Dalam benak Khaelia sedang sibuk memikirkan pekerjaan di kantor dan tidak peduli dengan perkataan sepupunya. Sudah biasa Mila selalu menentang pendapatnya, seakan menjadi sepupu paling peduli padahal tidak peduli.
“Temen-temenku yang sarjana semua kerja di kantor besar. Saat weekend pada ngumpul di bar atau karaoke. Sedangkan kamu? Malah jadi admin gudang. Memangnya nggak malu apa kalau suatu saat ketemu teman?”
Khaelia mengangkat wajah dan menatap sepupunya lekat-lekat. Mila memang tidak pernah menyukainya terlebih sekarang saat ia tinggal di rumah ini. Dianggap sebagai penganggu dan menumpang hidup. Itulah kenapa ia menolak bersinggungan. Entah kenapa siang ini Mila sangat cerewet hingga mengesalkan.
“Apa pentingnya omongan orang? Yang penting kerja halal.”
Mila tertawa lirih sambil memutar bola mata.
“Ye, ye, ye, bilang aja sama piring kosongmu itu, apa pentingnya omongan orang. Lihat aja nanti kalau kalian berkumpul, baru tahu apa artinya diremehkan!”
Apakah Khaelia peduli omongan orang? Tentu saja. Bagaimana pun ia manusia biasa yang punya hati dan pikiran, tetap peduli dengan cemooh orang lain. Masalahnya biaya perawatan sang mama tidak bisa dibayar dengan omongan orang, karena itu ia memilih untuk mengabaikan dari pada sakit hati. Lagipula, kalau teman-temannya serta Mila tahu pekerjaan yang sesungguhnya, mereka pasti iri tapi menciptakan rasa iri orang lain bukan prioritasnya sekarang.
“Kalau takut dengan omongan orang lain, aku memilih untuk tidak bergaul.”
“Nggak takut jadi perawan tua karena nggak punya pacar?”
“Masalah itu ada waktunya?”
“Percaya diri sekali kamu! Merasa cantik? Kagak, ah. Wajahmu standar aja. Aku akui dadamu memang cukup besar tapi selebihnya biasa saja.”
“Apa kamu kurang kerjaan sampai mengomentari tubuh dan urusan percintaanku? Gimana kalau kamu cari kerja juga?”
Mila menyibakkan rambut ke belakang. “Tentu saja aku akan bekerja, setelah lulus. Targetku adalah Capital Group. Aku yakin bisa masuk sana dengan nilai-nilaiku.”
Khaelia enggan menanggapi ucapan sepupunya. Biarkan saja Mili mau melakukan apa yang penting tidak bersinggungan dengannya. Ia bangkit dari meja, mencuci piring wastafel dan bergegas ke kamar sang mama. Bosan bicara dengan Mila yang tidak pernah akrab dengannya. Padahal sepupu tapi saling membenci. Apakah Mila lupa kalau dulu saat masih kecil, dari pakaian, mainan, dan barang-barang lain mereka selalu berbagi?
Berbaring di samping sang mama yang terpejam, Khaelia menyandarkan kepala di bahu yang kurus. Sama sekali tidak ada daging di sana, hanya tulang berbalut kulit. Sang mama tidak pernah sadar, sehari-hari berbaring dalam keadaan mata tertutup. Khaelia berharap kalau keajaiban itu ada dan sang mama sembuh seperti sedia kala.
“Maa, semoga kerjaanku lancar. Nanti kita pindah ke rumah sakit yang bagus, ya, Ma. Biar dapat perawatan yang baik.”
Meskipun terpejam, tapi Khaelia yakin sang mama mendengar ucapannya. Ia akan mengumpulkan setiap sen dari gajinya, berhemat sebisa mungkin agar mamanya bisa dirawat di tempat yang lebih canggih. Tidak peduli kalau untuk itu ia harus dicium setiap hari oleh Carter. Lagipula ciuman itu bukan pemaksaan karena dirinya pun menyukainya. Kantuk menderanya dan Khaelia jatuh terlelap di samping sang mama.
***
Carter sedang berdiri di depan cermin. Sibuk memakai kemejanya. Menatap bayangannya di cermin dan mengernyit karena lingkaran hitam di bawah matanya sedikit berkurang. Apakah itu terjadi karena setiap istirahat selalu tidur? Bekerja bersama Khaelia selama satu bulan ini cukup membuatnya puas selain karena gadis itu pekerja yang cekatan tapi juga bisa mengimbangi cara berpikirnya. Khaelia menangkap perintahnya dengan cepat, tidak pernah membantah dan satu hal yang membuat senang adalah bibirnya cukup menyenangkan untuk dicium.
Tanpa sadar Carter tersenyum, mengingat tentang ciuman yang hampir setiap hari dilakukan. Entah apa yang merasukinya tapi seolah ingin mencium Khaelia terus menerus. Kalau bukan karena pekerjaan yang menumpuk, ia akan mencumbu dan meniduri gadis itu. Carter memaki dalam hati karena keinginan gila dalam dirinya. Tidak pernah terjadi sebelumnya ia begitu ingin mencumbu seorang gadis. Ingin sekali melucuti pakaian Khaelia tapi demi menjaga agar sekretarisnya tidak takut, terpaksa memendam niat bejatnya itu.
“Apakah Khaelia sadar kalau dadanya terlihat sangat besar dibandingkan dengan pinggangnya yang kecil?”
Khelia sedang melintasi lobi yang hari ini cukup ramai saat ponselnya bergetar. Ada notifikasi yang tidak dikenalnya dan ternyata pemberitahuan uang masuk. Ia terbelalak karena tidak menyangka gajinya akan sebesar ini. Hampir lima kali lipat dari gaji di perusahaan terdahulu. Ia sudah tahu gajinya besar, kisaran belasan juta tapi ternyata lebih dari itu. Tanpa sadar ia tersenyum, mengepalkan tangan dan melontarkannya ke udara.“Yes!”Beberapa pegawai yang berpapasan dengannya menatap curiga, Khaelia hanya mengangguk kecil pada mereka. Sedikit heran karena lobi lebih ramai dari biasa. Apakah karena hari gajian semua orang memutuskan untuk pulang lebih lambat. Bersama beberapa perempuan muda, ia mengantri lift. Mendengar mereka bercakap tentang lembur dan turun hanya untuk membeli makan malam.“Departemen pemasaran memang paling sibuk di awal bulan.” Gadis bertubuh kurus bicara sambil mencebik.“Kita dituntut untuk selalu memenuhi target.” Temannya yang berkacamata menimpali.“Malam Min
Carter mendesah, merasakan hasrat menyerbunya hanya karena teringat Khaelia. Ia harus menyingkirkan semua pikiran buruk kalau ingin Khaelia betah di tempatnya bekerja. Ia kehilangan sekretaris lamanya karena laki-laki muda itu tidak kuat bergadang terus menerus, berganti lagi dengan perempuan dan hanya bertahan satu bulan karena terlalu takut untuk bicara dengannya.Sekretarisnya yang terakhir seorang laki-laki berumut awal tiga puluhan, terhitung cukup lama bekerja, hampir enam bulan tapi akhirnya menyerah karena ingin menikah. Gonta-ganti sekretaris sampai-sampai Bosman kebingungan untuk mencari orang yang bisa menemaninya. Sejauh ini Khaelia tidak pernah mengeluh, ia hanya berharap nafsunya tidak membuat gadis itu pergi.Selesai berpakaian, ia keluar kamar. Disambut beberapa pelayan yang membungkuk di lorong. Kamarnya berada di lantai tiga, sengaja menggunakan tangga padahal ada lift tidak jauh dari kamarnya. Ia perlu olah raga agar tubuhnya tetap bugar. Rumah keluarga yang ditempa
Dalam benak Khaelia sedang sibuk memikirkan pekerjaan di kantor dan tidak peduli dengan perkataan sepupunya. Sudah biasa Mila selalu menentang pendapatnya, seakan menjadi sepupu paling peduli padahal tidak peduli.“Temen-temenku yang sarjana semua kerja di kantor besar. Saat weekend pada ngumpul di bar atau karaoke. Sedangkan kamu? Malah jadi admin gudang. Memangnya nggak malu apa kalau suatu saat ketemu teman?”Khaelia mengangkat wajah dan menatap sepupunya lekat-lekat. Mila memang tidak pernah menyukainya terlebih sekarang saat ia tinggal di rumah ini. Dianggap sebagai penganggu dan menumpang hidup. Itulah kenapa ia menolak bersinggungan. Entah kenapa siang ini Mila sangat cerewet hingga mengesalkan.“Apa pentingnya omongan orang? Yang penting kerja halal.”Mila tertawa lirih sambil memutar bola mata.“Ye, ye, ye, bilang aja sama piring kosongmu itu, apa pentingnya omongan orang. Lihat aja nanti kalau kalian berkumpul, baru tahu apa artinya diremehkan!”Apakah Khaelia peduli omongan
Waktu berlalu dengan cepat dan tanpa terasa sudah satu bulan Khaelia bekerja dengan Carter. Setiap hari melalui rutinitas yang sama. Membuat kopi, menyusun berkas, melakukan penjadwalan, dan setiap pukul 12 malam keduanya beristirahat 30 menit. Sesekali Carter memanggil pelayan untuk membawa cemilan dan mengajak Khaelia mencicipinya.Dengan senang hati Khaelia memakan semua yang disuguhkan, selain karena gratis semua makanan berkualitas tinggi dengan rasa yang luar biasa lezat. Ia tidak makan camilan dengan aroma mentega yang begitu menggugah. Tidak lupa, berciuman dengan hangat sambil berbagi kopi.Khaelia tidak pernah tahu kalau ciuman bisa memabukkan dan membuat candu. Ia pernah melakukannya dengan kekasihnya yang dulu, tapi rasanya sungguh berbeda. Dengan Carter ada kehangatan, mendamba, dan gairah yang tersembunyi. Sering kali ia membayangkan bagaimana kalau jadinya tidak hanya berciuman tapi hal lain?Hal Iain seperti apa? Bercumbu? Setelah pertemuan hari pertama di mana Carter
Setelah puas melihat-lihat, ia memutuskan untuk minum teh. Dengan malu-malu duduk di sofa sementara Carter merokok di sudut dekat gazebo. Menyesap tehnya, Khaelia diam-diam menatap profil atasannya. Carter yang ketampanannya tidak seperti manusia pada normal ternyata mempunyai sikap yang ramah. Tidak seperti boss-boss besar pada umumnya yang cenderung menjaga jarak dan bersikap sangat dingin, laki-laki itu justru terlihat santai.Apakah Khaelia berhalusinasi saat melihat Carter begitu berbeda dalam siraman cahaya bulan? Jangan-jangan memang matanya saja yang salah. Lagi pula ini pertama kalinya mereka berjumpa, apa yang berbeda pun tidak ada yang tahu.“Enak tehnya?”Carter yang baru selesai merokok, duduk di samping Khaelia, membuatnya tanpa sadar sedikit bergeser ke samping.“Enak sekali, Tuan.”“Kamu nggak ngopi? Biasanya kerja malam takut mengantuk.”“Tidak, Tuan. Mungkin karena terbiasa malam tidak tidur.”“Berarti ini bukan pertama kalinya kamu kerja malam?”Khaelia mengangguk.
Laki-laki muda dan tampan itu bernama Carter June Solitaire. Tidak banyak yang tahu kalau ia adalah anak kedua dari keluarga Solitaire yang merupakan pemilik saham terbanyak sekaligus pimpinan di Capital Group. Carter yang berambut sehitam arang dan bermata tajam, saat ini sedang memandang seorang gadis muda yang ketakutan. Menahan geli karena Khaelia terlihat ngeri seolah ia akan mengisap darahnya. Apa yang ada di pikiran Khaelia sebenarnya?Carter menatap lekat-lekat, pada Khaelia yang berjalan mundur perlahan. Menghitung dalam hati pada langkah keberapa perempuan itu akan membalikkan tubuh dan pergi. Ia memasukkan tangan ke dalam saku dengan kaki bersilang, seakan sedang menikmati pertunjukkan yang seru dan lucu. Sayangnya, perkiraannya salah karena Khaelia sama sekali tidak ada niatan untuk pergi. Bahkan dengan lantang mengatakan sesuatu yang membuatnya tercengang.Khaelia meneguk ludah dan menuruti perintah Carter. Saat ini yang ingin dilakukannya hanya dua hal. Bekerja untuk men