Sebuah tragedi panas di masalalu yang dia alami bersama seorang Dosen sekaligus kekasihnya membuat Ardila memutuskan untuk pindah tempat tinggal ke kota Jakarta. Dia yang merasa frustasi dengan keadaan, memutuskan untuk kuliah di tempat berbeda. Suatu ketika seorang laki-laki bernama Riko berhasil mencuri perhatiannya yang sudah mati rasa tentang cinta. Tapi, siapa menyangka, tiba-tiba saja Ardila malah kembali bertemu dengan cinta di masalalunya? Siapakah yang harus dia pilih?
View MoreGelapnya ruangan yang di hiasi lampu kerlap kerlip dengan suara musik Dj yang kencang membuatku merasa tak nyaman berada di tempat seperti itu. Niat hati ingin bersenang-senang, aku malah mendapati kakakku sendiri yang tengah berjalan sempoyongan di rangkul seorang pria menuju sebuah ruangan.
"Kak Lita!" ujarku lalu berlari mengikutinya di susul Riko yang kini berlari bersamaku.
"Kamu mau kemana Ar, ini ruangan khusus, kamu gak boleh masuk kesana!" cegah Riko sambil menahan bahuku.
"Tapi Riko, Kakak aku masuk ke ruangan itu, aku lihat tubuhnya sempoyongan. Aku gak mau sampai terjadi sesuatu yang buruk sama dia!" ucapku sambil berusaha melepaskan tanganku yang di genggam kuat oleh Riko.
"Jangan Ar, aku mohon kamu jangan kesana!" cegahnya lagi.
"Lepaskan!" aku berlari setelah melepaskan diri dari Riko lalu dengan kuat mendobrak sebuah pintu yang terdapat Kak Lita bersama seorang laki-laki disana.
Setelah pintu terbuka, betapa terkejutnya aku saat melihat Kak Lita yang tengah berada dalam kungkungan seorang laki-laki. Mereka yang melihat kedatanganku sama halnya denganku yang begitu terkejut.
Dengan tergesa Kak Lita menutupi tubuhnya bersama laki-laki setengah telanjang itu dengan selimut. Aku merasa tak percaya dengan apa yang baru saja aku lihat. Semua yang ada di depan mataku bagaikan mimpi buruk.
"Apa-apaan kamu ini Ardila! ngapain kamu kesini?! ganggu orang lagi seneng aja!" ujar Kak Lita, bola matanya yang merah menyalakan sebuah emosi yang begitu kuat padaku. Sekilas dia melirik Riko yang berdiri di sampingku.
"Kakak yang apa-apaan ada di tempat seperti ini bersama seorang laki-laki yang bukan muhrim Kakak!" balasku sambil menangis.
Kak Lita terlihat kesal, dia berjalan mendekat ke arahku. Lalu melayangkan sebuah tamparan pada pipi kananku.
Plak!
"Dasar anak gak tahu di untung! kamu pikir aku kerja kayak gini buat siapa, kalau bukan buat hidupi kamu sama ibu?! makannya mikir, kerja sono, biar kamu gak nyusahin aku! udah pergi sana, ganggu aja!" ujarnya sambil mendorong tubuhku keluar dari pintu.
Aku hanya bisa pasrah saat tubuhku di dorong keluar begitu saja. Sambil memegang pipiku yang sakit akibat tamparannya, air mataku tak hentinya mengalir.
"Ar, kamu gak apa-apa kan?" tanya Riko sambil memegang tanganku.
Sambil menahan rasa sakit, aku menggelengkan kepalaku. Sedih, sakit dan hancur rasanya saat mengetahui pekerjaan Kak Lita yang ternyata tebakan aku selama ini benar. Dia menjadi wanita malam untuk menghidupi kami.
Tanpa mempedulikan Riko aku keluar dari tempat itu. Sedangkan Riko terus saja berjalan mengejarku.
"Tunggu Ar, lebih baik kita masuk ke mobil," dia menarik tanganku membawaku menuju mobilnya yang masih terparkir.
Tanpa sepatah katapun aku hanya diam saja sambil duduk di samping Riko yang kini mengemudikan mobilnya.
"Ar, kamu baik-baik saja kan? kamu mau ikut aku ke apartemen gak?" tanya Riko yang aku anggukkan saja.
Riko tidak banyak bicara saat kami masih dalam perjalanan. Aku rasa mungkin dia mengerti dengan keadaanku yang masih syok melihat perilaku Kak Lita tadi.
Tak butuh waktu lama kami sudah sampai di appartemen Riko. Setelah menaiki lif kami berjalan sebentar menuju sebuah ruangan.
Baru saja Riko membuka pintu, tiba-tiba saja sudah ada seseorang yang berdiri di hadapan kami sambil melipat tangan.
"Pak Devan!" ujarku saat melihat orang itu yang ternyata Pak Devan. Mantan Dosenku di universitas lama.
