Share

BAB 6

Author: LucioLucas
last update Huling Na-update: 2025-09-20 00:56:59

Dalam benak Khaelia sedang sibuk memikirkan pekerjaan di kantor dan tidak peduli dengan perkataan sepupunya. Sudah biasa Mila selalu menentang pendapatnya, seakan menjadi sepupu paling peduli padahal tidak peduli.

“Temen-temenku yang sarjana semua kerja di kantor besar. Saat weekend pada ngumpul di bar atau karaoke. Sedangkan kamu? Malah jadi admin gudang. Memangnya nggak malu apa kalau suatu saat ketemu teman?”

Khaelia mengangkat wajah dan menatap sepupunya lekat-lekat. Mila memang tidak pernah menyukainya terlebih sekarang saat ia tinggal di rumah ini. Dianggap sebagai penganggu dan menumpang hidup. Itulah kenapa ia menolak bersinggungan. Entah kenapa siang ini Mila sangat cerewet hingga mengesalkan.

“Apa pentingnya omongan orang? Yang penting kerja halal.”

Mila tertawa lirih sambil memutar bola mata.

“Ye, ye, ye, bilang aja sama piring kosongmu itu, apa pentingnya omongan orang. Lihat aja nanti kalau kalian berkumpul, baru tahu apa artinya diremehkan!”

Apakah Khaelia peduli omongan orang? Tentu saja. Bagaimana pun ia manusia biasa yang punya hati dan pikiran, tetap peduli dengan cemooh orang lain. Masalahnya biaya perawatan sang mama tidak bisa dibayar dengan omongan orang, karena itu ia memilih untuk mengabaikan dari pada sakit hati. Lagipula, kalau teman-temannya serta Mila tahu pekerjaan yang sesungguhnya, mereka pasti iri tapi menciptakan rasa iri orang lain bukan prioritasnya sekarang.

“Kalau takut dengan omongan orang lain, aku memilih untuk tidak bergaul.”

“Nggak takut jadi perawan tua karena nggak punya pacar?”

“Masalah itu ada waktunya?”

“Percaya diri sekali kamu! Merasa cantik? Kagak, ah. Wajahmu standar aja. Aku akui dadamu memang cukup besar tapi selebihnya biasa saja.”

“Apa kamu kurang kerjaan sampai mengomentari tubuh dan urusan percintaanku? Gimana kalau kamu cari kerja juga?”

Mila menyibakkan rambut ke belakang. “Tentu saja aku akan bekerja, setelah lulus. Targetku adalah Capital Group. Aku yakin bisa masuk sana dengan nilai-nilaiku.”

Khaelia enggan menanggapi ucapan sepupunya. Biarkan saja Mili mau melakukan apa yang penting tidak bersinggungan dengannya. Ia bangkit dari meja, mencuci piring wastafel dan bergegas ke kamar sang mama. Bosan bicara dengan Mila yang tidak pernah akrab dengannya. Padahal sepupu tapi saling membenci. Apakah Mila lupa kalau dulu saat masih kecil, dari pakaian, mainan, dan barang-barang lain mereka selalu berbagi?

Berbaring di samping sang mama yang terpejam, Khaelia menyandarkan kepala di bahu yang kurus. Sama sekali tidak ada daging di sana, hanya tulang berbalut kulit. Sang mama tidak pernah sadar, sehari-hari berbaring dalam keadaan mata tertutup. Khaelia berharap kalau keajaiban itu ada dan sang mama sembuh seperti sedia kala.

“Maa, semoga kerjaanku lancar. Nanti kita pindah ke rumah sakit yang bagus, ya, Ma. Biar dapat perawatan yang baik.”

Meskipun terpejam, tapi Khaelia yakin sang mama mendengar ucapannya. Ia akan mengumpulkan setiap sen dari gajinya, berhemat sebisa mungkin agar mamanya bisa dirawat di tempat yang lebih canggih. Tidak peduli kalau untuk itu ia harus dicium setiap hari oleh Carter. Lagipula ciuman itu bukan pemaksaan karena dirinya pun menyukainya. Kantuk menderanya dan Khaelia jatuh terlelap di samping sang mama.

***

Carter sedang berdiri di depan cermin. Sibuk memakai kemejanya. Menatap bayangannya di cermin dan mengernyit karena lingkaran hitam di bawah matanya sedikit berkurang. Apakah itu terjadi karena setiap istirahat selalu tidur? Bekerja bersama Khaelia selama satu bulan ini cukup membuatnya puas selain karena gadis itu pekerja yang cekatan tapi juga bisa mengimbangi cara berpikirnya. Khaelia menangkap perintahnya dengan cepat, tidak pernah membantah dan satu hal yang membuat senang adalah bibirnya cukup menyenangkan untuk dicium.

Tanpa sadar Carter tersenyum, mengingat tentang ciuman yang hampir setiap hari dilakukan. Entah apa yang merasukinya tapi seolah ingin mencium Khaelia terus menerus. Kalau bukan karena pekerjaan yang menumpuk, ia akan mencumbu dan meniduri gadis itu. Carter memaki dalam hati karena keinginan gila dalam dirinya. Tidak pernah terjadi sebelumnya ia begitu ingin mencumbu seorang gadis. Ingin sekali melucuti pakaian Khaelia tapi demi menjaga agar sekretarisnya tidak takut, terpaksa memendam niat bejatnya itu.

“Apakah Khaelia sadar kalau dadanya terlihat sangat besar dibandingkan dengan pinggangnya yang kecil?”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Khaelia Sang Sekretaris Malam   BAB 23

    Semua pelayan yang bekerja di sini memakai seragam hitam dengan celemek dan penutup rambut putih. Mirip seperti pelayan yang dilihat dalam gambar-gambar komik. Rupanya dunia yang megah memang ada di Devil Town, hanya saja dirinya terlalu lugu, polos, dan kuper hingga kurangnya pengetahuan. Khaelia tidak akan kaget seandainya ada kebun binatang di belakang rumah. Entah apa yang ada dalam pikirannya, tanpa sadar membuat Khaelia tersenyum. Ia menunggu nyaris sepuluh menit dan tidak ada tanda-tanda kemunculan Carter.Memutuskan untuk tetap berdiri karena takut mengotori sofa kalau duduk. Coba-coba mengamati lukisan jalanan di dinding, berlagak seakan tertarik padahal tidak mengerti apa pun soal lukisan. Ia mengernyit ke arah lukisan jalanan didominasi warna orange dan biru dengan obyek jalan, orang-orang, serta kafe. Entah kenapa lukisan yang terlihat sederhana diletakkan di ruang tengah? Khaelia merasa otaknya tidak cukup cemerlang untuk berpikir soal seni.Hampi

  • Khaelia Sang Sekretaris Malam   BAB 22

    Di dalam kamar luas berdinding putih dengan parabot mewah dan mahal, Eiwa duduk di pinggir ranjang dengan cemas. Sesekali pandangannya tertuju pada ruang wardrobe di mana suaminya sedang berganti pakaian. Waktu makan malam hampir tiba, ia sudah rapi dengan gaun putih semata kaki tapi suaminya sampai sekarang belum beres juga.Sudah menjadi kebiasaan di rumah ini, setiap kali makan bersama akan memakai pakaian indah dan bagus. Semuanya demi meningkatkan nafsu makan agar menyantap hidangan lebih lezat. Kebiasaan ini sudah turun temurun dilakukan oleh keluarga Solitaire dan mereka meneruskannya hingga sekarang. Eiwa menggigit bibir bawah dengan cemas, menajamkan pendengaran seakan takut akan mendengar sesuatu padahal situasi sangat tenang. Meskipun ada suara angin ribut ataupun pertengkaran bisa dipastikan tidak akan terdengar sampai di kamar karena rumah mereka terlalu luas dan besar.Menghela napas berkali-kali hingga membuat dadanya turun naik. Ketidaksabaran membuat E

