Share

BAB 2.

Author: Rosshie
last update Last Updated: 2025-04-24 14:08:29

"A—apa ini?"

Jantungku berdebar kencang, terasa seperti ingin melompat keluar dari dadaku saat mataku bertemu dengan pria yang berdiri di depanku. 

Ada sesuatu yang sangat familiar dalam tatapannya, tetapi juga asing. 

Apakah benar ini Mas Raffi—suamiku? Aku hampir tak percaya dengan apa yang kulihat. 

Sudah lama sekali aku menantikan hari ini, berharap bisa bertemu dengannya, tetapi perasaan yang kurasakan justru kebingungannya. 

Apa ini benar-benar dia?

Dulu, hidup kami begitu sederhana. Kami tak pernah menginginkan sesuatu yang berlebihan. Bahkan, meskipun kami hidup dengan cukup, kami memilih untuk tidak membeli barang-barang mewah atau pakaian yang mahal. 

Semua yang kami miliki adalah hasil jerih payah yang didapat dengan penuh pertimbangan. Tetapi pria di depanku ini, yang memakai jas rapi dan sepatu kulit mengkilap, jelas berbeda dari yang aku kenal. 

Pakaian yang dia kenakan… ini bukanlah pakaian yang biasa dia pakai. 

Aku tahu, meskipun aku bukan orang yang paham banyak tentang mode atau merek terkenal, aku bisa merasakannya. 

Ini bukanlah barang yang bisa dibeli dengan uang tiga juta per bulan, seperti yang selalu dia kirimkan padaku.

"Mas Raffi?"

Aku menyebut namanya pelan, hampir seperti bisikan. 

Rasa rindu yang telah terkunci dalam diriku selama ini seakan meledak begitu saja. Tapi, ada kebingunganku yang mendalam. 

Apakah benar ini dia, suamiku yang dulu selalu memelukku dengan hangat, yang selalu berjanji untuk kembali? 

Mataku berkaca-kaca, tetapi aku masih tidak bisa meyakinkan diriku sendiri bahwa pria ini adalah Mas Raffi yang aku kenal.

“Mas Raffi…” aku menyebutnya lagi, kali ini suaraku lebih lembut, tak sekeras tadi. 

Aku merasa seolah kata-kata itu tertahan di tenggorokanku. Ada begitu banyak pertanyaan yang ingin kulontarkan, tetapi tubuhku terasa kaku. 

Aku melangkah mendekat, tetapi rasanya semakin jauh, seolah ada jarak tak kasat mata yang menghalangi kami. 

Semakin aku mencoba mendekat, semakin aku merasa bahwa aku sedang menjauh dari kenyataan yang selama ini kulihat.

Wanita yang duduk di dalam mobil itu terdengar berbicara, suaranya cukup samar tetapi tetap terdengar jelas. 

“Raf, ada apa?”

Raf?

Wanita itu memanggil pria yang sedang berdiri di samping mobil dengan nama 'Raf'. 

Aku menelan ludah, hatiku bergetar. Itu pasti Mas Raffi, tapi kenapa aku merasa ada sesuatu yang salah? 

Wanita itu keluar dari mobil, dan aku bisa melihatnya dengan jelas. Dia begitu cantik, mengenakan atasan cream dan rok pendek yang serasi, rambutnya tergerai indah. 

Aku tahu, sepertinya wanita ini bukan orang sembarangan. Aku tidak pernah melihatnya sebelumnya, tetapi aku bisa merasakan bahwa ada hubungan yang sangat dekat antara mereka.

Wanita itu menatapku dengan pandangan tajam. 

“Siapa kamu?” tanyanya, jelas sekali dengan nada penuh curiga. 

Aku merasa seolah-olah dihakimi hanya dengan tatapan itu. Aku membuka mulut, tetapi tak ada kata yang keluar. 

Belum sempat aku menjelaskan siapa aku, Mas Raffi langsung menyela.

“Kamu masuk ke dalam mobil dulu, nanti aku jelaskan semuanya.” Suaranya terdengar sangat lembut, namun ada ketegangan yang begitu jelas. 

Dia menarik bahu wanita itu dengan penuh perhatian, seolah mengarahkannya kembali ke mobil.

Aku berhenti sejenak, terdiam di tempat. Mataku hanya bisa mengikuti gerak tubuh Mas Raffi yang begitu familiar, namun juga terasa sangat asing. 

Seakan-akan, semuanya telah berubah dalam sekejap. Aku ingin tahu lebih banyak, aku ingin tahu siapa wanita itu, apa hubungan mereka, dan yang paling penting—kenapa Mas Raffi tidak mengenaliku lagi dengan sepenuh hatinya?

