Belenggu Hati Mantan Suami

Belenggu Hati Mantan Suami

Oleh:  Asda Witah busrin  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
30 Peringkat
93Bab
37.5KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Tiga tahun berlalu, Kiran tak juga bisa melupakan Haidar, mantan suaminya. Tak semua hal bisa dibagi. Apalagi jika itu menyangkut hati. Kiran memilih pergi saat perasaannya tak bisa lagi memberikan toleransi. Bagi wanita dengan segala kesempurnaan yang dia punya itu, seumur hidup terlalu lama jika harus tersiksa karena berbagi cinta. Adalah Raya, wanita itu biasa saja jika dibandingkan dengan Kiran. Ditambah kakinya yang tidak berfungsi sejak lahir, membuat Raya tak ada apa-apanya saat disandingkan dengan Kiran. Raya menjadi istri kedua Haidar karena terpaksa oleh keadaan. Dia tak punya pilihan saat kedua orangtuanya sudah memutuskan. Tahun demi tahun terlewati, Kiran ternyata tak mampu melepaskan bayangan indah pernikahannya dengan Haidar. dia belum juga bisa melepaskan belenggu masa lalu. Perasaan itu masih tersimpan rapi di dasar sanubari. Walau tak pernah Kiran ucapkan, tapi dia menyadari cinta itu masih utuh dia rasakan.

Lihat lebih banyak
Belenggu Hati Mantan Suami Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
firda soraya
ceritanya bagus banget
2023-10-04 15:26:51
0
user avatar
Rina Imron1974
ada extra part nya kan y mba, dan extra part nya yg bikin hepi2 y mba
2023-04-08 20:41:56
0
user avatar
Rina Imron1974
semoga lancar dan selamat sampai melahirkan y mba Kiran, dan semoga kembar
2023-04-07 22:05:32
0
user avatar
Rina Imron1974
Alhamdulilah ...
2023-04-06 18:51:05
0
default avatar
dinaningtyasna
alhamdulillah... bok suwe2 nglarani kiran to thor, mesakke.. gak tak woco maneh lo.. eh gak ding, mesakne mbak kiran.. wis sing seneng2 wae bar iki
2023-04-06 13:23:12
0
default avatar
dinaningtyasna
alhamdulillah... bok suwe2 nglarani kiran to thor, mesakke.. gak tak woco maneh lo.. eh gak ding, mesakne mbak kiran.. wis sing seneng2 wae bar iki
2023-04-06 13:22:21
0
user avatar
Rina Imron1974
kok blm up mba
2023-04-05 21:52:15
0
user avatar
Rina Imron1974
mudah2han program hamil Kiran kali ini berhasil y Thor...
2023-04-03 23:08:49
0
user avatar
Rina Imron1974
Kinan kapan bahagianya Thor?
2023-04-02 21:11:53
0
default avatar
dinaningtyasna
udah to thor, mbok ya ndang diksh episod hepi2, melu mules yg mboco
2023-03-31 20:42:26
0
user avatar
Arie Wahyudi
iya nih thor. kasihan banget kiran. udh ada harapan tp terhempas
2023-03-31 04:17:48
0
user avatar
Rina Imron1974
ya ampun Thor, kasian banget kl janinnya Kinan sampai g berkembang
2023-03-30 22:27:09
0
user avatar
Rina Imron1974
lanjut mba
2023-03-29 22:52:53
0
user avatar
Rina Imron1974
alhamdulilah, akhirnya Kiran hamil, thanks y Thor
2023-03-24 22:26:22
0
user avatar
Rina Imron1974
sabar y Kiran, akan indah pada waktunya
2023-03-23 07:47:15
0
  • 1
  • 2
93 Bab
BAB 1