  • Khaelia Sang Sekretaris Malam   BAB 21

    Mengantri hampir dua jam untuk layanan yang tidak lebih dari dua puluh menit. Perutnya keroncongan dan memutuskan untuk makan di kedai yang menyediakan beragam olahan mi. Memesan mi bebek goreng dan segelas es teh. Ia sedang makan dengan lahap saat beberapa orang memasuki kedai. Khaelia tidak melihat mereka sampai salah satu dari orang itu meneriakkan namanya.“Khaelia? Ini kamu? Nggak nyangka ketemu di sini.”Khaelia mendongak, menatap terkejut pada dua laki-laki dan tiga perempuan yang mendatangi mejanya. Ia mengenal semua orang ini sebagai mantan teman sekantor dulu. Satu sosok laki-laki muda dengan kemeja biru tersenyum padanya.“Khaelia apa kabarmu?”Bagaimana ia harus bereksi saat bertemu dengan mantan kekasihnya. Yardan menarik kursi dan tanpa diundang duduk tepat di sampingnya.“Aku mendengar kamu sudah mendapatkan pekerjaan baru setelah minimarket tutup karena perampokan. Benar itu?”Khaelia menga

  • Khaelia Sang Sekretaris Malam   BAB 20

    Jam kerja baru saja selesai, Khaelia bersiap untuk pulang saat Carter menyergapnya. Malam ini keduanya sangat sibuk sampai nyaris tidak mengobrol satu sama lain. Makan dan istirahat pun hanya sekedarnya karena diburu waktu. Begitu selesai, kelegaan melanda Khaelia. Ingin cepat memakai jaket karena merasa kedinginan. Sayangnya tidak mudah melakukan itu karena Carter yang memeluknya dan mengusap tubuhnya sembarangan.“Bulu kudukmu merinding, kamu kedinginan Cara?”“Iya, Tuan.”“Ternyata tubuhmu lemah juga, tanpa bra dan celana dalam merasa kedinginan. Bagaimana kalau aku hangatkan sekarang?”Khaelia sudah menduga cara yang digunakan untuk menghangatkan tubuh berupa bercinta dengan liar di atas meja. Carter mengangkatnya ke atas meja yang kosong, menarik roknya ke atas dan membuka kemejanya. Meremas dada, mengisap puting, dan menyatukan tubuh mereka dengan penuh hasrat.Selama beberapa jam, Khaelia yang sibuk melupa

  • Khaelia Sang Sekretaris Malam   BAB 19

    Sekarang ini Carter bukan hanya merasa marah dan kesal tapi juga sangat geram. Karenia boleh saja beranggapan apa yang dilakukannya bukan hal buruk tapi bagi Carter sangat menganggu. Kalau tidak ingat hubungan mereka, ingin rasanya ia mendorong perempuan ini hingga terjengkang ke karpet.Saat ia dilanda kemarahan yang memuncak, penyelamat datang dalam bentuk adik bungsunya. Clovis menuruni tangga setengah berlari, berdiri di hadapannya dengan sedikit terengah.“Kak, Mama baru saja telepon katanya ada hal penting. Kakak harus meneleponnya sekarang.”Kata-kata Clovis membuat Karenia melepaskan pelukannya, menggunakan kesempatan itu Carter melesat pergi.“Thanks, aku akan telepon Mama di mobil.”Carter sungguh-sungguh berterima kasih pada adiknya yang sudah menyelamatkannya dari gangguan Karenia. Ia menstarter kendaraan dan melesat cepat mengitasi halaman menuju jalanan. Merasa lega terbebas dari kukungan rumah besar i

  • Khaelia Sang Sekretaris Malam   BAB 18

    Khaelia berjalan melintasi lobi dari pintu samping dengan sedikit kikuk. Takut kalau akan terpergok orang lain. Bagaimana tidak, Carter memintanya datang ke kantor malam ini tanpa menggunakan bra dan celana dalam. Bagian atas kemeja putih dengan rok selutut. Terpaksa Khaelia menutupi tubuhnya dengan jaket abu-abu, agar putingnya yang menegang tidak terlihat. Untungnya Carter mengirim uang untuk ongkos taxi, kalau tidak pasti dirinya bangkrut karena tidak bisa lagi berhemat dengan berangkat kerja menggunakan angkutan umum.Ia memelankan langkah saat melihat tiga sosok perempuan dari pemasaran yang waktu itu pernah dilihatnya. Tidak ingin bertemu mereka apalagi berebut lift, ia memilih untuk berhenti di dekat pilar. Ketiga perempuan itu bicara sambil tertawa-tawa gembira. Khaelia mengamati mereka dalam diam, teringat akan beberapa temannya yang sekarang tidak pernah lagi mengubunginya.Saat di kantor yang lama, Khaelia dekat dengan beberapa teman kantor. Posisinya sebaga

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status