Aku terkejut saat melihat keberadaan Pak Devan yang kini berdiri tegak di depan pintu apartemen Riko. Antara bingung, kaget dan kesal bercampur jadi satu. Kekesalanku tentu beralasan, selain mantan Dosen di Universitas lamaku, dia adalah mantan kekasihku.
Dialah salah satu alasan yang membuatku pindah kampus juga pindah tempat tinggal menumpang hidup di rumah Kak Lita bersama ibuku. Kami sudah sangat lama sekali tidak bertemu. Tak kusangka, orang yang ingin ku lupakan, kini malah berdiri di hadapanku.
"Bang Devan!" ujar Riko bersamaan aku, dia sama halnya denganku yang terkejut saat melihat Pak Devan yang tubuhnya gagah, tegap dan tinggi bak atletis itu berdiri di hadapan kami.
Pak Devan melirik ke arahku. Sorot matanya begitu tajam. Entah apa yang tengah dia pikirkan tentangku dan Riko.
"Masuk!" ujarnya singkat.
Sebelum masuk aku melirik ke arah Riko terlebih dahulu. Dia mengangguk, lalu kami masuk bersama. Langsung duduk di atas sofa bersebelahan.
"Siapa suruh duduk deket-deketan?!" kata Pak Devan, sikapnya memang seperti tengah mengajar di kampus.
"Jaga jarak!" perintahnya lagi.Kami saling berlirikkan, lalu segera menjaga jarak. Hening beberapa saat yang kami rasakan. Aku salah tingkah, begitupun Riko, kami bagaikan dua muda-mudi yang baru saja tertangkap basah. Padahal kami tidak melakukan apapun di klub malam.
"Sejak kapan kalian pacaran?" tanya Pak Devan yang membuatku melotot, tapi kembali menunduk saat melihat sorot matanya yang tajam.
"Kita cuma ke klub aja, seru-seruan aja!" jawab Riko.
"Gue gak tanya itu, jawab sesuai pertanyaan!" tegurnya pada Riko yang juga terlihat ketakutan pada abangnya sendiri.
"Ya ampun, ternyata Pak Devan itu Kakaknya Riko?" ucap batinku bertanya-tanya juga merasa tidak percaya.
Karena gugup, aku memainkan ujung bajuku sambil menunduk. Tiba-tiba saja Riko menggenggam tanganku dengan lembut, dia tahu betul jika aku tengah gugup.
Plak!
Pak Devan memukul lengan Riko dengan ujung sapu. "Jangan pegang-pegang!" ujarnya sambil melotot.
Sungguh adegan yang sangat memalukan. Kenapa juga kita harus merasa takut jika kita tidak berbuat kesalahan. Aku mengangkat wajahku, setelah mengumpulkan keberanianku sejak tadi.
"Kami tidak..."
"Kita baru dua bulan pacaran! terus, masalahnya apa buat Abang?" tanya Riko yang begitu saja menjawab tanpa berpikir panjang.
Singkat cerita kami tidak pernah bertemu kembali. Aku memutuskan untuk pergi pindah kostan juga agar Pak Devan dan Riko tidak bisa menemuiku lagi. Aku juga sudah bekerja di salah satu restaurant memutuskan untuk berhenti kuliah yang aku anggap itu hanya akan menyusahkan ibu. "Ar, tolong kamu antar pesanan ini ke meja nomer 12!" Kata salah satu teman kerjaku. "Oke, Bang!" segera aku mengantar dua gelas kopi late pesanan itu ke arah yang di tuju. "Ini Mbak pesanannya, selamat menikmati," ucapku ramah padanya. Tapi baru saja aku hendak pergi, wanita berkacamata hitam itu menahan tanganku. "Kamu... Ardilla 'kan?" tanyanya. Aku mengernyitkan dahi, sambil mengangguk mencoba mengingat siapa wanita itu sebenarnya. Saat dia membuka kacamatanya barulah aku bisa mengenalinya. "Iya, saya Ardilla." Jawabku. "Siapa juga yang gak tahu sama kamu, jejak digital itu emang gak akan bisa terhapus. O, ya. Aku cuma mau kasih tahu aja sama kamu kalau semalam Riko ada di apartemen aku." Katanya seolah
Ternyata Pak Devan tidak langsung pulang. Dia tetap menunggu restaurant tutup agar bisa mengantarku pulang seperti yang dia katakan. Menunggu selama berjamjam tak lantas membuatnya bosan. Dia justru membantu aku dan karyawan lain melayani pelanggan dari meja satu ke meja lain. "Pak, bira saya saja, bapak sebaiknya istirahat." Ucapku sambil mengambil nampan di tangannya. "Gak apa-apa, saya sudah terbiasa bekerja seperti ini. Tolong kamu ambilkan handphone saya di dalam tas ya!" katanya sambil menyunggingkan senyuman. Aku menurut. Segera pergi menuju ruangan. Dengan ragu aku membuka tas kerja milik Pak Devan karena tidak terbiasa membuka tas orang sembarangan. Ku lihat dalam sebuah buku terdapat lukisan yang belum selesai. Saat aku mengambilnya. Ternyata itu adalah lukisan wajahku. Buku itu seperti buku diary. Terdapat banyak kata-kata yang di tulis beberapa tahun yang lalu. "Wanita ini akan menjadi milikku, namanya Ardilla Maharani, seorang perempuan yang sudah berhasil membuatku
