Penjelajah Benak

Penjelajah Benak

Oleh:  Dew Miller  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 Peringkat
62Bab
3.4KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Axel berpikir bisa mendengarkan pikiran orang lain saat menyentuh tangan mereka adalah suatu hal yang menyiksa. Ia bahkan lebih memilih bekerja sebagai pegawai perpustakaan daripada bekerja di perusahaan besar agar terhindar dari keharusan berinteraksi dengan mereka. Suatu hari tiba-tiba kedua orang tuanya menghilang. Ia dan adik perempuannya yang mencari mereka justru berakhir di tempat yang tidak pernah mereka bayangkan. Sebuah dunia penuh peri dan sihir. Disana, mau tidak mau kemampuannya harus digunakan. Karena tidak semua peri yang mereka temui cantik dan lucu seperti dalam dongeng.

Lihat lebih banyak
Penjelajah Benak Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Sape Piye
kapan update ny thor?gass kann
2022-03-24 14:04:03
0
user avatar
Muhammad Rahimi
mantappppppooo
2022-02-04 05:32:28
0
62 Bab
Prolog
“Huh, dasar Ibu.” Gerutuku.Aku berjalan cepat sambil menghentakkan kaki di setiap langkah. Tanganku menyingkirkan dahan, ranting dan daun yang sesekali menutupi jalanku dengan kesal. Kususuri jalan setapak di hutan kecil di belakang rumah Nenek dan berjalan menuju danau yang ada di sisi lain hutan.Ibu menyembunyikan komikku. Lagi. Kata ibu aku harus melakukan kegiatan di luar rumah daripada membaca komik.  Padahal aku baru saja membeli komik edisi terbaru. Apa ibu tidak tahu hari ini panas sekali? Kenapa aku harus bermain di luar sih.Aku terus menggerutu sambil berjalan tak tentu arah. Langkahku terhenti saat tiba-tiba aku mencapai ujung tanah yang kupijak. Di bawah sana, terhampar danau Emrys yang airnya terlihat biru, tenang dan berkilaun.Kesal, kutendang keras-keras batu di dekat kakiku sampai terlontar jauh. Batu-batu kerikil di sekitarnya ikut bergulir jatuh. Kuhentakkan kakiku dan berbalik hendak per
Baca selengkapnya
Bab 1
Aku meletakkan beberapa buku terakhir di rak paling atas. Kupandangi deretan-deretan buku yang baru saja kutata dengan rasa puas. Kusapu satu persatu punggung buku yang berwarna warni dengan jari-jariku. Kutelusuri huruf-hurufnya yang membentuk kata dan kalimat. Buku selalu memberiku kedamaian. Dengan buku aku tidak perlu khawatir tahu terlalu banyak saat menyentuhnya. Dengan buku aku tidak perlu takut mengetahui hal yang tidak perlu aku ketahui. Buku tidak akan membisikkan satu katapun kedalam benakku tanpa seizinku. Itulah kenapa, saat aku lulus kuliah, aku memilih bekerja di perpustakaan terbesar di kota ini. Bekerja di perpustakaan membuatku bertemu lebih sedikit orang daripada jika harus bekerja di tempat lain. Lagipula, kalau aku tidak sengaja mendengar pikiran orang lain di tempat ini, apa yang ada di pikiran mereka tidak pernah jauh dari buku yang mereka baca. Jadi hal itu membuatku merasa sedikit lebih nyaman dan mengurangi rasa bersalahku. S
Baca selengkapnya
Bab 2
