TUKANG CILOK TERNYATA INTEL

TUKANG CILOK TERNYATA INTEL

last updateLast Updated : 2025-07-01
By:  ananda zhiaOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
8Chapters
5views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Dua bulan sebelum menikah, calon suamiku malah direbut kakak tiri. Akhirnya aku menerima lamaran tukang cilok yang menyelamatkan ku dari preman. Tanpa kuduga, tukang cilok itu memberikan mahar fantastis sampai ibu dan kakak tiriku iri. Ternyata tukang cilok itu adalah intel dan pengusaha.

View More

Chapter 1

Tukang 1

"Bu, apa bedanya charger hp dengan bu guru?" tanya penjual cilok itu sambil menyiram kuah panas ke ciloknya di dalam tirisan baskom.

"Hm, beda lah, Mas! Charger hp kan benda. Aku manusia," ujar Aluna sambil menatap ke arah cilok di hadapan nya yang mengepul setelah tersiram kuah.

Penjual cilok itu tersenyum. "Hm, salah! Kalau charger hp kan ada tipe C, kalau bu Guru, tipe aku!" ujar penjual cilok itu tertawa.

Aluna melipat tangan di dada, menahan senyum. “Halah, Mas. Ngerayu mulu daritadi. Saya jadi takut nyicip, lho.”

Penjual cilok gondrong itu terkekeh sambil menggoyang-goyangkan baskom isi cilok rebusnya. Rambutnya panjang dan diikat ke belakang, dengan celemek batik yang penuh noda saus dan kecap. Tapi senyumnya... terlalu percaya diri untuk ukuran tukang cilok.

“Saya serius. Ini cilok warisan leluhur. Dulu kakek saya waktu jualan cilok bisa bikin nenek saya yang jadi kembang desa jatuh cinta dan akhirnya mereka menikah!

Kalau bu Guru jadi pelanggan saya, dijamin jatuh cinta pada saya!" seru penjual cilok itu bersemangat.

Aluna mengambil tu5ukan cilok dan mencelupkannya ke dalam saus kacang yang kental.

“Hmm... enak sih. Tapi belum bikin saya jatuh cinta,” katanya sambil mengunyah.

“Belum? Coba seminggu aja, Bu Guru. Biar nanti ketahuan siapa yang bener-bener nempel di hati, cilok saya atau mantan Ibu yang ghosting kemarin itu.”

Aluna melotot. “Lho, kok tahu soal mantan saya?”

Penjual cilok itu menjentikkan jari. “Int3lijen cilok, Bu. Kami bukan cuma jualan rasa, tapi juga informasi.”

Aluna hanya menggeleng gelengkan k3p4lanya sambil tersenyum kecil. Malas menanggapi lelucon tukang cilok. Tapi yang pasti cilok penjual baru itu sangat lezat.

Sejak hari itu, Aluna jadi pelanggan tetap. Setiap pulang mengajar di SD depan kosnya, dia menyempatkan mampir ke gerobak cilok gondrong. Entah karena ciloknya memang enak atau karena penjualnya yang terlalu kocak untuk diabaikan.

Namanya mengaku Mas Haris. Tapi anak-anak SD lebih suka memanggilnya “Mas Gondrong.” Dia suka melucu, menggoda semua guru perempuan, tapi entah kenapa cuma sama Aluna dia selalu manggil “Bu Guru Cintaku.”

Kadang Aluna kesel, kadang geli sendiri. Pernah suatu hari, Haris menyanyi keras-keras di depan gerobaknya:

“Bu Guru manis senyumnya, bikin cilok saya lumer...

Kalau Bu Guru nyengir, hati saya keb4kar kayak cabai rawit lima biji...”

Anak-anak SD ketawa ngakak, guru-guru lain melongo, sementara Aluna nyaris sembunyi ke balik pagar sekolah saking malunya.

Tapi dia tetap beli cilok sore itu.

Sebulan setelah kehadiran Haris di depan SD, lingkungan kos Aluna mendadak heboh.

Siang itu, suara sirene p0l1si meraung. Dua mobil p0lisi berhenti tepat di depan rumah kos sebelah, milik Mbak Rani, tetangga kos Aluna. P0lisi berseragam turun, membawa b0rg0l dan kamera. Warga sekitar berkerumun, para ibu-ibu membawa kursi plastik dan cemilan seperti sedang nonton sinetron live.

“Eh, itu kan Mbak Rani?”

“Lho, katanya kerja di toko roti?”

“Katanya punya bisnis online? Lah ini ditangkep p0lisi?”

Aluna berdiri di depan pagar kosnya, mem3luk buku catatan sambil melihat ke arah rumah sebelah. Di tengah kerumunan dan lampu biru polisi yang berkedip, dia nyaris tidak menyadari seseorang berdiri tak jauh darinya.

Gerobak cilok.

Masih di tempat biasa. Tapi Haris tidak menjajakan cilok.

Dia berdiri tegak, tangan di saku celana, menatap ke arah Aluna dengan senyum tipis.

Lalu, dia mengedipkan sebelah mata.

Aluna mengernyit.

Haris berbalik, mengambil helm hitam dari gerobaknya, lalu berjalan cepat menuju arah belakang kos. Gerobaknya ditinggal begitu saja.

Beberapa detik kemudian, seorang pria tampan berjas kulit muncul dari arah yang sama, membuka papan nama bertuliskan “Haris Cilok Mantul” dan mengangkatnya masuk ke dalam mobil hitam.

“Eh, itu siapa?”

“Mana Mas Gondrong?”

“Lho, gerobaknya diangkat, kenapa tuh?”

Aluna mundur selangkah, bingung. Jantungnya berdetak cepat. Semua terasa aneh. Terlalu rapi. Terlalu cepat.

Polisi mulai membawa Mbak Rani ke mobil. Perempuan itu menangis, sambil meronta. “Saya cuma dititipin barang! Saya nggak tahu isinya apaa...”

Dan saat itu, dari arah mobil polisi, Haris menurunkan kaca jendela sekilas. Bukan dengan celemek batik dan sendok cilok di tangan, tapi dengan rompi hitam.

Aluna membeku.

“Oh, jangan bilang dia...” gumamnya pelan.

Haris menatap ke arah Aluna sekilas. Kali ini tak ada senyum, tak ada rayuan. Wajahnya serius. Matanya t4jam.

Tapi sesaat sebelum mobilnya menghilang, dia sempat menoleh kembali dan—untuk terakhir kalinya sore itu—mengangkat alis dengan gaya usil.

Next?

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
8 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status