"Tolong jangan pergi dulu!" cegahnya menghalangi jalanku. "Tolong Pak, saya mau ke kantin. Tugas saya sudah selesai, kan?" "Iya, ada yang ingin saya bicarakan sama kamu. Tolong jangan pergi dulu..." cegahnya lagi sambil memegang tanganku. Saat aku berusaha melepaskannya. Tiba-tiba saja seseorang berteriak. "Dasar pelakor!" teriak Bu Ristia yang berdiri di depan pintu ruangan Pak Devan. Matanya melotot sambil memandang ke arahku dengan menahan amarah. Dia berjalan cepat, lalu menjambak rambutku dengan kasar. "Hei, wanita penggoda! Ternyata kamu ada disini juga ya, kenapa kamu tidak tahu diri mendekati kembali anak saya?!" ujarnya sambil mendorong kepalaku dengan kasar. "Mah, sudah Mah, kenapa Mamah melakukan itu? Tindakan Mamah ini keterlaluan!" bentak Pak Devan. "Kamu dan wanita ini yang keterlaluan! Bisa-bisanya di depan bayi di ruangan kampus ini kamu mesra-mesraan dengan wanita kotor ini!" ujarnya sambil menunjukkan telunjuknya ke arahku. "Dia bukan wanita kotor Mah, dia wa
Satu bulan sudah berlalu. Gosip tentang foto syur itu perlahan memudar. Tapi masih selalu ada orang yang membicarakan aku saat aku lewat di depan mereka. Aku berusaha tak mempedulikannya."Katanya foto itu, foto editan loh," bisik seorang mahasiswi pada temannya. "Beneran? Emang kamu tahu darimana kalau foto itu foto editan?" tanya temannya. "Baca nih, di grup chat ada yang menjelaskan soal editing foto jaman sekarang yang lagi ngetrend. Jaman sekarang kan dah canggih banget, jadi kita bisa aja terkecoh dengan hasil foto editan." jelas temannya. "Bener juga sih, kayaknya emang benar deh foto si Ardilla itu foto editan, kita kan bisa cek langsung fotonya di aplikasi." Kata temannya lagi yang membuat hatiku sedikit lega.Senyumku mengembang saat mendengar gosip yang sedang beredar tentang foto-fotoku yang ternyata hasil editan. Aku berjalan menuju ruang kelasku. Tapi, tiba-tiba saja Riko menghampiriku, dia mengulurkan tangannya. "Selamat ya, nama kamu sudah bersih, karena aku yakin
Aku menutup wajahku dengan selimut. Merutuki diri sendiri dalam hati karena sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal untuk kedua kalinya. Tidak seharusnya aku terjebak dengan ucapan Erista. Dan tidak seharusnya aku melakukannya bersama Pak Devan yang bahkan sudah menjadi suami orang. "Sudahlah Ar, semua sudah terjadi. Maka dari itu saya akan bertanggung jawab atas semua perbuatan saya sekarang, dan perbuatan saya di masalalu sama kamu." Katanya dengan entengnya. Entah apa yang harus aku lakukan. Aku tidak bisa berkata apapun lagi. Sengaja hanya diam. Menarik selimut untuk menutupi tubuh, lalu berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelahnya aku pergi meninggalkan Pak Devan tanpa sepatah katapun. ***********Saat berjalan di lorong kampus, semu orang memandang ke arahku. Mereka berbisik membicarakan soal aku yang memerima tantangan Erista semalam. "Aku pikir cupu, ternyata dia suhu. Bisa-bisanya minum sampai habis banyak ya!" ujar seorang mahas
Setelah membereskan semua barangku dan berpamitan pada ibu, aku pergi dari rumah Kak Lita menuju kontrakan yang sebelumnya sudah di siapkan kemarin oleh Riko. Karena ibu sedang sibuk memasak, dia tidak ikut membantu kepindahanku kesana. Aku naik bis menuju kontrakanku sambil menikmati indahnya jalanan kota. Beberapa panggilan tak terjawab dari Riko tak ku pedulikan lagi. Aku tetap fokus melihat jalanan kota sambil mengenang masa indah bersama Pak Devan. ""Hujan ini akan membuat kita saling mengingat kenangan di hari ini, saya yakin, kamu akan selalu mengingat saya di kala hujan." Ucapnya kala itu. Aku tersadar kembali lalu merutuki diriku sendiri karena tak bisa berhenti memikirkannya. "Dasar bodoh, ngapain masih mikirin orang itu sih Ar!" ujarku sambil menepuk jidatku. Setelah sampai di kostan aku langsung berbaring di tempat tidur. Karena disana sudah tersedia fasilitas yang lengkap. Tok...tok... Tok... Suara ketukan pintu membuatku segera membukanya. Terlihat Riko yang kini
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments