Gara-Gara Utang

Gara-Gara Utang

By:  umi roihan  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
41Chapters
2.4Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Kebutuhan rumah tangga yang mendesak membuat Astri nekat berhutang kesana kemari. Namun, apa yang telah dilakukannya membuat sang mertua murka dan mengusirnya. Astri terpaksa pergi dari rumah dan meninggalkan suami serta anak semata wayangnya. Setelah bertahun-tahun berlalu, akankah mereka bisa bertemu kembali?

View More
Gara-Gara Utang Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
No Comments
41 Chapters
Bab 1
"Pergi kamu dari sini sekarang juga. Kamu sudah tak pantas lagi tinggal di sini. Jangan pernah temui anak dan cucu saya." Astri tergugu dalam keheningan malam terusir dari rumah yang sudah ditinggalinya beberapa tahun ini. "Bu, biarkan Astri menginap malam ini. Aku tak mungkin membiarkan dia terlunta di jalan. Walau bagaimanapun Astri masih berstatus istri aku." Wanita setengah baya itu masih terengah menahan emosi. "Terserah kamu Is, ibu tak mau lagi melihat muka dia besok pagi." Ibu mertua Astri meninggalkan keluarga kecil itu dengan raut wajah kecewa. Ismail membangunkan istrinya lalu memapah wanita yang telah membersamainya sepuluh tahun itu. "Aku benar-benar minta maaf, Mas, aku tak bisa menjadi istri dan ibu yang baik." "Sudahlah As, toh semuanya juga sudah terjadi. Aku sudah berusaha sebisa mungkin menutupi kesalahan kamu. Apalah dayaku, aku tak tahu kalau tante Hamidah bercerita pada ibu." "Aku tahu Mas, aku hanya tak menyangka akan se
Read more
Bab 2
Petir menggelegar di tengah malam disertai hujan deras. Astri terbangun dari tidurnya. Ditengoknya jam dinding berwarna hijau yang ternyata menunjukkan waktu dini hari. Kakinya menuruni ranjang menuju kamar mandi. Berwudhu lalu menunaikan shalat sunnah dua rakaat yang menjadi kebiasaannya. Tangan menengadah, kaki bersimpuh dengan berurai air mata. Teringat akan putranya yang telah lama tak ditemui. Mungkin sekarang sudah dewasa. Bukan Astri tak mau menemuinya, tapi dia tak sanggup jika Dafa membenci ibu yang telah meninggalkannya dua puluh tahun lamanya. Entah bagaimana dia sekarang. Apakah dia tumbuh menjadi lelaki yang tampan seperti ayahnya? Masihkah Dafa ingat pada Astri setelah sekian lamanya tak bertemu? Akankah nasib mempertemukan mereka kembali suatu saat nanti? "Ya
Read more
Bab 3
"Mi, aku berangkat kuliah dulu ya," ucap Nadia setelah selesai membantu Astri mencuci piring."Nggak mau bareng sama mami?""Emang Mami mau kemana?""Kamu gimana sih Sayang, kemarin 'kan mami udah bilang mau ke konveksi."Nadia menepuk keningnya pelan."Oh iya, aku lupa Mi, maaf ya.""Iya, nggak papa. Kamu udah selesai beres-beresnya? Lihat lagi, siapa tahu ada yang ketinggalan."Nadia membongkar kembali ranselnya dan menghitung buku dan juga tugasnya."Udah semua, Mi. Mau berangkat sekarang?""Yuk, mami udah pesen taksi."
Read more
Bab 4
"Nad, temenin aku dulu yuk ke toko buku," ajak Salsa."Aku mau cepet pulang Sal, udah kangen sama mami.""Dasar anak mami.""Iya lah, anak papa sama mami. Emang anak siapa lagi.""Nad, kok aku ngerasa aneh ya, sama panggilan kamu buat tante Astri.""Aneh gimana? Biasa aja kayaknya.""Ya aneh aja gitu. Kamu manggil almarhum om Adnan papa tapi kamu manggil tante Astri mami, kan biasanya tuh mama papa atau mami papi.""Kok aku nggak nyadar, ya? Namun, dari kecil emang aku panggilnya papa sama mami. Jadi kayak udah biasa aja gitu. Ntar lah aku tanyain sama mami kenapa bisa beda.""Beneran nih N
Read more
Bab 5
Sesosok tegap dengan bahu kekar itu berdiri membelakangi Astri. Suasana yang tenang dan damai dirasakannya walau tak mengerti ada dimana dia sekarang. Seingatnya tadi dia sedang ada di ruang rawat klinik. Bagaimana tiba-tiba dia ada di sini dan siapa pemuda di depannya itu. Sedang Astri bertanya-tanya dalam hati, pemuda itu berkata sesuatu yang membuatnya tersentak."Aku benci sama Ibu. Ibu tega mengabaikan aku selama bertahun-tahun. Ibu tega meninggalkan aku sendiri. Ibu nggak sayang sama aku."Deg. Siapa sebenarnya lelaki muda itu? Kenapa dia memanggilku ibu dan berkata kalau dia membenciku? Apa jangan-jangan dia ...Lelaki itu berbalik tapi tak bisa Astri lihat bagaimana rupanya karena posisinya membelakangi matahari."Siapa kam
