Helena terbangun setelah menghabiskan malam pertamanya yang begitu panjang. Namun, bukanlah sang suami yang ia dapati melainkan kakak iparnya sendiri. Tanpa sadar mereka telah melewati malam panas bersama. Helena dan Willson sepakat untuk menyembunyikan aib mereka. Segala upaya pun Helena lakukan demi melupakan kejadian tersebut. Tapi sayangnya tak semudah itu. Tinggal bersama Willson di bawah atap yang sama membuat Helena terus merasakan kehangatan dan perhatian yang diberikan oleh pria tersebut. Ya, kehangatan yang bahkan tak pernah ia dapatkan dari suaminya sendiri.
Lihat lebih banyak“Tunggu saja suamimu di kamar ini, nanti dia akan datang."
Permintaan ibu mertuanya seketika membuat Helena gugup bukan main. Wanita itu berusaha untuk tetap memancarkan senyuman, namun dia tahu, bahwa telapak tangannya kini sudah basah dengan keringat.Hari itu, adalah hari pernikahannya. Helena mendapatkan permintaan langsung dari Rebecca, mertuanya, untuk menikahi putranya. Awalnya, Helena menolak dengan keras. Siapa yang ingin menikah dengan pria yang tak bertemu dengannya sama sekali?Namun, satu ucapan dari Rebecca membuat Helena tak bisa mengelak."Jika kamu menikah dengan putraku, aku akan melunasi seluruh utang yang ditinggalkan oleh orang tuamu, dan juga memindahkan kakakmu ke rumah sakit yang lebih memadai."Tawaran itu membuat Helena berubah pikiran. Ia mengingat sosok kakak laki-lakinya yang tengah terbaring di ranjang rumah sakit pasca mengalami kecelakaan hebat tempo hari. Helena tak tega melihat Arkan yang mati-matian berjuang melunasi utang keluarga mereka. Namun, sekeras apa pun usaha Helena untuk membantu, tetap saja hutang yang ditinggalkan orang tuanya seakan tak berkurang.“Baiklah, Tan. Aku akan menikah dengan putra Tante.”Karena persetujuan tersebut, Helena kini terduduk manis di atas sebuah ranjang yang bertabur kelopak mawar merah. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Dekorasinya sungguh indah. Melihat ini semua, Helena bisa merasakan seberapa besar antusias suami barunya, dan juga keluarganya, untuk menyambut malam pertama mereka.“Ternyata begini rasanya jadi pengantin baru.” Helena menyentuh dada yang berdegup hebat. Ia sungguh tak sabar bertemu dengan suaminya sendiri.Pasalnya, keluarga Maverick memiliki sebuah peraturan yang unik. Siapa pun anggota keluarga yang hendak menikah, maka orang tersebut dan calonnya tidak diizinkan untuk saling bertemu selama seminggu menjelang pernikahan.Bahkan, pesta pernikahannya hanya diadakan secara eksklusif, dan keduanya mengucap janji di latar yang berbeda, sehingga Helena pun belum mengetahui wajah suaminya sendiri.Tok! Tok! Tok!Ketukan pintu nan kasar terdengar sangat lantang. Segeralah Helena bangkit dan membukakan pintu tersebut. Sebelum itu, ia merapikan penampilannya terlebih dahulu dan menyunting raut wajahnya agar tampak ceria. Ia tak mau terlihat ketus di hadapan suami barunya.Bruk!!Begitu terkejut Helena saat ia menangkap tubuh kekar yang tiba-tiba saja hampir jatuh menimpanya.“Mas, kamu—“Helena gemetar saat menyadari bahwa suaminya tengah mabuk berat. Kaki wanita itu seakan menjadi lemah tak bertulang. Namun, keadaan memaksanya untuk tetap kuat.Helena memapah dan merebahkan tubuh sang pria di atas ranjang. Entah apa yang terjadi, Helena sama sekali tidak mengerti.“Sshh!” desis pria itu sambil memegangi kepalanya yang ngilu.“Mas, kamu kenapa? Apa yang membuatmu seperti ini?” tanya Helena. Ia begitu khawatir dengan keadaan suaminya.Lantunan suara lembut milik Helena berhasil membuat pria itu menoleh ke arahnya. Dalam hitungan detik mereka sempat saling bertukar pandang terlebih dahulu sebelum akhirnya sang pria menarik tubuh Helena.