Karena Suamiku Anak Bungsu

Karena Suamiku Anak Bungsu

By:  nataliayeslinda26  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel4goodnovel
10
1 rating
17Chapters
3.3Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Menjadi anak bungsu mungkin takdir yang menyenangkan bagi sebagian orang. Karena akan dimanja dan dilimpahkan dengan kasih sayang dan materi. Tapi, tidak dengan suamiku. Label anak bungsu, bak neraka baginya.

View More
Karena Suamiku Anak Bungsu Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Violyta Putry
ceritnya bagus...tapi sayang gak pernah up lagi othornya
2023-07-01 12:57:32
0
17 Chapters
Bab 1 Anak Bungsu
“Kenapa harus pindah? Apa karena hasutan istrimu?” Aku mendekatkan badan ke dinding, mendengar pembicaraan Mas Arif, suamiku dan bapak mertuaku.Rupanya Mas Arif mengikuti saranku semalam, mencoba lagi meminta pindah dari rumah yang kami tempati saat ini.Bukan tanpa alasan aku ingin pindah, aku hanya ingin mandiri dalam membangun keluarga kecilku bersama Mas Arif.“Bukan seperti itu, Pa. Arif ingin pindah rumah, karena Arif dan Fira mau mandiri, mau membangun keluarga kecil kami, sendiri.” Ku dengar jawaban Mas Arif yang sangat hati-hati mengingat bapak mertua cepat emosi dan darah tingginya kambuh.Aku beranjak bangun dengan pelan, agar bayi kecilku yang berusia 10 bulan tidak terganggu tidurnya. Lalu duduk di kursi meja rias dan kembali menajamkan pendengaran agar percakapan suami dan bapaknya terdengar jelas olehku.“Mandiri? Seperti apa?” sahut bapak mertua dengan ketus, dari nadanya begitu meremehkan ucapan suamiku.“Ya ... Arif akan menghidupi keluarga kecil Arif sendiri, Pa.”
Read more
Bab 2 Perubahan Sikap Ibu Mertua
Prang!Aku terkejut mendengar suara bantingan benda dari arah dapur. Aku beranjak dari ranjang dan berjalan pelan membuka pintu kamar, lalu bergegas ke dapur.“Mau masak bawang habis, cabai habis, semuanya habis,” gerutu ibu mertua sambil melempar wadah tempat bumbu dapur.Aku yang berdiri tak jauh dari ibu, memilih diam dan tak ingin berkomentar banyak, segera masuk kembali ke dalam kamar. “Fira, Fira!” Ibu sedikit berteriak memanggilku.Aku yang baru saja hendak memegang ponsel, segera beranjak keluar.“Iya, Bu.”“Kenapa kamu tidak larang mereka di depan ambil barang-barang di sini?” sorot mata Ibu, tajam menatapku. Dia terlihat sangat marah karena semua bumbu dapur ludes di ambil Kak Vivi, istri dari Kak Aji.“Loh, bukannya Ibu yang melarang Fira untuk protes kalau Kak Vivi ambil barang di rumah ini karena bukan Fira yang beli, tapi Ibu.” Aku menjawab dengan sedikit keras, karena pendengaran Ibu mertua sudah tidak akurat.Aku tak terima kalau Ibu terus menyalahkan aku dengan hila
Read more
Bab 3 Masakan Ibu Mertua
“Barusan Ibu bilang, kalau kamu kasar sama Ibu,” ucap Mas Arif lembut dan hampir tak terdengar, sepertinya takut jika Ibu juga mendengar pembicaraan kami.“Aku masih bingung, Mas. Tolong jelaskan sejelas-jelasnya!”Mas Arif menghela napas panjang, melihatku yang sedikit marah.“Dek, Ibu itu mertua kamu, orang tua kamu yang kedua. Jadi, perlakukan Ibu seperti Ibu kandung kamu sendiri!”“Jangan terbelit-belit, Mas. Jelaskan intinya!” Aku mulai tak sabar mendengar pengaduan Ibu mertua ke anaknya.“Tadi, sewaktu Ibu menanyakan bumbu dapur yang hilang, kenapa kamu malah menyalahkan Ibu?” Mas Arif sepertinya sangat marah, terlihat dari rahangnya yang mengeras.“Oh, jadi Ibu mengadu soal itu sama kamu, Mas?”“Dek! Ibu tidak mengadu, Ibu hanya menceritakan apa yang terjadi tadi!” Mas Arif terlihat emosi.“Sama saja, Mas!” Aku kesal dengan Mas Arif yang cepat marah dan emosi sebelum mendengar penjelasanku.Mas Arif terdiam, dan rahangnya makin mengeras. Tak terima saat aku mencela Ibunya.“Cer