Read more
Bab 6
"Selamat pagi, bu Astri," sapa dokter Rianti saat kunjungan pagi itu."Selamat pagi, Dok," balas Astri dan juga Nadia."Bagaimana perasaannya saat ini, Bu?""Saya masih merasa lemas, Dok.""Baik Bu, saya periksa dulu ya."Dokter Rianti menyematkan stetoskop ke kedua lubang telinganya. Kemudian menekan-nekannya ke dada Astri. Menyentuh pergelangan tangan kiri Astri sambil melihat ke arah jam tangan yang melingkar di tangannya."Bagaimana Dok, apa mami saya boleh pulang sekarang?"Dokter Rianti tersenyum manis."Dengan berat hati, saya menyatakan kalau bu Astri belum boleh pulang. Sebaiknya b
Read more
Bab 7
"Yah, kenapa Ayah biarin ibu pergi? Kenapa ibu nggak boleh ada di sini? Ini kan rumah kita, Yah.""Dafa, anak ayah, suatu saat nanti kamu akan mengerti semua keadaan ini. Ayah dan ibu tak bisa bersama lagi. Tapi kami akan selalu menyayangi Dafa seperti biasanya. Tak akan ada yang berubah.""Tapi aku ingin kita selalu sama-sama, Yah, aku nggak mau pisah sama ibu. Bagaimana ibu di luar sana. Aku takut, aku takut ibu kenapa-napa. Aku bukan anak kecil lagi, Yah, aku tahu semuanya. Yang aku tak bisa mengerti kenapa ayah harus biarin ibu pergi dari rumah kita.""Tenanglah, Nak, walaupun ibu sudah nggak bersama kita lagi, ayah yakin ibu akan selalu menyayangimu.""Aku nggak mau Yah, aku mau sama ibu. Ayo kita susul ibu, Yah."
Read more
Bab 8
Sebuah mobil mewah berwarna putih tampak berbunyi dan mengedipkan lampu sekali ketika Salsa menekan remote di tangannya."Yuk, Nad, biar kita cepet sampai ke klinik."Nadia memandang takjub pada mobil milik Salsa."Sal, ini kita nggak salah mobil, kan?""Hahaha, enggak lah. Kalau salah mobil, aku nggak mungkin bisa buka mobil dengan kunci yang aku bawa ini. Udah ah, yuk cepetan masuk. Atau perlu aku bukain pintunya?"Nadia menggeleng cepat dan segera masuk ke dalam mobil sahabatnya."Mobil kamu bagus, Sal.""Bukan mobil aku, Nad. Ini mobil ayah tiri aku. Aku cuma minjem doang. Kalau mobil aku sendiri lagi di bengkel.""Oh, berarti ayah tiri kamu kaya banget dong ya, mobilnya aja keren gini.""Iya, dan aku beruntung banget mempunyai ayah tiri yang nggak hanya sayang sama mama aku tapi juga sayang sama aku. Bahkan, nggak ngebeda-bedain antara aku sama adik aku yang merupakan anak kandungnya."Salsa melajukan mobil i
Read more
Bab 9
Tok. Tok. Tok."Ya, sebentar," jawab Astri dari dapur. Tak lupa wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu mematikan kompor yang menyala. Untunglah, masakannya sudah matang hingga bisa ditinggalnya sebentar sebelum memindahkannya ke dalam wadah.Dengan tergopoh, Astri mencuci tangan di wastafel dan mengelapnya. Namun rupanya sang pengetuk pintu sudah tak sabar sehingga ketukannya semakin lama semakin seperti gedoran."Siapa sih, nggak sabaran amat. Memangnya aku ini punya kaki yang panjang hingga bisa mencapai pintu dalam waktu satu detik," gerutu Astri.Astri membuka pintu dengan wajah yang lumayan kesal. Walaupun tamu memang harus dihormati, tapi apa tak bisa sabar sebentar saja menunggu tuan rumah membuka pintu.Astr
Read more
Bab 10
Seorang pemuda yang sebentar lagi memasuki usia kepala tiga sedang duduk di sebuah kursi putar. Kepalanya diletakkan di sandaran kursi sambil berputar-putar ke kiri ke kanan. Tangannya memainkan sebuah mainan mobil kecil yang sudah pudar warnanya. Mainan yang sangat berarti untuknya. Mainan masa kecil dari seseorang yang sangat disayanginya.   "Bu, Dafa mau mainan itu," kata seorang bocah sambil menunjuk mobil-mobilan remote di sebuah toko mainan. Sang ibu yang berjalan di sampingnya menghentikan langkah dan menoleh ke arah toko mainan di dekat mereka. Saat ini, Dafa sedang ikut Astri belanja di pasar. Wanita berusia tiga puluh tahun yang bertubuh ramping bak remaja itu tersenyum dan berlutut menyejajarkan tingginya dengan sang anak. Tangannya mengusap lembut rambut Dafa yang hi
Read more
DMCA.com Protection Status