"Mainlah ke rumah, Ran. Raya akan senang kalau kau mau sesekali berkunjung. Kehamilannya yang kedua ini lebih payah dari yang pertama. Mungkin kalau kau mau datang, dia akan sedikit lebih tenang."Kiran tersenyum mendengar ucapan Haidar, mantan suaminya."In syaa Allah." Dia refleks meremas ujung baju. Rasa itu masih sama. Walau telah bercerai lama, Kiran masih merasakan sakit setiap kali Haidar menyebut nama Raya, wanita yang tiga tahun lalu menjadi alasannya memilih berpisah.Ponsel Haidar berbunyi. Melalui ujung mata, Kiran bisa melihat layar ponsel itu menampilkan notifikasi pesan. Dia menarik napas dalam. Mantan suaminya itu belum berubah, ponselnya tidak pernah dikunci sehingga setiap ada pesan masuk langsung bisa terbaca dengan jelas di layar depan."Mas, pulang nanti tolong bawakan nasi goreng Pak Aji. Perutku kram lagi, aku tidak kuat masak." Kiran menarik napas panjang. Dari sini, dia bisa membaca dengan jelas pesan di ponsel Haidar yang ada di atas meja. Lelaki itu mengamb
Baca selengkapnya
BAB 2
Dering ponsel di tas membawa Kiran kembali dari kenangan masa lalu. Mobil Haidar telah lama meninggalkan kafe tempat mereka bertemu. Kiran mendesah, dia tak dapat menolak permintaan Haidar yang ingin berjumpa disini. Wanita itu tahu persis dia sudah menyalahi SOP. Biasanya, setiap ada nasabah yang mengajukan pengajuan pembiayaan, Kiran akan menemui di tempat usaha atau tempat kerja yang bersangkutan. Namun, Haidar bukan hanya sekedar nasabah. Itu masalahnya. "Halo, iya, Mas?" Alis Kiran bertaut saat mendengar serentetan tugas dari manajer marketing tempatnya bekerja. "Baik, Mas. Saya masih di luar, baru selesai prospect nasabah. Nanti sampai di kantor Kiran langsung buat ya." Kiran mematikan sambungan telepon saat atasannya itu selesai memberikan instruksi.Wanita bertubuh semampai itu langsung mengambil tas dan beranjak dari kafe. Seperti biasa, Haidar sudah membayar makan siang mereka hari ini. Gratifikasi, hal yang sangat Kiran hindari. Dia selalu menjaga diri dari jamuan-jamuan k
Baca selengkapnya
BAB 3
"Ray?" Haidar memegang tangan Raya yang masih belum sadarkan diri. Dingin. Tangan istrinya terasa dingin. Haidar terisak. Walau pandangannya buram karena air mata, dia masih bisa melihat wajah Raya yang pucat.“Bangunlah, Ray.” Haidar mencicit. Hatinya mendadak terasa sangat sakit mengingat perjuangan yang Raya lalui agar bisa mempersembahkan keturunan untuknya. “Tak apa, Mas. Mungkin jika Raya bisa melahirkan anak Mas, Mas bisa sedikit mencintai Raya. Semoga saja anak ini nanti bisa menjadi pengobat luka yang terus menganga di hati Mas Haidar sejak bercerai dari Karin.” Haidar tergugu mengingat ucapan Raya beberapa bulan yang lalu. Dia terkejut setengah mati saat istrinya itu memberikan hasil pemeriksaan USG yang menunjukkan janin di rahimnya yang sudah berusia sepuluh minggu.“Kamu hamil, Ray?” Suara Haidar bergetar. Tangan lelaki itu gemetar saat mengambil lembar hasil USG dari tangan Raya. Matanya berkaca, dia kehabisan kata. Antara khawatir dan bahagia, Haidar tak bisa mengekspr
Baca selengkapnya
BAB 4
Haidar memeluk lutut. Mendadak tubuhnya menggigil kencang. Dia menggigit bibir hingga terasa asin. Pernikahannya dengan Kiran berakhir di tahun ke empat. Akankah dia kembali kehilangan istri? Apakah Raya benar-benar akan meninggalkannya juga di tahun keempat pernikahan mereka?“Haidar! Astagfirullahaladzim, Naaaaak.” Ratna berlari ke dalam dan langsung menuntun anaknya Haidar. Dia sempat menoleh pada dokter dan perawat yang langsung menyiapkan tindakan untuk Raya.Di luar, Haidar membisu. Tatapan matanya kosong. Dia tidak memperdulikan sedikitpun gerakan gelisah sang Ayah yang berjalan mondar-mandir ke sana kemari. Sementara ibunya sejak tadi terus mengelus punggungnya untuk memberikan ketenangan.Haidar menyugar rambut dengan kasar. Perasaannya campur aduk. Baru saja dia mendengar kabar anak mereka telah tiada, kini dia harus menghadapi kenyataan Raya sedang bertarung dengan maut di dalam sana.Gelap.Mendadak pandangan Haidar menjadi hitam kelam. Telinganya berdenging seakan berada