Read more
Bab 4 Petaka Daun Singkong
Aku terkejut mendengar omelan Ibu mertua yang sudah berdiri di belakang Mas Arif.Badannya menunduk, hendak memungut daun singkong yang berserakan di lantai.Aku mendahului Ibu, memungut daun singkong dengan cepat. Namun, tak disangka, Ibu malah mendorongku hingga tersungkur.“Bu,” Mas Arif menatap Ibu mertua, lalu meraih tanganku membantuku berdiri.“Kenapa, Rif? Kau membela istrimu ini?” Ibu mertua melotot, memarahi Mas Arif yang terus menggenggam tanganku.“Bukan membela, Bu,” sahut Mas Arif lembut. “Ibu kan belum mendengar penjelasan Fira,” sambungnya lagi.“Penjelasan apa? Kenapa daun singkong ini dibuang, iya? Kalaupun menjelaskan, istrimu ini pandai beralasan!” pungkas Ibu mertua sengit.“Tapi, Bu–““Mas, sudah. Malu dilihat tetangga,” aku menyela ucapan Mas Arif, karena melihat beberapa tetangga yang berdiri di depan jalan, dan sedang melihat ke arah kami.Ibu masuk mendahului kami dan duduk di sofa ruang tamu. Aku dan Mas Arif mengikuti Ibu, duduk di sofa yang berhadapan den
Read more
Bab 5 Sopir Untuk Ibu
“Ibu ....” Kak Aji mengamuk, lalu melayangkan tinju tepat di wajah Mas Arif.Mas Arif hendak membalasnya, namun dengan cepat ku tepis tangannya.“Sudah, Mas. Tak ada gunanya menjelaskan sekarang, semuanya sudah tersulut emosi.” Aku mengelus lengan Mas Arif agar ia sedikit tenang. Amira pun menangis, Mas Arif mengucapkan istighfar lalu menggendong Amira.Ajaib, bayi cantikku berhenti menangis di gendongan bapaknya. Mas Arif melangkah masuk kamar, meninggalkan kami.Wajah Kak Vivi merah padam, pun suaminya.Aku pikir mereka hendak menyerangku lagi, ternyata tidak. Kedua kakak iparku itu memilih pulang tanpa mengucapkan sepatah kata lagi.Aku terkejut saat mendapati Ibu masih terduduk di lantai. Aku hendak membantunya berdiri, namun lagi-lagi Ibu menepis tanganku.Ibu masuk kamar dan membanting pintu dengan keras. Aku hanya beristighfar, melihat tingkah Ibu yang kadang kekanakan. Mungkin inilah yang dinamakan penyakit orang tua. Semakin tua, tingkah mereka semakin aneh.Aku masuk kamar,
Read more
Bab 6 Di Pecat
“Karena ini kan, kau menagihnya sama Ibu berulang kali dan bahkan kau menagihnya di depan orang lain?” Kak Ria marah ke Mas Arif.Ya Allah, ada apa lagi ini.“Kak, aku minta sama Ibu karena itu hak aku, Kak. Dan demi Allah, aku tak menagihnya di depan orang lain tapi di dalam mobil pas kami pulang.”“Aku tak ingin mendengar penjelasan apa pun dari kau, Rif. Intinya mulai besok, kau tidak usah membantu kakak lagi!” Kak Ria beranjak pergi.Mas Arif memungut beberapa lembar uang yang jatuh di depannya. Aku menuntun Mas Arif yang terlihat lemah ke sofa.Mas Arif terlihat menyedihkan. Begitu lemah di hadapan kakaknya hingga tak mampu membela diri lebih jauh.Mas Arif menggaruk kepalanya, frustasi. Ya Allah, begitu tersiksanya suamiku, di perlakukan seperti ini oleh orang terdekatnya.“Dek, Mas harus kerja di mana besok dan seterusnya?” Mas Arif menatapku nanar.Aku menggeleng, bingung.“Mas akan mencoba berbicara lagi sama Kak Ria, ya Dek.”“Jangan, Mas.” Aku membantah pembicaraan Mas Arif
Read more
Bab 7 Belanja Banyak