Ren menuruni tangga dengan cepat saat di tiga anak tangga terakhir tiba-tiba tangga sedikit oleng. Tangan Ren serabutan mencari pegangan. Aku berlari di saat yang tepat saat dia hampir jatuh dan menyambar tanganku."Oh, no, no."Aku mengerang saat kepalaku tiba-tiba berdengung setelah memegang tangan Ren. Sebelum dengung itu berubah menjadi sebuah suara yang jelas buru-buru kutarik tanganku. Namun tetap saja potongan-potongan pikiran Ren berhasil merembes ke dalam kepalaku."Hampir.... Asuransi.... Axel"Kugoyang keras-keras kepalaku untuk mengusir potongan-potongan suara dalam benak Ren.Ren menjejakkan kakinya lalu melotot kepadaku."Hei! Apa tanganku ini ada pakunya sampai kamu begitu buru-buru menarik tanganmu? Aku hampir mati, tahu!""Maaf, aku hanya tidak ingin kamu memiliki rasa yang lebih setelah aku sentuh."“Sialan. Kamu bukan tipeku!"Ren tertawa sambil meninju lenganku. Aku meringis."Te
Baca selengkapnya
Bab 3
"Axel, mana umpannya? “ Noah berseru padaku.Aku buru-buru berlari mendekatinya sambil membawa ember kecil berisi cacing yang tadi diserahkan Simon, pelayan Noah, sebelum kami berangkat. Noah menengadahkan tangannya, aku meletakkan cacing di tangannya. Tapi cacing yang masih hidup itu menggeliut di tangan Noah. Panik, kutangkupkan tanganku di tangan Noah mencegah si cacing kabur.Dengungan yang familiar seketika memenuhi kepalaku. Tapi tidak ada satu patah katapun menyusul setelah dengungan itu. Aku menatap Noah heran.“Ada apa? “Menyadari aku yang sedang memperhatikannya Noah menghentikan kesibukannya. Kali ini suaranya terdengar jelas baik di kepala maupun di telingaku. Aku menggeleng. Tapi tidak kulepas tanganku yang sedang memegang tangan Noah. Terdengar dengung lagi kali ini. Tapi tetap tidak ada satu katapun yang berhasil aku tangkap.“Sampai kapan kamu mau memegang tanganku?” Tanya Noah sambil menatap tajam pad
Baca selengkapnya
Bab 4
Aku menelusuri jalan kecil di samping perpustakaan menuju area pertokoan dan restaurant yang berada beberapa blok di belakangnya. Jalan Maple di belakang perpustakaan adalah kawasan yang terkenal dengan restaurant dan café berdesain interior unik dan makanannya yang enak. Karena Ren sedang pergi mengurus asuransinya, untuk siang ini aku harus mencari makan siang sendirian.Ada sebuah café mungil bercat mint yang baru buka. Kubaca papan tulis berisi menu yang ada di luar café saat kulihat sosok yang aku kenal berjalan keluar dari dalam café.“Noah.”Noah mengangkat kepalanya dari handphone yang diutak atiknya sambil berjalan. “Axel. Sedang apa kamu disini? ““Aku mencari makan siang. “Noah menatap papan menu yang ada di hadapanku. “Cream soup dan garlic bread-nya enak.”“Burgernya? ““Mau coba? &ldq
Baca selengkapnya
Bab 5
“Wah, deras sekali.” Gumamku.Belum separuh jalan aku menuju perpustakaan dan Noah menuju tempat ia memarkir mobilnya saat hujan tiba-tiba turun dengan deras dan memaksa kami harus berteduh di teras sebuah toko. Kukibaskan rambutku dan kutepuk-tepuk bajuku yang basah. Noah disampingku melakukan hal yang sama dengan wajah masam. Kami lumayan basah walau hanya kehujanan sebentar. “Sepertinya langit punya dendam dengan kita. Setelah beberapa hari tidak hujan, air hujannya seperti ditumpahkan semuanya siang ini. “Aku mengangguk setuju. Setelah beberapa hari terakhir kami dibuat terlena dengan sinar matahari yang memancar cerah dan hangat, hari ini langit sepertinya memang sedang melakukan aksi balas dendam. Kupandangi jalanan di depanku yang terlihat seperti lukisan surealis karena hampir tidak nampak bentuknya tertutup air hujan yang turun dengan deras.“Meskipun pakai payung, kita tetap akan basah kuyup denga
Baca selengkapnya
Bab 6