Setelah wanita itu masuk ke dalam mobil, Mas Raffi mendekat ke arahku. Aku merasa seperti ada sesuatu yang menyumbat tenggorokanku. Aku ingin berbicara, tetapi tak tahu harus mulai dari mana.

“Mas, apa ini?” suaraku hampir tercekik, dan aku tahu bahwa dia bisa mendengarnya. 

Tapi aku hanya bisa menatapnya, mencoba mencari jawaban di matanya. Mengapa dia tidak memelukku seperti dulu? Mengapa dia tidak terlihat senang melihatku setelah sekian lama?

“Aku… kenapa kamu datang ke sini?” Mas Raffi akhirnya berkata, tetapi kata-kata itu sangat dingin, tidak ada kehangatan sama sekali. Dia tidak menunjukkan sedikit pun rasa rindu padaku.

Aku terdiam. Hatiku terasa sakit, lebih sakit daripada yang pernah kualami. 

“Mas, kenapa kamu begitu?” Aku ingin bertanya lebih banyak, tetapi mulutku seakan terkunci.

“Aku…” Mas Raffi kembali menyela, berbicara dengan suara yang lebih tegas. “Pulanglah ke kampung. Jangan datang ke sini lagi. Jangan buat aku terjerat masalah.”

Aku tidak bisa menahan air mataku lagi. Mas Raffi mengusirku? Apa yang terjadi pada Mas Raffi yang kukenal dulu?

“Ra, kamu nggak kasihan sama Ibu? Kenapa kamu meninggalkan Ibu sendirian di kampung?” Mas Raffi mencoba mengalihkan perhatian. 

Aku tahu dia berusaha menutupi sesuatu, mencoba membenarkan tindakannya, tapi aku tidak bisa menerima penjelasan seperti itu.

Aku tersenyum pahit. “Mas, kalau kamu benar-benar peduli padaku, kamu akan memelukku, bukan mengusirku.”

Aku ingin tahu lebih banyak, aku perlu tahu siapa wanita itu. Jika benar mereka hanya rekan kerja, mengapa Mas Raffi begitu mendalam menyembunyikan segalanya dariku? 

“Siapa dia, Mas? Wanita itu?” Aku terus menekan, mencari jawaban.

Mas Raffi menatap mobil itu dengan lama, seolah berpikir, sebelum akhirnya menjawab dengan ragu, “Ra, jangan salah paham. Dia… dia bos aku.”

Bos? 

Aku merasa ada yang tidak beres. 

“Benarkah dia bos kamu, Mas? Atau dia sebenarnya…” Aku berhenti, tidak bisa melanjutkan kalimat itu. Tak ada yang berani melanjutkan kata-kata itu.

Mas Raffi terdiam, wajahnya tampak pucat, seakan kata-kataku mengganggu pikirannya. 

“Ra, kamu tidak percayakan aku? Aku bekerja keras untuk kita, untuk masa depan kita,” katanya dengan suara yang mencoba meyakinkanku.

Aku menatapnya lebih dalam, mencari kebohongan dalam matanya. Tetapi aku tidak menemukan apa yang aku harapkan. 

“Mas, kamu bilang kalau kamu hanya buruh pabrik. Gaji kamu pas-pasan. Tapi kenapa kamu bisa membeli pakaian mahal seperti ini?” Aku menuntut jawaban.

Tubuh Mas Raffi terdiam, matanya mulai gelisah. Aku tahu dia sedang terpojok, dan aku tidak akan membiarkannya pergi begitu saja tanpa penjelasan.

“Ra, aku bisa jelaskan semuanya. Tapi nanti… sekarang aku harus kerja,” jawab Mas Raffi. 

“Bos aku sudah menunggu. Kamu tidak ingin kan suamimu ini kehilangan pekerjaan?” Suaranya semakin terdengar terburu-buru, seolah ingin menghindari percakapan ini lebih lama.

Aku merasa hatiku hancur berkeping-keping. “Jangan bohong, Mas. Apa yang kamu sembunyikan dariku?”

Pintu mobil tiba-tiba terbuka, dan wanita itu keluar dengan langkah cepat. 

“Raffi! Berapa lama lagi kamu bicara sama wanita itu?” teriaknya dengan marah, matanya menatapku dengan penuh kebencian.

Mas, kenapa kamu pilih dia? 

Aku terdiam, merasa bahwa apa yang aku takutkan akhirnya menjadi kenyataan.

“Mas! Sekarang kamu pilih, aku atau wanita itu?” ucapku dengan suara penuh penekanan, menggenggam kerah jas yang dipakainya. Aku ingin melihat bagaimana dia akan menjawab, jika dia masih mencintaiku.

