Rain memeluk Zevran yang berbadan tegap dan bidang. Ia sangat suka dan tertarik dengan mata hazel milik direktur utama yang kaya raya dan memiliki pengaruh cukup besar di dunia. Namun, ia tahu bahwa Sean di belakangnya sakit hati melihat hal itu. Sementara itu, dari masa lalunya muncul Bhaskara, seorang pemuda yang pernah memiliki hubungan dekat dengan Rain yang ternyata menjadi kunci segala hal tentang masa lalu Rain dan Ibunya, serta masa lalu Zevran. Demi mengungkap siapa jati dirinya sebenarnya dan menemukan siapa yang tulus kepadanya, Rain harus menempuh sakit yang tak terkira dan kembali pada Bhaskara agar masa lalunya bisa terungkap. Lantas siapakah yang akan dipilih Rain? Dan bagaimana ia akan sembuh dari trauma dan luka masa lalunya? Bagaimana ia akan meredakan hujan dan badai yang berkecamuk di dalam hidupnya?
View More"Aku gak mau pergi! Hiks. Huaa!" suara teriakan yang di susul dengan isak tangis itu jelas memenuhi ruang sempit mobil yang tengah melaju dengan kecepatan sedang itu.
"Aaa, kenapa kalian tega membuangku dengan cara seperti ini?" gadis itu-Aera tengah meratap melihat perkomplekan rumahnya yang mulai tertinggal jauh di belakang. Tak butuh waktu lama akhirnya mereka sampai dijalan raya yang ramai dengan kendaraan yang tengah lalu-lalang.
Kedua tangannya masih gencar memukul-mukul kaca mobil di sampingnya. Tidak perduli jika si pemilik mobil akan marah padanya.
Bangunan serta gedung-gedung bertingkat mulai menghilang dan berganti pepohonan yang rimbun di sepanjang pinggir jalan.Sudah lewat hampir dua puluh menit, tapi Aera tetap tidak mau menghentikan tangisnya dan masih setia menahan isakan yang sengaja ia buat-buat.
"Berisik!" lirih pria yang mengambil alih kemudi di sampingnya, meski berkata begitu dia sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari jalan raya di depannya.
"Hiks, huaaa! Kenapa hidupku sangat menyedihkan!" Aera tambah mengeraskan tangisannya. Namun kata-kata yang keluar dari mulutnya itu memang benar isi hatinya.
Menyedihkan memang saat beberapa jam yang lalu dirinya sudah sah dan di klaim menjadi istri dari seorang Reagan yang duduk bak patung hidup di sampingnya ini.
Aera memberanikan diri melihat ke arah sampingnya sedikit, mendapati sosok tampan berekspresi datar itu. Dia memang mengakuinya, wajah serta proporsi tubuh Reagan-pria di sampingnya jauh lebih sempurna dari Dalva, mantan pacarnya. Yang sekarang sudah menjadi adik iparnya.
Kegilaan macam apa ini.Reagan melirik tajam pada Aera, membuat Aera yang sudah berhenti dari tangisnya kini kembali menangis.
Sungguh dia tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupannya di masa yang akan datang nanti.Aera mengangkat kedua kakinya, menekuknya lalu menyandarkan dagunya di antara kedua lutut miliknya.
Dan masih terus menangis.
"Diamlah!" kali ini intonasi suara Reagan naik satu oktaf. Merasa sangat terganggu dengan Aera.
Bukannya diam, Aera semakin menguatkan tangisannya lagi. Mirip seperti anak kecil yang merengek minta di sayang.
Tak ada reaksi yang berlebih yang di tunjukkan Reagan untuk menanggapi Aera, dia lebih memilih untuk fokus pada jalanan yang lumayan lenggang di depannya. Tidak butuh waktu yang lama, sebentar lagi mereka akan sampai di rumah baru mereka.
Jujur saja, dia juga sebenarnya tidak ingin tinggal satu atap dengan cewek yang ada di sampingnya ini, tapi takdir memaksa mereka melakukannya. Jelas, dia juga terpaksa menikah dengan Aera.