Sudah dua Minggu berlalu sejak Mas Arif dipecat dari kerjaannya membantu Kak Ria. Ibu masih mendiamkan Mas Arif gara-gara uang gaji Mas Arif yang menjadi sopir untuk Ibu.Ibu juga mendiamkanku dan Amira. Aku sedih, namun cepat-cepat menghibur diri.Selama dua Minggu pula, Ibu tak makan dan minum di rumah. Ibu juga tak belanja lagi kebutuhan dapur selama dua Minggu ini. Tak apa, aku banyak uang dan tak berkecil hati dengan sikap Ibu.Beberapa kali aku mendapati Ibu makan nasi bungkus di dalam kamar, sepulang dari kota. Aku melihatnya lewat cela pintu yang terbuka sedikit. Bukan mengintip, aku sedang menyapu ruang tamu jadi tak sengaja melihat ke dalam kamar Ibu.Ibu tak tahu kalau aku memergokinya, aku berpura-pura tidak tahu. Aku juga tak bercerita pada Mas Arif, takutnya Mas Arif sedih. Kalau Bapak, belum pulang juga dari mengobat orang. Sempat menelepon, kalau Bapak sudah di kampung yang lain, karena orang menjemputnya dan akan pulang dalam waktu yang lama.Hari ini, Ibu tidak ke k
Read more
Bab 8 Pulsa Listrik
“Dek, ayo pergi dari sini.”Aku menatap Mas Arif, yang tak berkedip menatapku. Tatapannya seperti memohon.Memohon padaku agar terlepas dari beban yang menghimpit dadanya.Label anak bungsu membuatnya tak berdaya.‘Ya Allah, apa yang akan aku lakukan sekarang.’“Mas, jangan mengambil keputusan saat emosi. Tunggu Bapak, ya. Aku yang akan bicara.”Aku mengelus pipi Mas Arif, mengusap bulir bening yang menggantung di pelupuk mata.Lalu mengecup keningnya lembut, satu-satunya yang ku lakukan agar Mas Arif cepat tenang.Ku gandeng tangan Mas Arif, lalu duduk di Meja makan. Aku menghidangkan kopi hitam manis di depannya, yang langsung di seruputnya pelan.“Terima kasih, Sayang.”Ah, aku tersipu malu mendengar ucapan Mas Arif.Ku lihat wajahnya yang perlahan cerah. Ku tarik kursi agar mendekat ke Mas Arif, lalu menemainya menyeruput kopi pagi.Aku dan Mas Arif kembali diam, tenggelam dalam pikiran masing-masing.***“Fira! Fira!”Aku yang sedang memasak, langsung berlari meninggalkan dapur m
Read more
Bab 9 Pengakuan Kak Vivi
“Selama ini Fira memberi uang listrik sama saya tapi hanya lima puluh ribu setiap bulan,” sahut Kak Vivi dengan mata tajam menatap ke arahku.“Ha? Lima puluh ribu setiap bulan? Fira, Fira. Dasar perhitungan!” Ibu melotot, seperti ingin menelanku bulat-bulat.Aku memandang sinis Kak Vivi. Dasar perempuan ul*r, pandai sekali berbohong. Kali ini, aku tidak akan tinggal diam.Tanpa bicara lagi, aku segera masuk kamar, mengambil ponsel dan menunjukkan kepada mereka semua.Ibu tercengang, pun Kak Vivi.Mas Arfin merangkul ku. Dan Kak Aji, menatap garang istrinya.“Jadi, selama ini Fira memberi uang seratus ribu setiap Minggu untuk membayar listrik? Kau kemanakan uang itu?” teriak Kak Aji, memarahi Kak Vivi.“Enggak, Mas. Fira mengada-ada!” Kak Vivi maju dan hendak merebut ponsel yang masih memperlihatkan video aku memberi uang seratus ribu.“Dasar. Apa mau aku tunjukkan videonya dari bulan pertama aku memberi uang?” Aku geram, Kak Vivi masih mengelak.“Memangnya dari kapan kau memberi uang,
Read more
Bab 10 Fitnah
Hari ini ada tamu spesial yang datang. Kak Sinta, sahabat Kak Vivi. Aku bingung, kok tumben temannya Kak Vivi datang ke rumahku.Padahal aku tidak dekat dengan Kak Sinta, hanya basa-basi saat dia datang ke rumah Kak Vivi. Itu pun jarang aku berpapasan dengannya.Aku menyuguhkan teh hangat dengan roti yang kubeli saat mengunjungi toko kemarin.Lalu mempersilahkan Kak Sinta untuk mencicipinya. Setelahnya, aku bertanya tujuan Kak Sinta datang, karena tumbennya berkunjung.Baru saja Kak Sinta bercerita, ponselku yang di dalam kamar berdering.Aku minta ijin pada Kak Sinta untuk menjawab telepon. Ternyata Arman, dia mengirimkan video rekaman CCTV beberapa karyawan yang bermasalah.Setelah panggilan berakhir, aku menghampiri Kak Sinta yang duduk selonjoran di ruang teve. Aku jadi teringat dengan rekaman yang di kirim Arman.Apakah berdosa jika aku juga ingin merekam pembicaraanku dengan Kak Sinta?Iya. Berdosa tapi aku hanya ingin berjaga-jaga. Karena sepertinya Kak Sinta ke sini hanya untu
Read more
DMCA.com Protection Status