ANAK 50 JUTA

ANAK 50 JUTA

By:  Putri putri  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
72Chapters
5.2Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Setelah lama menghilang, Mas Rafi datang dan ingin mengambil anakku. Aku sudah menganggap kamu mati, Mas! Jangankan mengambil, menyentuh keringatnya saja haram bagimu. Dia anak lima puluh juta ku.

View More
ANAK 50 JUTA Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
No Comments
72 Chapters
AWAL
ANAK 50 JUTA“Stop, Mas! Dia bukan anakmu! Ayah anak ini sudah mati lima tahun yang lalu.” Kurebut erat Miko---anak lelakiku dari laki-laki yang akhir-akhir ini datang dan mengaku sebagai ayahnya.“Jangan bohong kamu, Anita! Dia bahkan sangat mirip denganku,” ucap Mas Rafi.“Dasar tak tau malu! Bukankah dulu statusmu sudah ditukar dengan uang 50 juta?” tegasku.“Lupakan masa lalu, Anita! Anak ini butuh seorang ayah.”“Tidak! Lebih baik kamu pulang, Mas! Jangan pernah ganggu kami lagi.”Kutinggalkan Mas Rafi yang masih berdiri di halaman rumah. Aku tak mau Miko semakin penasaran dengan sosok yang beberapa hari ini selalu mendatanginya.Setelah sekian lama menghilang, entah mengapa lelaki yang paling aku benci di dunia ini hadir kembali. Bak menabur garam pada luka yang belum kering, kedatangan Mas Rafi mau tak mau membuka kenangan pahit enam tahun yang lalu. Awal mula kehancuran hidupku.“Tadi itu siapa, Mbak?” tanya Ari---adikku.“Mas Rafi,” jawabku.“Jangan biarkan dia menemui Miko,
Read more
BAB 2
Pagi ini udara terasa begitu sejuk. Suasana khas pedesaan di hari minggu seperti sekarang ini membuat jalan sedikit sepi. Tak banyak kendaraan berlalu lalang. Terlihat beberapa orang sedang berolahraga ringan atau hanya berjalan-jalan untuk menikmati hari libur. Aku duduk terdiam di sebuah bangku di tepi lapangan desa. Kuperhatikan anak-anak yang sedang berlari kejar-kejaran. Aku melambaikan tangan pada seorang anak berbaju kuning, berkulit bersih dan rambut sedikit ikal di antara mereka. Di hanya membalas dengan senyuman dengan tangan membentuk hati. Ya dia Miko anak lima puluh jutaku.Aku benci dengan senyuman Miko yang selalu mengingatkanku pada Mas Rafi. Mengapa wajah mereka begitu mirip? Mata, hidung dan bibirnya tak ada beda sama sekali. “Eh, Anita lagi ngajak Miko jalan-jalan, ya?” sapa Bu Yati yang tiba-tiba datang bersama beberapa Ibu-ibu lainnya.“Eh, Iya, Bu!” jawabku sopan.“Kenapa Bapaknya enggak ikut, bukannya kemarin Bapaknya udah datang?” ucap Bu Yati.“Bapak siapa
Read more
BAB 3
"Ma, apa Ayah hidup lagi? Kok bisa ngirim banyak mainan," tanya Miko sambil asyik memainkan robot barunya. Aku terus saja sibuk dengan ponsel di tangan, pura-pura tak mendengar pertanyaan Miko. Anak seusia Miko memang sudah mulai tahu sebuah keluarga seharusnya terdiri dari Ayah, Ibu dan anak. Namun selama ini Ayahnya tak pernah hadir. Hanya Ari atau Rendi yang terkadang ia anggap sebagai ayah.Sejak awal memang aku sudah mengatakan jika Ayahnya telah meninggal namun setelah Mas Rafi beberapa kali datang dan sering mengiriminya mainan, Miko mulai bertanya lagi tentang keberadaan ayahnya.Sudah sering kali aku mengembalikan bahkan menolak kiriman-kiriman dari Mas Rafi. Tapi malah ia mengirimkannya kembali lewat sekolahnya. "Nak, besok kalo dapat hadiah lagi, Miko tolak, ya! Itu mainan dari orang jahat. Mama takut nanti Miko di culik," ucapku lembut pada Miko."Kalo yang nerima Bu Guru pasti bukan orang jahat, Ma!" jawabnya polos."Kan Bu Guru enggak kenal sama orang yang ngirim hadia
Read more
Bab 4
Kutinggalkan piring kotor yang baru dicuci separuh saat mendengar suara ketukan pintu. Aku bergegas keluar untuk membukakan pintu.“Sebentar,” teriakku saat suara ketukan terdengar semakin keras.“Aku mau ketemu Miko,” ucap Mas Rafi sesaat setelah pintu kubuka.“Miko enggak di rumah.” Kuhalangi Mas Rafi yang hendak masuk ke dalam rumah.“Ayah datang, Nak! Ini Ayah bawa mainan lagi,” teriaknya sambil mengedarkan pandangan ke segala penjuru rumah.“Miko enggak ada, Mas!” ucapku geram.Kudorong Mas Rafi dan segera kututup pintu. Aku mencoba untuk tidak bersuara terlalu keras karena takut Miko yang sedang tidur terbangun. Aku juga tidak ingin memancing kedatangan tetangga. “Kalo begitu aku tunggu di sini sampai Miko pulang!” Mas Rafi meletakan dua plastik besar di meja lalu duduk di kursi teras.“Aku kan udah bilang, jangan temui kami lagi.”“Semakin kamu melarang, aku akan semakin sering datang ke sini. Aku bisa saja menculik Miko, tapi aku enggak mau terkesan jahat di mata Miko,” anca
Read more
Bab 5
Sesampainya di rumah, segera aku masuk dan berlari ke kamar. Kubaringkan Miko yang sudah tertidur di atas ranjang, kututup pintu dan jendela lalu menguncinya.Setelah memastikan semuanya aman. Aku menjatuhkan tubuh di balik pintu. Kudongakkan kepala berusaha menahan air mata yang sedari tadi jatuh. “Ya Tuhan...!” gumamku pelanBeberapa kali kutarik nafas panjang lalu menghembuskannya kasar berharap bisa sedikit menenangkan hatiku, tapi semua itu gagal. Kututup mulutku agar tidak ada yang mendengar tangisanku.Akhirnya kulepaskan semua beban di dalam dada yang sedari tadi tertahan.Sejenak terlintas pertanyaan yang tadi aku dengar. “Anita, apa dia cucuku?” “Iya, Bu! Dia Miko cucu Ibu,” jawabku.“Maafkan kesalahan Ibu, Anita!” ucapnya tulus.“Aku sudah memaafkan semua kesalahan Ibu.”“Bolehkah aku memeluk Miko?” tanyanya ragu.“Tentu saja, Bu!” jawabku sambil menurunkan Miko dari gendonganku. “Sini, sayang! Ini nenek.” Ibu merentangkan tangannya.Miko perlahan berjalan ke arah Ibu.
Read more
Bab 6
Seperti biasa setiap pagi aku akan menyiapkan keperluan Miko dan mengantarnya sekolah terlebih dulu sebelum berangkat kerja. Sebagai Ibu tunggal aku harus bekerja keras untuk memenuhi segala keperluan Miko. Walaupun kadang aku merasa sangat lelah, tapi aku harus bertahan. Kadang aku merasa iri setiap aku melihat teman-temanku yang telah menikah. Mereka mempunyai suami yang bisa menafkahi sekaligus menjadi teman untuk berkeluh kesah.“Mbak, apa Mas Rafi masih sering ke sini?” tanya Ari sambil mencomot gorengan yang baru saja kuangkat.“Enggak, Ri! Udah jarang sekarang,” jawabku.Kebetulan hari ini Ari libur kerja jadi kami bisa sarapan bersama. Bekerja di sebuah pusat perbelanjaan membuat Ari jarang mendapatkan jatah libur.“Duduk, Mbak! Aku mau ngomong sebentar.”“Mau ngomong apa?” “Sebelumnya aku minta maaf. Apa Mbak Nita masih mengharapkan Mas Rafi?” tanya Ari serius.“Kenapa kamu tanya begitu?”“Jangan pernah berpikir untuk kembali, Mbak! Aku enggak mau Mbak kecewa seperti dulu
Read more
Bab 7
“Apa aku masih punya kesempatan, Nit?” tanya Rendi yang saat ini tengah mengunjungi rumahku.“Aku sudah bilang jangan tanyakan itu lagi,” bentakku.“Tapi sampai kapan, Nit?”“Entahlah, Ren!”Entah mengapa Rendi tiba-tiba berbicara serius seperti itu. Padahal ia mengaku datang ke sini hanya untuk menemui Miko. Tapi Miko malah di ajak teman-temannya main bola di halaman.Aku dan Rendi adalah sahabat sejak kecil. Hampir setiap hari kami bersekolah dan bermain bersama tentu saja dengan teman-teman yang lain. Tak ada yang spesial di antara kami selain hubungan pertemanan pada umumnya.Setelah lulus SMA, Rendi memutuskan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi di kota sebelah. Mulai saat itu hubungan kami semakin renggang. Hanya sesekali bertegur sapa lewat media sosial dan bertemu hanya ia libur atau saat hari raya.Rendi kembali ke rumah setelah ayahnya meninggal. Ia memutuskan untuk bekerja di sekitar sini agar bisa menemani Ibunya. Mulai saat itu kami mulai sering bertemu. Saat itu aku se
Read more
BERTEMU LAGI
“Mirip dari mananya? Orang beda gini, kok!” kata Mas Rafi cuek lalu kembali sibuk dengan ponselnya. “Jelas beda dong, Tante! Miko kan item beda sama Omnya!” candaku. Aku mencoba ikut berbicara agar Silvi tidak terlalu memperhatikan kemiripan Miko dan Mas Rafi. Sembari makan, kami berbicara banyak hal. Silvi juga menanyakan tentang kehidupanku sepeninggal ayah Miko. Akhirnya aku sedikit bercerita, tentu saja tidak termasuk Mas Rafi di dalamnya. Sebenarnya aku hanya ingin memberi sedikit pelajaran untuk Mas Rafi. Biar dia tahu rasanya tak di anggap.“Terima kasih atas semuanya, Mbak! Kami pulang dulu.” Aku berpamitan setelah selesai makan. “Bilang terima kasih sama tante, Nak!” perintahku pada Miko. "Terima kasih, Tante! Miko pulang dulu," ucap Miko sambil mencium tangan Mbak Silvi. Mbak Silvi menyejajarkan tubuhnya dengan Miko lalu memeluk Miko. Aku terharu melihat perlakuan Mbak Silvi, pasti dia sangat merindukan seorang anak dalam hidupnya. Tadi ia bercerita sangat menyukai anak
Read more
TERNYATA SANDIWARA
[Selamat malam, apa benar ini nomornya Mbak Anita, Mamanya Miko. Ini Silvi, Mbak.]Aku kaget saat membaca sebuah pesan yang baru saja masuk. Dari mana Mbak Silvi tahu nomor ponselku? Apa dia juga ikut bersekongkol dengan Mas Rafi dan Bu Fitri? Kalo iya, berarti aku yang tertipu kemarin.[Benar, Mbak! Ini Mamanya Miko. Mbak kok bisa tau nomorku?]Balasku dengan ragu-ragu. Aku penasaran apa tujuan Mbak Silvi menghubungiku.[Kemarin aku ke tempat kerja Mbak Anita, tapi Mbak sudah pulang, makanya aku minta nomor Mbak sama temennya.]Aku lega membaca balasan yang Mbak Silvi kirim. Semoga saja semua itu benar. Aku memang sempat memberi tahu tempat kerjaku kemarin saat kami bertemu.[Mbak, bolehkan aku ketemu Miko lagi?]Sebuah pesan dari Mbak Silvi masuk lagi[Tentu saja, Mbak boleh]Akhirnya kami janji akan bertemu besok minggu di sebuah taman kota. Aku juga memintanya untuk tak mengajak Mas Rafi dengan alasan agar Miko tidak salah paham lagi. Dan Mbak Silvi pun menyetujuinya.Sebenarnya
Read more
BIMBANG
“Eh, Nita! Jadi orang penting sekarang kamu, ya! Tiap hari ada yang nyariin, bermobil pula,” kata Bu Yati yang tiba-tiba datang ke rumah.Aku yang sedang sibuk menjemur pakaian hanya melirik sekilas tak berniat menanggapi. Pasti Bu Yati akan mengataiku macam-macam seperti biasanya. Dia memang seperti CCTV yang selalu memata-mataiku. Tidak ada satu pun kejadian di rumahku yang tidak diketahui Bu Yati. Dan itu sudah terjadi sejak aku hamil Miko dulu. Sampai sekarang dia masih saja setia dengan pekerjaan itu. Padahal kalo dipikir-pikir semua itu enggak ada untungnya buat dia. “Heh, ditanyain malah diem aja,” bentak Bu Yati yang sadar aku tak menanggapinya.“Oh, Bu Yati tanya, ya! Emm... memangnya kenapa kalo banyak yang nyariin, Bu? Yang penting bukan buat nagih utang,” jawabku tanpa menoleh.“Udah kasih aja si Miko sama mereka. Toh nanti kamu bakal di kasih duit banyak. Jangan ngimpi lagi dapet bapaknya Miko, nanti di buang lagi baru tau rasa.”“Nanti kalo aku banyak duit, Bu Yati kepa
Read more
DMCA.com Protection Status