Baca selengkapnya
BAB 5
“Mbak Kiran ya? Iiih benar, kan? Masya Allah tambah cantik aja.”“Numpang parkir ya, Bu.” Kiran tersenyum sopan pada Desi. Wanita itu merapikan motor agar selaras dengan kendaraan lain yang juga sedang parkir di sana. Dia menarik napas panjang saat menoleh ke samping, rumah yang dulu pernah menjadi tempat ternyamannya untuk pulang.Tempat itu terlihat ramai. Pakaian hitam menjadi penanda bahwa di sana sedang berduka. Bendera kuning berkibar tertiup angin sepoi-sepoi yang sedikit basah. Gerimis kecil membungkus kota itu sejak jam dua tadi.Sebagian besar pelayat adalah tetangga sekitar sana. Beberapa tamu dikenali oleh Kiran sebagai rekan kerja Haidar kala masih bekerja di salah satu kantor BUMN dulu. Beberapa lagi dia tak tahu, mungkin dari kenalan keluarga Raya.“Lama tak berjumpa, Mbak.” Desi menepuk pelan pundak Kiran yang sedang termangu menatap keramaian. Dalam balutan busana hitam, para pelayat terlihat muram. Tak ada canda tawa, hanya wajah kelam dan penuh duka yang menggelayut
Baca selengkapnya
BAB 6A
Kiran melepas kacamata hitam yang dia gunakan. Titik-titik air hujan membuat buram penglihatannya. Gerimis terus membungkus bumi seakan enggan pergi. Andai ini hari-hari biasa, pastilah Kiran lebih memilih bergelung dengan selimut di atas kasur atau menepi sejenak dari kesibukan pekerjaan dengan menikmati semangkuk bakso hangat jualan Pakde Wiryo di samping kantor.Sayangnya, ini bukan hari biasa.Di tengah rinai hujan, kalimah tahlil mengiringi langkah sepanjang jalan menuju tempat pemakaman. Kiran mengusap wajah. Dia merapikan jilbabnya yang sedikit basah. Wanita itu menggigil. Bukan hanya karena bajunya yang lembab terkena rintik, tapi juga karena kenyataan bahwa kini dia sedang mengantar sahabat sekaligus mantan madunya ke tempat peristirahatan menuju keabadian.“Astaghfirullahaladzim, hati-hati, jalannya licin.” Kiran menoleh ke belakang. Beberapa pelayat tampak sibuk membantu temannya yang terpeleset barusan. “Sudah pulang kerja, Nak?”Kiran menoleh ke samping. Dia tidak menyad
Baca selengkapnya
BAB 6B
Dapur itu ramai oleh suara tawa. Kiran sengaja membelikan jam tangan untuk Haidar karena miliknya hilang. Entah ketinggalan saat sedang wudhu atau jatuh dimana, Haidar tidak ingat persis kapan hilangnya.“Ah iya, jam berapa mau berangkat nanti malam, Mas?” Kiran mendadak teringat dengan pesan dari Ibu mertuanya kemarin malam. Mereka diminta datang untuk makan malam bersama. Ada teman lama yang hendak berkunjung.“Nanti sepulang Mas dari kantor kita langsung berangkat. Biar shalat maghrib di sana saja. Takut macet di jalan kalau berangkat habis maghrib. Tidak enak sampai tamu Ayah dan Ibu menunggu.”Kiran mengangguk setuju. Haidar memang selalu pulang setiap jam makan siang. Lokasi kantor yang hanya memakan waktu sepuluh menit perjalanan menggunakan sepeda motor membuatnya leluasa setiap jam istirahat tiba.Sayang, harapan kadang tak seiring dengan rencana. Haidar mendapat cukup banyak pekerjaan yang harus diselesaikan hari itu juga. Posisi tutup bulan membuat pekerjaan tak bisa ditund
Baca selengkapnya
BAB 7A
“Masya Allah, merdu sekali suara adzan Mas Haidar.”Kiran menarik napas panjang saat mendengar beberapa pelayat memuji mantan suaminya. Dia mengakui Haidar memang memiliki suara yang bagus. Setiap kali mereka sedang shalat berjamaah di rumah, Kiran selalu terharu dan meneteskan air mata mendengar kalimah Allah dilantunkan. Ah … itu pula yang dulu menjadi alasan bapaknya menerima lamaran Haidar. Mereka baru dekat tiga bulan dan Haidar langsung mengajaknya ke pelaminan. Haidar sempat panas dingin saat bertemu untuk pertama kalinya dengan kedua orangtua Kiran dengan maksud langsung mengajukan pinangan.“Adzan isya’ baru selesai berkumandang, alangkah baiknya sebelum meneruskan pembicaraan ini kita menunaikan kewajiban terlebih dahulu.” Kiran ingat sekali, Haidar yang sudah panas dingin dengan cepat mengangguk saat itu.“Mari silakan, Nak Haidar.” Kiran tersenyum tipis mengingat wajah Haidar yang tidak mengerti saat bapaknya mempersilakan menjadi imam shalat mereka.“Saya, Pak?”“Iya, Ba
Baca selengkapnya
BAB 7B
"Aku senang kamu sering kemari, Ran. Sejak kecil, aku jarang mempunyai teman dekat. Dulu ada satu orang, tapi dia pindah ke luar kota dan kami kehilangan kontak.”Kiran menautkan alis. Dia menghentikan kegiatan merajut dan menatap Raya yang masih asyuk terus menyulam. “Kamu memang jarang keluar rumah ya, Ray?”“Iya.” Raya mengangguk. “Aku takut kenapa-kenapa dan akan merepotkan banyak orang.”Kiran tersenyum tipis. Ini pertama kalinya Raya berbicara panjang lebar sejak perkenalan mereka. Biasanya, Raya hanya akan tertawa dan sesekali menanggapi jika Kiran bercerita. Pembawaannya yang riang dapat menghidupkan suasana di antara mereka.“Mbak Kiran? Pulang sekarang?”Kiran tersentak saat ada yang mencolek bahunya. Wanita itu tersenyum saat mengetahui Desi yang tadi memanggil. Dia mengangguk dan menoleh pada Ratna, mantan ibu mertuanya. Wanita itu tak melepaskan tangannya sedikitpun sejak berangkat tadi hingga sampai proses pemakaman selesai.“Bu, Kiran pamit.”“Pamit? Bisakah Kiran menem
Baca selengkapnya
BAB 8A
“Nak ….” Ratna mengambil tangan Kiran yang terkepal di dada. “Maafkan kami, maafkan Ibu dan Ayah ….”Kiran membisu. Dia mengalihkan pandangan ke arah gundukan tanah merah yang dibawahnya terkubur jasad Raya. Sahabat yang sangat dia sayangi seperti keluarga sendiri, sekaligus madu pahit yang hadir begitu saja, menyirami manisnya mahligai rumah tangganya dengan Haidar.Bunga tabur memenuhi pusara Raya. Aroma mawar, sedap malam dan kenanga bercampur menjadi satu hingga menimbulkan wangi manis yang sangat khas. Kiran mengalihkan pandangan, di sana, di antara gerimis yang masih belum berhenti, berdiri terpaku sosok lelaki yang namanya masih terpatri di hati. Haidar menatapnya dengan pandangan yang sulit dia artikan.Ah … mengapa hidup sesakit ini? Kenapa semesta seolah masih saja ingin terus bermain-main dengan mereka?“Kiran duluan ya, Bu.” Wanita itu memalingkan wajah. Kiran sengaja memutus tatapan mata dengan Haidar. Napasnya tersengal, dia merasakan degup tak menentu di dalam sana saat
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status