Tapi, suara tangisan bercampur rengekan Aera seakan memekakkan telinganya. Dirinya juga terguncang, tapi sebisa mungkin dia bersikap tenang dan tidak kekanak-kanakan seperti yang di lakukan Aera.
"Kamu ingin ku pukul?"
Sontak Aera terkejut mendengar perkataan yang keluar dari mulut Reagan. "Sungguh malang diriku menikah dengan pria kasar yang ringan tangan seperti dia!" teriaknya dalam hati, tapi hal itu tidak mengggerakkan hatinya untuk berhenti menangis.
Aera semakin gencar menguatkan tangsiannya, biar saja Reagan akan memukulnya atau apapun itu dia tidak perduli. Dia akan menggunakan alasan ini nanti supaya mereka tidak akan berlama-lama dalam pernikahan tidak di inginkan ini.
Helaan nafas kasar lolos dari mulut Reagan, dia tidak tahu harus bersikap bagaimana menanggapi Aera yang seperti ini. Karena dia memang baru saja mengenal Aera beberapa hari yang lalu, bahkan itu kali pertama dia berjumpa dengan Aera. Dan orang tua mereka dengan gilanya membuat pernikahan tanpa persetujuan dari dirinya.
Kalau Aera dia tidak tahu, mungkin dia juga terpaksa menikah dengan dirinya, pikir Reagan.
"Diam atau aku akan menendangmu keluar dari mobilku!"
Aera terkejut setengah hidup mendengar ancaman murahan yang keluar dari mulut Reagan.
"Aku tidak takut," balas Aera masih sesegukan, dia memang sengaja memancing Reagan. Karena dia tahu Reagan tidak akan berani melalukannya.
Tubuh Aera tersentak kuat karena mobil yang terhenti secara mendadak.mendengar hal itu Reagan menatap sinis Aera di sertai senyum miring yang terbit di bibirnya.
Aera meneguk ludahnya dengan susah payah. Jujur saja dia takut dengan seringaian dan wajah aneh Reagan. Ayolah ini baru satu jam mereka beranjak dari rumahnya, tapi Reagan sudah berani menakut-nakuti dirinya seperti ini.
CKIIITT.
Tubuh Aera yang tidak ada pertahanan tersentak ke depan secara tiba-tiba dan hampir saja wajahnya menbarak dashboard mobil di depannya, untung saja itu tidak terjadi karena sabuk pengaman yang terpasang dengan benar di tubuhnya.
GILA.
INI GILA.
Reagan baru saja hendak memutuskan tali kehidupannya secara tidak langsung.
“Kamu ingin membunuhku?” teriak Aera tepat di depan wajah Reagan.
“Kau yang memulainya duluan!”
Salah satu alis Aera terangkat, jelas dia tidak paham dengan jawaban yang di lontarkan oleh Reagan.Reagan kembali tersenyum singkat, meski setelah itu dia tidak berekspresi sama sekali.
Mata Aera mengerjap pelan beberapa kali. Dia paham akan maksud dari kata-kata Reagan. Secepat mungkin ia mengalihkan pandangannya dari Reagan.
“Yang bener aja,” batin Aera.
Tubuh Aera mendadak kaku seperti es batu saat Raegan mendaratkan tangannya di pundak kanannya. Perasaan takut mulai menghapirinya.“Ayolah! Aku tadi hanya main-main saja. Tapi kenapa dia menanggapinya dengan sangat serius seperti ini? Apa karena dia udah lama gak di belai sama cewek kali ya?” pikirnya sejenak.
“Jauhkan tanganmu dariku!” Aera menepis tangan Raegan dan menarik dirinya kearah pojok, upaya menjauhkan diri dari Raegan. Dia harus melakukannya, kerena dia tidak tahu orang seperti apa Raegan ini.
Andai saja orang yang ada di depannya saat ini adalah Dalva, wah betapa bahagianya dirinya bisa menikah dengan orang yang ia cintai dan bukan malah berakhir dengan menikahi kakak dari kekasihnya sendiri. Ini sangat konyol.
Raegan masih tidak bergerak sama sekali, menunjukkan wajah masamnya pada Aera. Meskipun begitu, untungnya setelah itu dia kembali fokus dengan mobilnya.
“Mulai sekarang kamu harus berhati-hati Ai dalam berbicara. Kalau tidak kamu tidak akan tahu apa yang bisa di lakukan pria mesum kurang belai yang ada di sampingmu ini!” peringatnya pada dirinya sendiri.
***
Tidak tahu sudah berapa lama Aera tertidur, begitu ia membuka matanya. Satu-satunya orang yang sedari tadi membuatnya gelisah kini sudah tidak ada di tempatnya lagi.
Aera lalu mengalihkan pandangannya ke luar mobil dan dia baru menyadari kini mobil terparkir rapih di sebuah halaman luas. Keningnya mengernyit pelan, tentu saja karena dia tidak tahu saat ini dam lagi saat ia mendongakka kepalanya. Ia bisa melihat dengan jelas bangunan bertingkat yang berdiri kokoh di depannya. Aera berfikir sejenak, menangkap dan mencoba mengartikan semua yang ia lihat ini.
“Apa aku sudah sampai di rumahnya si Raegan itu ya? Tapi, kenapa dia membawaku ke apartemen mahal seperti ini?" meski tidak pernah menginjakkan kakinya di sini, tempat ini sudah sangat terkenal di kotanya. Selain bangunannya yang mewah, sewa tempat ini juga sangat mahal di bandingkan apartemen-apartemen lainnya yang memang hanya mampu di bayar oleh orang yang punya uang banyak.
"Sepertinya mama benar-benar mencarikanku suami yang kaya!" serunya pelan. Tidak tahu harus senang atau tidak sekarang. Jelas saja siapa yang tidak suka memiliki pendamping hidup yang memiliki banyak yang. Tapi, menikah secepat ini dan lagi dengan orang yang bahkan tidak pernah terlintas di pikirannya. Sungguh uang ataupun apapun itu, malah semakin membuat Aera merasa gelisah.
“Dan-“
“Sudah bangun ternyata!"
Bhaskara membawaku ke sebuah paviliun yang sangat jauh dari rumah utamanya. Bentuk paviliun tersebut bergaya klasik, persis seperti dari era romantik saat Jerman berada di periode pertengahan di tahun 1700-an. Ketika kami berdua masuk, hamburan debu tak terelakkan beterbangan, menandakan bahwa paviliun itu hampir tak pernah terjamah oleh manusia, bahkan oleh pembantu keluarga Dhananjaya sekali pun. Bhaskara menurunkanku di sebuah sofa panjang di ruang tamu. Sekilas sofa itu terlihat cukup bersih, sepertinya ia baru saja membersihkannya sebelum membawaku ke sini. Ia kemudian beranjak ke sudut ruangan, membuatku menengok sekilas dan mendapati sebuah kotak obat yang entah sejak kapan berada di sana. Bhaskara mendekat, dengan hati-hati ia membuka kotak obat tersebut, mengambil kapas dan alkohol lalu membasahi kapas dengan alkohol. Sesaat kemudian aku meringis menahan sakit saat kapas itu digunakan mengusap luka-luka di lutut dan
Aku duduk di ujung kasur putih yang empuk. Hatiku masih berkecamuk dengan perkataan Zevran yang terakhir. 'Nina. Ada apa dengan Nina? Apa yang akan dia lakukan?' Batinku bertanya-tanya. Aku meringis. Mendadak memoriku kembali terlempar ke kejadian 5 tahun silam. -Flashback Dimulai- Aku berjalan dengan tertatih-tatih. Kadang aku juga menyeret kakiku karena tidak bisa kuangkat atau gerakkan. Rasa sakit dan perih itu masih menderaku, membuatku hanya bisa menangis tanpa mampu mengeluarkan sepatah kata pun. Aku meraba-raba pintu gudang tersebut, mencoba mencari engsel yang menahannya. Klik. Ketemu! Aku mencoba menggesernya. Tidak bergeser. Kucoba sekuat tenaga, tetap tidak bisa. Aku menyerah setelah hampir 15 menit mencoba berbagai macam cara membuka pintu gudang itu.
Aku melangkah masuk ke apartemen pribadi berlantai belasan yang bak istana ini. Aku cukup terkesan dengan interior yang mewah namun minimalis ini. Zevran memang tidak pernah salah soal selera desain. Ia selalu berhasil menghipnotisku dengan desain rumah yang cukup elegan, modern, dan ciamik. Aku melenggang masuk lebih dalam mengikuti Zevran yang telah lebih dulu masuk. Kami berdua sama-sama berhenti di ruang tengah, sebuah ruang keluarga yang cukup luas. Di sana telah menanti sekitar 8-9 asisten rumah tangga yang mengurus apartemen Zevran setiap hari. "Mari, Non." Salah satu asisten itu menawarkanku membawa koperku yang nampak berat. Aku sejenak membeku, kemudian melihat ke arah Zevran. Ia mengangguk. Aku pun menyerahkan kopernya kepada mereka, kemudian aku dibimbing menuju ke sebuah kamar tamu yang cukup bersih dan luas. "Nona Rain, di sini kamar Anda. Mohon untuk ber
"Apa maksudmu, Zev?" Tanyaku ketika aku menatapnya. Dia dengan tenang melangkah ke arahku. "Mereka hanya tidak boleh bebas setelah apa yang mereka lakukan padaku dan padamu. Terlebih untukmu, aku tidak akan diam saja." Aku bisa merasakan aura yang pekat dan cukup mengerikan dari setiap kata yang dikatakannya dengan penuh penekanan. Aku hanya mengangguk pasrah sebagai ganti jawaban dari perkataannya. Berdebat dengannya tidak akan membuatku menang. Justru aku sendiri juga menginginkan dalam hati bahwa suatu saat akan ada yang menuntut balas atas apa yang telah terjadi padaku. Selama 5 tahun berada dalam penyiksaan dan ancaman, aku merasakan bahwa sekarang aku akhirnya bisa bebas dari neraka yang membelengguku. Kini aku justru tengah dilindungi oleh orang yang mencintaiku. Lantas, kenapa aku harus mendebatnya lagi? Zevran menatap ke arahku dengan senyum simpul.
Napasku seketika memburu kencang. Ingatanku masih sangat baik-baik saja dan aku tahu siapa yang menerobos masuk ke kamarku. Dia berusaha mendekat, sebelum akhirnya kedua lengannya dicekal oleh para penjaga. Ia memberontak, namun semuanya sia-sia. Ia tak mampu melawan penjaga-penjaga yang berjumlah 10 orang itu. Kini dia hanya berakhir dengan lemas dan menatapku intensif. Aku perlahan mendekatinya, membuatku meninggalkan Zevran di belakang. Aku yakin Zevran tahu maksudku, sehingga ia hanya memandangku tanpa berkata sedikit pun. Aku tersenyum perlahan. "Tolong lepaskan dia. Aku ingin bicara dengannya." Kataku kepada para penjaga. Para penjaga itu bergeming sesaat. Mereka kemudian melirik ke arah Zevran dan aku melihatnya mengangguk. Dengan segera mereka melepaskan tangan pria itu dan pergi keluar ruangan sembari menutup pintu. Aku lantas men
Rain POV Aku terduduk lemas di sudut kamar inapku setelah Zevran melenggang keluar dari kamarku. Sejenak pikiranku kembali melayang ke hari pertama aku pergi dari hidupnya. -Flashback Dimulai- "Tapi nyonya..." sahutku terpotong. "Kamu tidak usah banyak tapi. Tinggal pilih! Mau Zevran mati di tanganku atau kau tinggalkan dia dan mengabdikan diri kepadaku." Jawab Tamara dengan suara penuh penekanan. "Apa alasan Anda begitu jahat padaku, hah?" Aku benar-benar tidak mampu lagi menahan diriku. Ia pasti tahu bahwa nada suaraku sudah lumayan tinggi dan cukup kesal. Tetapi aku lupa bahwa ia adalah Tamara Dhananjaya yang begitu kuat dan bukan tandinganku. "Kamu masih bertanya? Ingat, perempuan jalang! Nina, istri Bhaskara, hampir bunuh diri karena Bhaskara terus memikirkanmu. Kau pikir aku tidak akan membalas dendam karenanya? Dia bahk
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments