terdengar menggema di koridor sebelum berhenti di ambang pintu. Dia adalah Arsen.Pria itu berdiri di sana, mengenakan setelan hitam elegan seperti biasa. Kehadirannya seperti badai yang me

  • Pernikahan Kilat dengan Dosen Kaya Raya   BAB 9

    Alya memandangi layar ponselnya yang menampilkan pesan dari Arsen. “Untuk sementara, jangan pulang dulu. Aku curiga Kakek mengirim orang untuk mengamati kita. Tetaplah di rumahku sampai situasi aman. Aku sudah bicara dengan rumah sakit juga agar perawatan Ibumu semakin intensif.” Alya menghela napas panjang. Ia duduk di balkon kamar lantai dua rumah Arsen, mengenakan hoodie abu dan celana panjang nyaman, menikmati semilir angin yang menyapu wajahnya. Langit mendung seakan mencerminkan isi hatinya. “Dia serius,” gumamnya lirih. Sudah tiga hari ia berada di rumah besar itu. Rumah yang awalnya terasa asing, kini mulai terasa seperti tempat pelarian paling aman, terutama karena kehadiran Yuni, pembantu paruh baya yang ramah dan tidak pernah memperlakukannya seperti tamu asing. Suara ketukan lembut terdengar di pintu balkon. “Alya, kamu sudah sarapan?” tanya Yuni dari dalam. Alya menoleh dan tersenyum tipis. “Belum, Bu. Nggak lapar,” jawabnya pelan. Yuni membuka pintu balkon

  • Pernikahan Kilat dengan Dosen Kaya Raya   BAB 8

    Suara deru mesin mobil mewah terdengar nyaring dari arah gerbang. Alya yang sedang menyapu halaman depan menoleh cepat. Tatapannya langsung membeku saat melihat deretan mobil hitam berhenti berjajar, seperti rombongan tamu penting atau pejabat tinggi negara.Seorang pria paruh baya bersetelan rapi turun lebih dulu, lalu membuka pintu untuk seseorang yang tampak lebih tua, berwibawa, dan dikelilingi oleh tiga orang bodyguard berjas gelap.“Alya,” suara Arsen terdengar dari belakangnya. Pria itu baru saja keluar dari rumah dengan kaos santai dan celana jeans gelap, ekspresinya mendadak berubah tegang. “Masuk ke dalam. Sekarang.”“Siapa itu?” tanya Alya pelan, walau tubuhnya belum bergerak.“Masuk dulu,” ulang Arsen, kali ini dengan nada tegas.Tapi belum sempat Alya melangkah mundur, sosok pria tua itu sudah berdiri di depan halaman rumah mereka. Ia tinggi untuk usianya, kulitnya kecokelatan, rambut putihnya tersisir rapi ke belakang, dan sorot matanya tajam seperti elang. Alya merasa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status