Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)

Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia)

Oleh:  El Nurien   Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 Peringkat
111Bab
8.0KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Salwa berusaha mempertahankan rumah tangga demi putrinya meski suaminya menikah lagi. Namun, akhirnya kandas akibat mertuanya. Dengan status baru, ia kembali bertemu dengan pria masa lalu yang menawarkan kebahagiaan untuknya, Aditya. Sayangnya, tidak semudah membalik telapak tangan. Statusnya sebagai janda, putrinya yang belum tau orang tua bercerai, perempuan yang juga memperjuangkan Aditya dan konflik lainnya. Bagaimanakah Salwa menggapai bahagia bersama putrinya? Ikuti kisah seru dan romantis di cerita ini. Jangan lupa follow, kasih rate 5 dan komen. Terima kasih.

Lihat lebih banyak
Hakikat Cinta (Kamu Berhak Bahagia) Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Mblee Duos
Hay kak, semangat terus nulisnya yach... ceritanya keren kok... dan bila berkenan, saling support yuk! di cerita aku, MAMA MUDA VS MAS POLISI
2022-11-20 19:57:48
0
111 Bab
1. Apa Hakku Melarangmu?
“Menurutmu Ummi bagaimana mengenai poligami?” Deg. Salwa merasakan debaran hebat di dadanya. Lebih dari itu, ia pun merasakan tubuhnya juga mulai bergetar. Ia tahu, bukan tanpa alasan suaminya bertanya demikian. Ia menenggelamkan kepalanya di dada bidang suaminya. Berharap gejolak dalam dirinya sedikit bisa tenang. “Tergantung niatnya. Jika untuk memuaskan nafsu, ini sangat tercela. Poligami bukan sekadar urusan perut. Lapar makan, lalu dibuang. Kalau hanya untuk urusan begini, apa bedanya kita dengan hewan? Niat untuk agama pun, tentu harus dipikirkan matang-matang. Jika tidak mempunyai pondasi yang kuat, alih-laih memberi hidayah, malah kita yang tenggelam,” ucap Salwa panjang lebar. Bagai bendungan air yang baru saja dibukanya setelah sekian lama ia tutup. Terdengar napas berat Salman. Ia mengeratkan pelukannya di bahu Salwa. Sesaat ia mencium ubun-ubun istrinya. “Bagaimana menurutmu dengan Jamilah?”***Di dalam kamar mandi Salwa menumpahkan segala sesak yang terpendam sehari
Baca selengkapnya
2. Kedatangan Tamu
"Aku takut sekali, Tante! Bagaimana jika Tante tidak membukakan pintu untukku?!” Tangis gadis itu semakin nyaring, tetapi tertelan suara guntur yang menggelegar. Sekilas cahaya putih memperlihatkan duka mereka pada semesta. “Haira, kita masuk dulu!” ***Salwa membawa Haira ke kamar putrinya. Terlihat Salsabila tertidur pulas. Haira tersenyum melihat gadis kecil yang berusia 6 tahun itu. Melihat Salsabila ia teringat kecelakaan yang akhirnya mempertemukan mereka. Secara tiba-tiba saja ia langsung jatuh cinta pada Salwa. Saat itu ia marah pada ibunya karena ingin menikah lagi. Kehilangan seorang ayah sudah menjadi pukulan baginya. Haruskah ia kehilangan lagi seorang sosok ibu gara-gara ibunya jatuh cinta lagi? Dengan perasaan kalut ia mengendarai motor milik ibunya. Mau kemana? Ia pun tidak tahu. Tanpa direncana motornya melaju di daerah sekitar Siringan, salah satu taman kota yang menjadi tempat peristirahatan orang-orang di sela kejenuhan. Tiba-tiba seorang anak kecil berlari ke
Baca selengkapnya
3. Hidayah Di Tangan Allah
Jamilah tersentak, dikejutkan oleh ketukan nyaring dan beruntun. Salman yang tidur di sampingnya ikut terkejut. “Ma! Haira hilang!”Mata Jamilah membelalak. Sesaat ia saling bersitatap dengan suaminya, lalu meloncat dari ranjang. “Jamilah, kenakan pakaianmu!” seru laki-laki yang baru saja menikahinya. Jamilah tersadar badannya tanpa mengenakan sehelai kain pun. Secepat kilat ia menyambar handuk piyama yang tergantung di dinding lalu mengenakannya sambil berjalan. Anak pertamanya mondar-mandir dengan telepon di ruang tengah dengan ponsel di telinga. “Bagaimana bisa hilang? Kapan kamu terakhir melihatnya?” tanya Jamilah sambil mengikat tali handuk piyamanya. “Seharusnya aku yang tanya sama Mama!” Haikal keburu menutup mulutnya begitu melihat ayah sambungnya berdiri di belakang ibunya. Ia mendekati ibunya. “Ma, aku tidak akan memaafkan Mama, kalau Haira kenapa-napa!” ancam Haikal dengan wajah berapi-api.Jamilah termundur. Hampir saja tubuhnya limbung andai tidak segera disangga su