“Mas, tolong lepaskan.” Helena memberontak. Tetapi tak butuh waktu lama untuk Helena kembali terdiam dan pasrah. Dirinya sadar bahwa mulai saat ini dia sudah menjadi seorang istri. Dan kewajiban utama istri adalah melayani suami sendiri. Meski suaminya sedang di bawah pengaruh alkohol sekalipun.Lemahnya tubuh Helena membuat pria itu dengan mudah mengambil kendali dan mengurung Helena di bawah tubuhnya.Jantung Helena berdegup tak karuan. Tangannya mencengkeram sprei dengan sedikit gemetar. Tenggorokannya terasa kering dan lidahnya menjadi kelu. Haruskah mereka melakukannya sekarang? Tidak bisakah mereka menundanya hingga Helena siap?"Mas, aku ... eummph!!" Helena langsung terbungkam tatkala bibir tipis pria itu menyentuh bibir ranumnya. Helena bisa merasakan aliran panas menjalari tubuhnya.Helena mencoba melarikan pandangannya dan menoleh ke samping demi menghindari ciuman tersebut. Namun, dengan gesit lelaki itu mengembalikan dirinya pada posisi semula dan menyesap habis seluruh rasa manis pada bibirnya.Napas Helena terpogoh-pogoh saat pria tersebut melepaskan bibirnya dan sedikit memberi jarak di antara wajah mereka. Ingin sekali Helena menyedot seluruh udara di ruangan itu untuk menormalkan kembali napasnya yang sesak.Dalam posisi tersebut, tanpa sadar Helena merenungi ketampanan pria di hadapannya. Ia benar-benar tak menyangka bahwa pria ini adalah Dion, suaminya sendiri.Tetapi meski begitu, ada banyak pertanyaan yang menari-nari di kepala Helena. Mengapa mereka harus melakukan malam pertama dalam keadaan konyol seperti ini? Bukankah seharusnya mereka melakukannya dalam keadaan sadar satu sama lain? Lalu kenapa Dion lebih memilih untuk memabukkan diri di malam yang spesial ini?Tiba-tiba saja sebuah sentuhan mengembalikan Helena pada kenyataan. Ia sedikit terkejut saat tangan kasar pria itu menyentuh pipinya dengan lembut dan penuh kasih. Helena semakin gugup saat tatapan mereka bertemu."Cantik." Pujian pria itu bercampur dengan suaranya yang dalam dan berat. Telinga Helena hampir meleleh saat mendengarnya.Tak lama kemudian, kegugupan kembali meluap saat lelaki tersebut menurunkan tali lingerie yang menghiasi kedua pundaknya. Tak hanya itu, bibir pria itu bahkan mulai menyesap leher putih Helena, meninggalkan jejak merah, serta membuat sang wanita mendesah nikmat.“Ah…”Helena membiarkan pria tersebut berbuat sesukanya dan memberi akses untuk berbuat lebih jauh lagi. Dan akhirnya, malam itu pun terjadi. Mereka melakukan sesuatu yang seharusnya memang dilakukan pasangan suami-istri. ***Kring!Suara dering alarm tiba-tiba membangunkan Helena. Wanita itu meregangkan tangannya, mencoba mencari keberadaan suaminya.“Mas?” panggilnya di tengah-tengah kesadarannya. Namun, wanita itu sama sekali tak menemukan suaminya.Mengapa Dion tidak membangunkannya? Apakah Dion tahu betapa lelahnya Helena dan bermaksud memberinya kesempatan untuk terus beristirahat? Jika memang benar begitu, bukankah suaminya terkesan manis sekali?Tapi tetap saja. Helena khawatir jika dia akan di cap sebagai wanita tidak tahu diri karena bangun kesiangan di hari pertamanya menjadi istri dan menantu di keluarga Maverick.Meski badannya masih terasa remuk dan jalannya tertatih-tatih, sebisa mungkin Helena sampai di ruang makan tepat waktu.Syukurlah, saat tiba di sana, semua anggota keluarga belum memulai sarapannya. Namun, sepertinya ada yang aneh. Ia tidak melihat tanda-tanda keberadaan Dion sedikitpun. Bukankah seharusnya pria itu sudah ada sejak tadi?"Helena, ayo duduk. Jangan sungkan-sungkan. Bagaimanapun juga, sekarang kamu sudah menjadi bagian dari keluarga ini." Rebecca berbicara setelah melihat ekspresi Helena yang tampak kebingungan. Ia berpikir bahwa Helena tengah malu-malu lantaran ia tidak terbiasa dengan lingkungan baru ini.Helena terjaga dari lamunannya dan segera menatap Rebecca. "Ma, di mana Mas Dion?"Rebecca mengernyitkan kening. "Dia tidak memberitahumu?""Memberitahu apa?" Helena semakin kebingungan."Kemarin setelah acara resepsi selesai, Dion pergi untuk menangani masalah kantor yang sedang membutuhkan perhatiannya. Dia baru akan pulang pagi ini dan berjanji untuk segera mengirimkanmu chat pribadi. Apakah dia tidak mengirim pesan apa pun?”Kedua manik Helena membulat sempurna. Kilatan petir baru saja menyambar jiwanya dengan sangat hebat. Tubuhnya yang lemah mungkin sudah jatuh ke lantai saat ini jika ia tidak segera menahan dirinya.Helena berharap ini semua hanyalah mimpi buruk. Namun, rasa sakit pada bagian bawah tubuhnya dan bercak darah segar yang menghiasi tempat tidurnya membuat dia yakin bahwa semua ini adalah kenyataan.Lalu, siapa pria itu? Siapa pria yang telah menghabiskan malam panjang bersamanya?"Helena.”“I-iya, Ma. Sepertinya aku melewatkan pesan Mas Dion. Sejak kemarin aku belum membuka ponselku sama sekali,” kata Helena jujur.Dengan gemetar, tangan lentik itu meraih sebuah kursi dan menempatinya. Pikirin Helena menjadi kosong dalam sekejap. Tak ada sedikitpun tenaga dalam dirinya untuk menyentuh santapan yang ada di hadapannya."Pagi, Ma, Pa." Suara bariton yang khas menyapa telinga Helena dengan sejuk. Dia ingat sekali suara itu. Dengan keberanian penuh Helena mengangkat kepala dan melihat sosok yang baru saja datang.Dan benar saja, dia adalah pria yang telah menghabiskan malam indah bersama dengannya."Helena, perkenalkan. Ini Willson, kakak kandungnya Dion.""Will berangkat duluan." Tanpa basa-basi, Willson langsung bangkit. Meninggalkan sarapannya yang belum selesai dan meninggalkan Rebecca yang hendak bicara serius dengannya.Rebecca berdecak lidah. Dia tahu Willson sengaja menghindarinya. Apalagi dirinya sangat yakin bahwa Willson mengerti apa yang ingin dia bahas. Seketika suasana menjadi lebih hening dan canggung setelah menyaksikan Rebecca dicampakkan oleh putranya sendiri. Carlos yang teringat akan sesuatu, mengatakan pada Rebecca bahwa hari ini mereka memiliki jadwal pertemuan dengan kerabat jauh yang sudah lama tak bertemu. Mendengar itu, Rebecca memaksakan senyumnya. Dia masih sedikit kecewa dengan perlakuan Willson beberapa saat lalu."Ayo," kata Dion saat bangkit dari kursi sambil menyapu bibirnya dengan tisu."Ke mana?" Helena menatap bingung."Hari ini kamu ada pemotretan di Gedung X dekat kantorku, 'kan?"Helena tak langsung menjawab. Dia menoleh menatap Rebecca, dan wanita paruh baya itu tiba-tiba mengangguk lembut. Tern
"Dia mabuk lagi?"Helena mengerutkan kening. Ia memandangi Willson yang tengah berjalan keluar dari mobil dengan sempoyongan. Pria itu seperti kesulitan mengimbangi langkahnya. Namun, tak lama kemudian salah satu penjaga rumah datang dan membantunya.Willson terlihat menolak. Ia menyuruh penjaga itu untuk menjauh. Tetapi setelah berusaha berjalan sendiri, dia malah kehilangan keseimbangannya. Syukurlah penjaga tersebut sudah lebih dulu menahannya.Helena bergidik ngeri. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana pria itu membawa mobilnya dalam keadaan mabuk berat. Tapi di balik perasaan aneh tersebut, Helena merasa sedikit khawatir. Dirinya takut jika Willson terus-terusan seperti ini, maka pria itu bisa saja mengalami sesuatu yang tidak diinginkan saat berkendara. Kecelakaan bisa terjadi kapan saja, 'kan? Jika bukan sekarang, mungkin nanti."Helena, ambilkan aku minum."Seketika Helena tersadar dari lamunannya. Ia masuk kembali ke dalam kamar dan menyaksikan Dion yang terbangun karena teng
"Sungguh? Kamu akan melakukan itu pada kakakmu?"Netra Monica membinar sempurna mengetahui rencana yang Dion buat untuk Willson. Meski Monica tidak terlalu membenci Willson, tapi dia tak rela jika mengetahui bahwa posisi Willson berada jauh di atas kekasihnya. Dia ingin Dion-lah yang terbaik dalam segala hal. Karena apa pun yang menjadi milik Dion, akan menjadi miliknya juga."Tentu saja." Dion menjawab dengan penuh percaya diri. Dia meyakinkan Monica bahwa rencananya kali ini pasti akan berhasil dan membuahkan hasil yang luar biasa.***Willson menatap hamparan danau yang airnya begitu tenang. Udara hari ini terbilang cukup sejuk. Angin lembut yang melintas membuat rambut Willson bergerak indah dan bebas. Kicauan burung pun turut memeriahkan suasana damai tersebut.Willson bersandar pada pagar besi di pinggir danau. Tak peduli apakah lengan kemejanya akan kotor atau tidak, dia terlalu sibuk memandangi gedung-gedung perkotaan yang berada jauh di seberang sana. Willson senang lantaran t
"Aku punya tugas baru lagi untukmu."Dion tersenyum miring saat berkata demikian. Salah satu tangannya memegang ponsel, sementara yang satu lainnya tanpa sadar memainkan pulpen dengan jari-jemarinya yang tegas."Tidak. Saat ini aku sedang tidak bisa keluar. Kita ketemuan besok di kafe untuk membicarakannya. Aku akan mengirimkan alamat kafenya padamu.""Tenang saja. Semua sudah aku siapkan. Kamu hanya perlu melakukannya dengan benar. Untuk imbalan, aku juga sudah menyiapkannya."Di saat yang bersamaan, ketukan pintu terdengar. Dion menoleh dan mendapati seorang wanita cantik masuk dengan membawa senyuman terbaiknya. Dion membalas senyuman Monica. Sekilas, dia memindai penampilan seksi Monica yang mengenakan pakaian super ketat. Ia mengamati setiap lekukannya tanpa celah. Mulai dari atas ke bawah, dan sebaliknya. Kalau saja Rania tidak kembali angkat bicara, mungkin saat ini Dion masih belum kembali pada dunia nyata dan larut dalam fantasi liarnya."Baiklah. Kita lanjutkan lagi nanti."
"Kamu sakit?"Mia tidak henti-henti menanyakan hal yang sama pada Helena. Sahabatnya itu menggelengkan kepala, memberikan jawaban yang sama pula.Helena mengatakan bahwa dia tidak sakit sama sekali. Dan setelah Mia memeriksa suhu tubuhnya, memang terkesan normal dan tidak panas. Namun, anehnya wajah Helena tampak sangat pucat seperti orang kelelahan.Helena hanya bisa meyakinkan Mia bahwa dia baik-baik saja. Tidak mungkin dia menceritakan tentang kegilaan Dion semalam yang menyuruhnya bermain hingga pagi. Selain Mia yang tidak mengenal Dion, sahabatnya itu juga belum tahu kalau dirinya sudah menikah. Jadi tidak ada gunanya menceritakan hal-hal buruk tentang Dion padanya."Coba cek dulu. Takutnya ada yang hilang." Mia menunjuk dompet di tangan Helena dengan gerakan dagunya.Setelah memeriksa keseluruhan isi dompet tersebut, Helena tersenyum tipis."Tidak ada yang hilang, kok. Semuanya masih lengkap.""Huh, syukurlah." Mia berucap sebelum meminum jus mangga miliknya."Ngomong-ngomong, k
"Sstt ... Mas."Helena berusaha mengeluarkan tangan Dion dari dalam piyamanya. Namun, justru Dion semakin meliarkan gerakan jarinya. Membuat Helena meringis menahan geli dan rasa takut sekaligus.Perlakuannya yang kasar dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutnya saat berhubungan, membuat Helena merasa seolah ia tidak sedang memuaskan suaminya sendiri melainkan binatang buas.Helena seringkali menangis di pelukan pria itu. Ia memohon agar Dion memperlakukan dia dengan semestinya. Helena ingin hubungan suami-istri yang terjadi di antara mereka dilakukan dengan cara yang baik-baik. Bukan dengan pemaksaan dan kekasaran seperti ini. Tapi seperti biasa, Dion tak pernah mengindahkan keinginannya tersebut. "Eumph!!" Dion menahan bibir Helena dengan bibirnya. Lelaki itu memberikan ciuman yang semakin dalam seakan sedang mencari sesuatu yang sejak tadi ia tahan. "Kamu berani pergi terlalu lama dan membiarkanku menunggu hingga larut. Jadi sekarang persiapkan dirimu sampai pagi. Mengerti?"
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen