MasukKebutuhan rumah tangga yang mendesak membuat Astri nekat berhutang kesana kemari. Namun, apa yang telah dilakukannya membuat sang mertua murka dan mengusirnya. Astri terpaksa pergi dari rumah dan meninggalkan suami serta anak semata wayangnya. Setelah bertahun-tahun berlalu, akankah mereka bisa bertemu kembali?
Lihat lebih banyakAwan berlalu menuju pantry yang tak jauh dari tempat Nadia mendudukkan bokongnya. Awan membuka lemari es dan mengambil susu kotak rasa coklat yang tersedia di sana."Nih, minum dulu sambil nungguin aku.""Mas Awan nyetok kayak ginian?" tanya Nadia heran."Emang kamu pikir aku bakal nyetok apaan? Yang di kulkas ya cuma isinya kayak gitu, susu kotak, minuman soda, air putih sama buah-buahan. Aku jarang masak jadi ya paling kalau mau masak baru beli bahan-bahannya.""Mas bisa masak?" Nadia memelototkan matanya tak percaya. Wow, udah ganteng, pinter, mapan, mandiri, bisa masak, perfect, suamiable banget. Dan dia adalah suami aku sekarang. Ah, sekarang ya, belum tentu selamanya."Bisa, tapi ya yang gampang-gampang aja. Aku ke kamar dulu, ya. Kamu kuliahnya jam berapa?""Nanti jam sebelas, Mas. Cuma satu jam pelajaran.""Oh, ya udah nggak bakalan telat."Awan berlalu memasuki sebuah ruangan yang diyakini Nadia sebagai kamar lelaki itu. Nadia mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Apar
"Kamu kenapa diem aja, Nad?" tanya Awan pada gadis yang ada di sampingnya saat ini.Nadia menolehkan kepalanya yang semula melihat pemandangan jalan yang mereka lewati. Saat ini, mereka berdua sedang ada di dalam perjalanan menuju apartemen Awan sebelum berangkat ke kampus."Nggak papa, Mas. Aku bingung mau ngobrol apa."Awan tersenyum tanpa menoleh karena tak ingin konsentrasinya terpecah."Mas, mending aku berangkat sendiri aja ya, kuliahnya," Nadia memohon dengan tatapan memelas."Lalu, kamu mau ambil resiko anak buah pak Budi nyulik kamu lagi?""Kan urusan sama pak Budi udah beres, Mas.""Kita nggak akan tahu apa yang akan diperbuat lelaki tua itu kalau sampai aku lengah jagain kamu. Walaupun mungkin dia bilang kemarin urusan kita sudah beres, bisa aja dia ingkar janji, kan?""Iya sih, aku masih trauma lihat orang-orang berbadan gede dan berpakaian hitam ala bodyguard gitu.""Makanya, aku nggak mau biarin kamu pulang pergi sendiri sekarang."Awan memarkirkan mobilnya di parkiran b
Awan mengulum senyum saat Nadia melirik sinis padanya. Tak ada angin tak ada hujan tiba-tiba saja sikap Nadia menjadi sentimentil."Nadia! Jangan suka menuduh sembarangan. Siapa tahu nak Awan merindukan masakan ibunya.""Ibu benar. Aku memang merasa rindu akan masakan ibuku."Awan mengerling jenaka ke arah Nadia setelah mengatakannya.Nadia hanya mencibirkan bibirnya karena tahu Awan menggodanya. Pasti karena tanggapan Nadia tadi."Tuh kan, apa mami bilang.""Iya, iya, maaf udah su'uzon. Lagian, rindu masakan pacarnya juga kita nggak tahu, Mi."Astri menggelengkan kepala karena Nadia yang masih kukuh dengan pendapatnya. Mereka meneruskan makan dalam diam."Semalem mami kayak denger ada yang bertamu, Nad? Siapa?""Mami emang belum tidur semalem?""Hhhh, kamu ini. Mami nanya malah balik nanya. Mami baru aja tidur, belum nyenyak banget jadi denger suara dari ruang tamu. Cuma, waktu mau bangun kepala mami pusing. Ya udah, akhirnya mami tidur lagi aja. Toh, nggak mungkin tamunya masuk kala
"Yang masak mami, Mas. Aku kan nggak bisa masak. Jangankan masak, nyalain kompor aja nggak pernah. Maaf ya, Mas Awan malah dapetin istri yang nggak bisa apa-apa."Awan hanya tersenyum kecil dan mengacak rambut Nadia yang sudah rapi. Bibir Nadia mengerucut seketika sehingga Awan yang merasa gemas malah mencubit hidungnya."Aaaa, sakit Mas ih.""Hehe, aku gemes sama kamu."Semburat merah tampak menghiasi kedua pipi Nadia."Kamu palai blush on, ya?"Tangan Nadia memukul pelan bahu Awan dan menghentakkan kaki meninggalkan Awan yang terkekeh dengan sikapnya. Sangat jauh berbeda dengan sikap Awan di kampus yang terkenal cool dan jarang tersenyum. Kali ini, Nadia seperti melihat sisi lain Awan yang malah membuatnya merasa tersanjung karena Awan tak menampakkan sisi dirinya yang ini pada sembarang orang. Entah kalau nanti mereka di kampus, apakah sikap Awan akan seperti semula atau tetap seperti ini."Nak Awan, silahkan duduk.""Terima kasih, Bu. Maaf nih kalau saya merepotkan.""Kenapa masih












Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.