Mas Raffi tampak bingung, matanya bergerak gelisah. Aku menanti jawabannya dengan hati yang penuh harap. 

Jika Mas Raffi masih mencintaiku, dia akan memilihku, bukan wanita itu.

Wanita itu kembali berteriak memanggil Mas Raffi, membuat semua orang yang lewat menoleh ke arah kami. Mas Raffi menghindar, menyingkirkan tanganku dari jas yang dikenakannya, lalu berbalik dengan cepat dan berjalan menuju wanita itu.

Ini yang kamu pilih, Mas?

Aku berdiri di sana, tak bisa berkata apa-apa. Tapi aku tidak bisa hanya diam. Aku harus mengejarnya, meminta penjelasan. Aku tidak bisa membiarkan semuanya berakhir seperti ini. 

Aku harus tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Saat aku hampir mendekat, wanita itu melangkah maju dan memeluk Mas Raffi. 

“Raf, kamu cinta sama aku kan?” tanyanya dengan nada menggoda.

Mas Raffi mengangguk, dan aku merasa dunia ini runtuh begitu saja. 

Jadi memang benar, Mas Raffi mencintai wanita itu.

Aku menggelengkan kepala, merasa perasaanku hancur berkeping-keping. 

Aku berjalan mendekat dan bertanya, “Mas, apa ini? Bukankah kamu bilang wanita itu bosmu?” 

Aku hampir tak bisa berkata-kata, hati ini begitu hancur.

Wanita itu melepaskan pelukannya, menatapku dengan tatapan penuh kebencian. 

“Apa kamu wanita simpanannya?” 

Aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Mata Mas Raffi menatapku dengan penuh penyesalan, tetapi juga kebingungannya sendiri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 58. ENDING

    Suara tangis bayi menggema di ruang operasi, menandai kehadiran seorang malaikat kecil di dunia.Zahra baru saja melahirkan secara caesar, seperti saat melahirkan anak pertamanya, Ramadhan.Proses yang penuh perjuangan itu kini tergantikan oleh perasaan lega dan bahagia yang meliputi seluruh ruangan.Elang berdiri di sisi Zahra. Dia tak henti-hentinya mengecup kening istrinya yang masih terbaring lemah di atas ranjang operasi. Air matanya mengalir, membasahi wajahnya yang penuh kebahagiaan.“Terima kasih, Sayang. Terima kasih untuk hadiah terindah yang kamu berikan padaku,” ucap Elang dengan nada bergetar. Tangannya menggenggam erat tangan Zahra, seolah ingin memastikan bahwa kebahagiaan ini nyata.Zahra tersenyum lembut meski tubuhnya masih lemah. “Semua ini juga karena kamu, Mas. Terima kasih sudah selalu ada di sisiku,” balasnya dengan suara pelan namun penuh cinta.Tak lama, seorang perawat menghampiri mereka sambil menggendong bayi mungil yang masih merah. “Pak, ini putri Anda,”

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 57.

    Di koridor yang sunyi, suara langkah kaki Zahra dan Elang menggema. Mereka baru saja selesai mendengar penjelasan dokter tentang kondisi Raffi.Dokter itu, seorang pria berusia sekitar lima puluh tahun dengan wajah penuh empati, menjelaskan bahwa tidak ada perubahan berarti pada Raffi sejak pertama kali dirawat di rumah sakit jiwa itu.“Dia sering menjerit ketakutan saat malam hari,” kata dokter dengan nada berat. “Dia terus mengulang bahwa dia bukan pembunuh, seolah dihantui rasa bersalah kepada Sarah dan Nessa. Namun, saat siang hari, dia terlihat berbeda. Raffi tersenyum, bicara sendiri, dan selalu menyebut nama Anda, Bu Zahra. Dia sering menceritakan bahwa istrinya, Zahra, adalah wanita yang cantik, baik, dan sangat mencintainya.”Kata-kata itu bergema di kepala Zahra, meskipun dia berusaha keras untuk tidak menunjukkan emosi.Kini, Zahra dan Elang berdiri di taman rumah sakit, mengamati Raffi dari kejauhan. Pria itu duduk di kursi roda, wajahnya yang dulu tampan kini terlihat le

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 56.