"Selamat malam.”Simon menyapaku begitu pintu terbuka. Mau tidak mau aku sedikit terkejut. Tidak menyangka Simon akan ada di apartemen Noah. Sejak pindah di apartemen dan hidup sendiri, Simon tidak pernah datang berkunjung kecuali ada hal penting.“Noah ada?”“Sedang istirahat.” Simon berjalan mendahuluiku ke arah mini bar. “Anda mau minum?”Aku duduk di salah satu kursi tinggi dan memperhatikan Simon.“Air putih saja.”“Dingin?”Aku mengangguk.Simon membuka pintu lemari es mengambil sebotol air mineral dan meletakkannya bersama dengan sebuah gelas di hadapanku. “Bagaimana keadaannya?”Aku bertanya setelah meneguk airku langsung dari botol tanpa mengindahkan gelas yang disiapkan Simon. Kemarin aku akhirnya harus mengantarkan Noah pulang karena sepertinya keadaannya memburuk.“Sudah lebih baik.”&
Baca selengkapnya
Bab 7
Aku mengerang. Telepon genggamku berbunyi nyaring. Padahal aku baru saja bisa tidur. Kenapa telepon genggam yang biasanya hanya mode getar malam ini memilih untuk berubah jadi mode dering?Kuraba di bawah bantal tanpa hasil. Aku mengerang lagi. Akhirnya menyerah dan bangkit. Kunyalakan lampu di meja lalu melongok ke bawah tempat tidur. Telepon gengamku tergeletak di bawah tempat tidur. Bunyinya terdengar lebih nyaring di tengah kegelapan malam dengan layar yang berkedip-kedip terang. Setengah tiarap aku meraih sumber bunyi yang berhasil menggagalkan tidurku. Aku berkedip cepat melihat nama penelpon di layar. Segera kutekan tombol terima.“Ya Nek? “ tidak ada sahutan.Tapi aku bisa mendengar bunyi beberapa orang yang sedang bercakap-cakap di seberang sana. aku mengerutkan kening.“Halo, Nek? Nenek dimana? Ada apa?““Halo, Tuan Axel. “ Suara lelaki menjawab pertanyaanku. Aku mengerutkan kening lagi. Terkejut. 
Baca selengkapnya
Bab 8
“Nek, sudah sore. Nenek tidak masuk?”Aku membelai bahu Nenek. Nenek menoleh padaku dan tersenyum.“Nanti saja.” Nenek menepuk tanganku.Aku duduk di samping nenek sambil tetap memeluk bahunya.“Belum ada kabar dari polisi?”Aku menggeleng. Nenek mendesah. Kugenggam tangannya dan kubelai keriput di kulitnya. Bisa kudengar banyak suara berkecamuk bercampur baur jadi satu dalam pikirannya. Bahkan untukku, apa yang ada dalam pikiran nenek terlalu banyak sehingga sulit didengar dengan jelas. Nenek tersenyum padaku.“Nenek terlalu lelah bahkan untuk bicara. Maaf kamu harus mendengar pikiran nenek yang tidak karuan.”Aku menggeleng.“Bukankah ada hal-hal yang kadang tidak bisa diucapkan dengan kata-kata? Aku bisa lebih mengerti nenek dengan cara ini.”Nenek tersenyum. Ia memejamkan mata lalu menyandarkan kepalanya di bahuku. Kutepuk-tepuk bahunya ingin sedikit memberi
Baca selengkapnya
Bab 9
“Mau kemana sepagi ini? “Aku tersentak dan refleks mengangkat kepalaku. Ashlyn berdiri di depan pintu sambil memandangku heran.“Kamu mengagetkanku.” Kuteruskan kesibukanku mengikat tali sepatu. Setelah selesai aku langsung berdiri.“Aku mau jogging sedikit. “Ashlyn mengerutkan kening.“Itu sama sekali bukan seperti dirimu.”Aku tersenyum. Aku bukan penggemar olah raga, terutama lari. Apalagi yang harus dimulai sepagi ini. Ashlyn lah yang punya kebiasaan lari pagi. Pantas saja jika dia heran melihat aku bangun pagi untuk jogging.“Aku ikut denganmu kalau begitu. Tunggu aku. ““Nenek? ““Tidak apa-apa. Nenek akhirnya bisa tidur dengan baik setelah berhari-hari. Aku tidak yakin dia akan bangun pagi. “Tidak perlu menunggu terlalu lama Ashlyn turun dengan pakaian olah raga dan rambut di ekor kuda.“Ayo.”
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status