Baca selengkapnya
4. Rapuh
Seketika cairan bening dari matanya menetes. [Saat ini hak istri barumu. Bersikaplah adill. Janganlah menghubungiku. Percayakan diriku dan Salsa pada Allah]***Mata Salwa membesar menyaksikan pemandangan indah di depan matanya. Haira gadis yang ia kenal pertama kali mengenakan hoodie dengan celana jeans pendek di atas paha telah berubah menjadi manis dan anggun. “Tante, jangan memandangku begitu! Aku kan jadi malu,” ucap Haira tersipu. Ia menunduk, menatap tubuhnya yang sekarang berbalut gamis milik Salwa dengan sedikit kepanjangan. “Kamu cantik sekali, Haira. Tante benar-benar kaget v dibuatmu.”Haira merengut. “Benar, Tante?! Menurut Tante, Haira cantikan mana dengan pakaian Haira biasanya?" Sesaat Salwa terdiam. Ia perlu waktu untuk memilah ucapan supaya tidak memaksakan kehendak, tetapi bisa menyentuh Haira “Selera orang berbeda, Haira. Kalau menurut Tante sih yang ini lebih cantik, anggun dan dewasa. Namun, satu hal yang ingin Tante sampaikan pada Haira. Allah yang memberi
Baca selengkapnya
5. Mencari Surga Yang Lain
Silmi menggeleng. “Hanya saja Salman surga dan nerakamu sekarang.”“Bagaimana jika aku melepaskan surga yang sekarang dan mencari surga yang lain?” “Astagfirullah …. Salwa, jangan coba berpikir tentang perceraian! Ana tidak akan bilang cerai itu perkara halal yang dibenci karena anti tau soal itu. Tapi pikirkan anak anti, Salsabila. Dia masih membutuhkan kasih sayang seorang ayah.”Salwa menghempaskan napas. “Ana pun memikirkan itu. Tapi apa ana terus bisa bersikap baik pada Salman dengan kondisi hati yang sudah hancur? Ketidakharmonisan orang tua juga akan mempengaruhi perkembangan anak-anak.” Giliran Silmi yang menghempaskan napas. “Anti benar.” Sesaat keduanya sama-sama terdiam. Tenggelam dalam pikiran masing-masing. “Bagaimana kalau anti fokuskan untuk mengobati hati anti? Siapa tahu itu membuat langkah anti sedikit lebih ringan.”“Mengobati hati? Silmi, luka yang diduakan itu berdarah-darah, membusuk bahkan bernanah. Setiap saat luka itu menguarkan aroma tidak nyaman sehing
Baca selengkapnya
6. Pengendali Itu Pecah
Jamilah terisak. “Aku cuma khawatir, Mas. Kalau mereka kenapa-napa, bagaimana?’ ia menenggelamkan kepalanya ke dada Salman. “Kita doakan saja, semoga Allah melindungi mereka.” *** Setelah Salman pulang, Jamilah segera menelpon Haikal agar menjemput adiknya. Ia langsung memukul bokong Haira begitu sampai di rumah. “Gadis nakal!" “Aaa ... sakit, Ma!” teriak Haira sambil berusaha menghindar dari ibunya. "Ke mana saja kamu berapa hari ini, ha? Tidak tahu malu!”Haikal langsung berlari menjauhkan adiknya dari ibu mereka. “Ma!”“Haikal, kamu jangan membela dia. Ini gara-gara kamu, dia jadi manja!” seru Jamilah, sambil berusaha menarik badan Haira, tetapi Haikal terus menghalanginya. “Tidak tahu malu?!” teriak Haira. “Bukannya Mama yang tidak malu, merebut suami orang?”“Haira, diam!” tegur Haikal.“Benar 'kan, Kak?! Mama menikah dengan laki-laki yang sudah berkeluarga 'kan? Apa itu tidak termasuk tidak malu?!” “Haira, umurmu sudah 16 tahun, seharusnya kamu bisa membedakan mana yang
Baca selengkapnya
7. Serpihan Hati