    Empat tahun sudah berlalu. Zahra dan Elang, yang selama ini tinggal di Kanada setelah menikah, akhirnya memutuskan untuk kembali ke Jakarta.Selama pernikahan mereka, Elang sering bolak-balik Jakarta–Kanada karena pekerjaannya. Namun, demi kebersamaan, mereka akhirnya sepakat untuk kembali ke Jakarta setelah Zahra menyelesaikan studinya.Di Bandara Soekarno-Hatta, suasana hangat menyambut kedatangan mereka. Seorang bocah kecil bermata bulat berlari dengan semangat ke arah sepasang paruh baya yang sudah menunggu.“Kakek! Nenek!” seru bocah itu dengan suara riang, membuat suasana bandara terasa lebih hidup.“Cucu Kakek yang ganteng,” ucap Burhan dengan penuh kasih, sambil berjongkok untuk menyambut pelukan cucunya.Ramadhan Luthfi Bagaskara, atau yang akrab dipanggil Rama, langsung memeluk erat kakeknya. “Kakek!”Burhan menggendong Rama sambil tersenyum lebar.“Rama kangen sama Kakek,” ujar Rama sambil mengecup pipi kakeknya.Reina, nenek Rama, tertawa kecil. “Sama Nenek nggak kangen ni

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 55.

    Pemakaman Sarah dan Nessa baru saja usai. Suasana penuh duka menyelimuti keluarga yang ditinggalkan.Tangis Alina pecah di tengah pelayat yang mulai membubarkan diri. Dia tak menyangka nasib anak tirinya dan cucunya akan berakhir dengan begitu tragis. Rasa kehilangan begitu besar, seakan mengguncang dunia kecilnya.“Kenapa semua ini harus terjadi?” ucapnya lirih sambil menatap nisan Sarah dan Nessa.Tak hanya Alina yang terguncang. Seluruh keluarga Zahra ikut terkejut ketika mengetahui pelaku pembunuhan Sarah dan Nessa adalah Raffi dan ibunya.Raffi, yang dulu dikenal sebagai pria yang baik dan penuh kasih, kini berubah menjadi pelaku kejahatan keji.Zahra sendiri tak bisa menyembunyikan rasa prihatinnya. Dia menghela napas panjang, mencoba meredam gejolak di dalam dadanya.Setelah pemakaman selesai, mereka kembali ke rumah nenek Halimah. Suasana di rumah terasa berat, seolah bayang-bayang tragedi tadi masih membekap mereka.Alina memilih mengurung diri di kamar, ditemani oleh putrany

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 54.

    Elang yang tengah bersiap menemui kliennya di sebuah hotel berbintang dikejutkan oleh berita mendadak dari seorang staf hotel.Seorang wanita ditemukan tewas di salah satu kamar hotel. Rasa ingin tahunya langsung membuncah, dan tanpa berpikir panjang, Elang memutuskan untuk memeriksa ke lokasi yang disebutkan.“Maaf, Pak Elang, saya harus memastikan Anda tahu apa yang terjadi,” ujar resepsionis hotel dengan nada gemetar. “Itu terjadi di kamar 304, lantai tiga.”Elang, yang sebelumnya fokus pada pertemuan bisnisnya, bahkan sampai melupakan Raffi, yang sudah menghilang entah ke mana.Bersama beberapa staf hotel, dia segera menuju lantai tiga. Di depan kamar 304, dia mendapati suasana tegang.Beberapa orang terlihat berdiri dengan wajah cemas, termasuk seorang pria yang sangat dia kenal.“Pak Derik? Apa yang Anda lakukan di sini?” tanya Elang dengan nada terkejut.Derik, klien yang sudah berjanji untuk bertemu dengannya, tampak pucat pasi. Wajahnya menggambarkan keterkejutan dan kesediha

  • Balasan Manis Untuk Suami Pengkhianat   BAB 53.

    Raffi terlihat panik, begitu juga dengan Sonia yang matanya langsung membelalak saat melihat Sarah yang tak sadarkan diri dengan kepala yang ber-lumu-ran da-rah.“Raf, apa yang sudah kamu lakukan!” teriak Sonia, suaranya melengking penuh kepanikan.Dia menutup mulutnya dengan kedua tangan, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Pemandangan itu terlalu mengerikan.Raffi berdiri terpaku. Dia memegang botol wine yang pecah di ujungnya, da-rah Sarah menetes dari pecahan kaca tersebut.Seketika, dia melempar botol itu jauh, seolah benda itu panas membakar tangannya.“Aku gak sengaja melakukannya. Aku hanya ingin membela diri dan kamu tahu itu!” teriak Raffi, suaranya bergetar, matanya memandang Sarah yang tergeletak tak bergerak di lantai.Da-rah terus mengalir dari kepala Sarah, membasahi lantai marmer yang mengkilap. Pemandangan itu membuat Sonia semakin panik.Sonia menoleh ke arah Raffi dengan tatapan tajam. “Raf, kita harus bawa Sarah ke rumah sakit. Dia bisa mening

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status