Salwa tersentak. Matanya membulat, menangkap sepasang manik yang menatapnya dengan cemas. Jemarinya Salman terangkat hendak mengusap wajahnya, tetapi refleks tangannya menampiknya. Sontak Salman terkejut, begitu juga dengan dirinya. “Maafkan aku,” ucapnya sambil berpaling. Lukanya kini kian bertambah. Seumur hidupnya berusaha menjadi wanita yang taat pada suaminya. Lalu tiba-tiba berani melawan merupakan musibah baginya. Yang membuatnya semakin terluka, kini ia mempunyai anggota tubuh yang kadang sulit dikendalikannya. Semua bermula karena cintanya telah hancur. Cinta pengendali segalanya. Perbedaan menjadi dapat dimaklumi. Cinta dapat meredam emosi. Cinta dapat menghilang kabut dalam rumah tangga. Cinta membuat semuanya membuat berat menjadi ringan. Kini, cinta itu telah berkeping. Ini hanya perkara bubur. Masih banyak perbedaan yang mereka miliki. Hanya seputar makanan. Ia tidak suka makanan beraroma, tetapi kesukaan Salman dan Salsa. Ke depannya, masih bisakah ia menyediakan me
Baca selengkapnya
8. Orang Dari Masa Lalu
Badannya kembali tertarik. Namun, kali ini Salman bukan mengunci badannya, melainkan kedua bibirnya. Tangannya berusaha mendorong dada Salman, tetapi dengan sigap Salman memegang sebelah tangannya. Seketika air matanya mengalir deras. Mengapa semuanya terasa menyakitkan? ‘Banyak bersyukur akan membuat hatimu sedikit lega dan ikhlas,’ ucapan Silmi kembali terngiang. Ia berusaha melenturkan dirinya. Memberontak tidak ada gunanya. Kenyataannya, Salman punya hak atas dirinya. Siapa sangka, di saat ia merelakan diri, Salman melepaskan ciumannya. Matanya terbuka. Jari jemari Salman mengusap wajahnya. “Maafkan aku. Aku janji tidak akan memaksamu.” Mulutnya tak berucap, bahkan air matanya pun seakan bekerjasama. Mengungkapkan segala rasa tanpa bunyi. “Aku telah melakukan banyak kesalahan dan mungkin tidak termaafkan. Namun, beri aku kesempatan untuk mengobati hatimu. Ya.” Salwa mengangguk, tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah Salman. Salman kembali memajukan wajahnya, tetapi tubuhn
Baca selengkapnya
9. Orang Dari Masa Lalu (B)
“Sepertinya kamu sengaja menghindariku,” ucap Aditya setelah Salsabila dan Haira jauh dari mereka. “Maksudmu?” “Kemarin kamu tiba-tiba pulang, padahal katanya ingin bermalam di rumah ibumu. Tapi tiba-tiba sore sudah pulang.”“Kenapa aku harus menghindarimu?” tanya Salwa sambil mengambil botol minuman, lalu ingin meneguknya. Sayangnya, botol di tangannya sudah keburu direbut Aditya. “Kalau kamu tidak menghindariku, tidak seharusnya kamu pulang sore itu,” ucap Aditya sambil membuka segel botol dan penutupnya, lalu menyerahkannya pada Salwa. “Padahal jelas-jelas Salsa bilang padaku ingin bermalam.” Salwa hanya menatap botol itu, tanpa minat untuk mengambil kembali. Aditya kembali menggerakkan botol minuman itu, “Salwa, aku tahu diri kok, kalau kamu sudah menikah. Selama kamu bahagia, aku juga bahagia. Aku tidak akan mengganggumu.”Salwa tertegun. Ia bertanya-tanya, apa yang akan dilakukan Aditya, seandainya tahu masalah yang dihadapinya?Ia teringat mengapa ia pulang ke rumah ibunya,
Baca selengkapnya
10. Sebuah Rasa
Haira tersenyum mencebik melihat wajah ibunya. “Apaan sih, Mama. Aku sudah memutuskan masuk di pondok mana." “Tapi dari mana kamu tahu informasi pondok itu?” tanya Jamilah cemas.“Ada deh,” jawab Haira cuek. Ia mengambil remote televisi dari tangan Haikal. “Tapi sebagai orang tua, kami harus tahu dan melihat langsung pondok itu, sebelum kamu mendaftar ke sana. Kami harus memastikan kamu nyaman di pondok itu.”“Ada orang yang aku kenal di sana, Ma. Dia baik. Aku juga pernah ke sana. Aku menyukainya, jadi Mama nggak usah khawatir. Selain itu, aku ga mau Mama ke sana.”Jamilah tersentak dengan ucapan Haira yang terakhir. “Berita Mama kawin dengan suami orang sudah tersebar di sekolahku, aku tidak ingin juga menyebar ke pondok. Cukup Kak Haikal yang jadi waliku.”Jamilah menatap Salman untuk meminta pendapatnya. Salman hanya membalasnya dengan anggukan. “Baiklah, jika itu maumu. Meski sedih, Mama menurut saja. Mama percayakan itu pada Haikal. Semoga kamu betah di sana. Almarhum Papa p
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status