Terpaksa Menikahi Calon Adik Ipar

Terpaksa Menikahi Calon Adik Ipar

Oleh:  Arsta  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
9Bab
725Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Seharusnya tidak masalah jika menikah dengan laki-laki yang ku dambakan selama ini. Mungkin, menikah adalah satu keinginan yang selalu ku bayangkan dengan satu pesta meriah dengan semerbak bunga yang begitu cantik. Dengan gaun putih berekor bermahkota kan Tiara cantik nan berkilau, seharusnya menjadi harapan yang ku gadang akan ku realitakan. Tapi? nyatayanya, disinilah aku dengan segala rasa yang sebenarnya tidak pernah ku pikirkan sama sekali.

Lihat lebih banyak
Terpaksa Menikahi Calon Adik Ipar Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
9 Bab
Sah?
"Sah!"Seperti baru saja memejamkan mata,lalu di paksa bangun segera. Aku seperti manusia kehilangan nyawa sejenak. Ini beneran? Ini sungguhan? Kemarin masih jalan jalan sama anak orang orang sekarang sudah jadi suami anak orang beneran.Aku menelan siliva yang menempel di tenggorokan. Bagaimana tidak? Jika seharusnya aku menjadi kakak iparnya, kini malah menjadi istrinya. Yasalam. Mas Ravin menatapku aneh, lalu mengulurkan tangan kanannya untuk ku cium. Aku menurut, bisa apa lagi? Wajah lelaki itu memerah. Paduan antara geram bingung dan marah. Aku yakin ia tak nyaman. Sumpah! Karena aku juga sudah merasakannya. Sedari tadi saat tiba-tiba mama berbisik di telingaku, kalau Nisya adik terlaknatku kabur, dan dengan tanpa rasa bersalah anak nakal itu mengamanatkan agar aku yang menggantikannya. Astagfirullah, gusti. Ampuni aku yang kini sudah melafalkan sumpah serapah untuk adik cantik yang ingin ku sentil otaknya itu. Masih ingat jelas di ingatan bagaimana ia menggebu bercerita tentang
Baca selengkapnya
tidak mudah, bukan berarti susah
"Buah hati selalu berhasil menjadi penyejuk antara orang tuanya, Rin."Lagi-lagi kata-kata mama Luna mengembang di pikiranku."Sulit,ma.""Laki-laki,sekuat apapun egonya akan kalah dengan nafsunya. Percaya sama mama."Aku diam, masalahnya beda mama.Semerawut. Hanya itu yang ada di hatiku saat ini. Bayangkan saja, ya, bayangkan saja, karena menjadi aku terlalu sulit. Bagaimana sekarang jika salah satu di antara kalian ada diposisiku, menjadi tumbal keegoisan adik tercinta dan menjadi istri dari calon adik ipar? Oh tuhan. Ini terlalu mendadak. Aku sungguh berharap ini hanya mimpi."Ehm,"Aku menoleh karena deheman itu. Mas Ravin membawa satu stel gamis yang ku pastikan itu baru pemberian mama. Ah, memang tak ada persiapan apapun tadi. Usai akad nikah dan berpamitan pada para keluarga dekat, aku langsung di bawanya kabur. Ya, kabur. Itu lebih cocok untuk sikap kami yang menghindari berbagai pertanyaan yang kami yakin akan di cekokan, terutama dari teman dan kolega bisnis Mas Ravin."Ini
Baca selengkapnya
sabar, ini baru awal.
"Mas, bajunya mau pakai warna apa?"Aku mendengar sautan tak jelas dari dalam kamar mandi.Seperti beberapa hari terakhir, terhitung satu minggu menjadi istri. Aku menyiapkan segala kebutuhan suamiku sebelum berangkat ke kantor. Tidak tau seleranya, wajar saja aku menyiapkan segalanya melihat dari sudut pandangku dan keyakinan bahwa stelan ini tak akan mengurangi tingkat kegantengannya. Dingin sih, tapi tetep ganteng."Itu Mas, pakaiannya Karin siapin di ranjang. Maaf kalau nggak sesuai."Ujarku mendengar pintu kamar mandi terbuka. Belum menoleh, dia berdehem aku membalik badan. Innalillah, mataku!"Mas Ravin! Kenapa nggak pake baju!"Pekik ku tak sadar, biasanya dia selalu berpakaian lengkap saat keluar kamar mandi. Tidak ku dengar sahutan kecuali menggumamkan maaf, lalu memakai baju. Aku masih memunggunginya. Sampai dia berdehem, memberi tahu ia sudah berbaju. Aih?"Lain kali, kalau pakai baju di kamar mandi, Mas. Jangan di luar, apa gunanya kamar mandi kalau fungsi kamar mandi sendi
Baca selengkapnya
Bukan masalah besar
"Boleh?"Aku mengangguk dua kali, berjalan mendekat ke arah mas Ravin. "Disini?" tanyaku."Agak ke samping." jawabnya. Aku menurut, mengikuti instruksi nya."pusing?" tanyaku.Dia berdehem untuk jawabannya. Aku menghela napas, saat ku rasakan dia berdiri."Makasih, maaf ngerepotin."Aku ingin menjawab, tidak. Sama sekali tidak repot. Tidak masalah kalau pengen di pijit setiap hari. Tapi suaraku tidak keluar,hanya sampai di tenggorokan. Kemudian ku lihat dia mengambil kapsul di laci meja."Mau pakai air,atau roti minum obatnya?"Tidak menjawab, dia hanya menggoyangkan tangan dan keluar. Mungkin untuk mengambil air. Kan nyesek. Di tolak lagi. Nggakpapa.******* Kepalaku mengangguk untuk yang kesekian kali. Mama Luna sedang berbaik hati mengajarkan kepadaku bagaimana cara merawat bunga di pekarangan belakang. Aku takjub dengan pengetahuan mama mertuaku kali ini. Beribu macam bunga ada disini. Dan dia hebatnya, beliau tau nama masing-masing nona jelita yang kini di basuhnya dengan penuh
Baca selengkapnya
ku hargai usahanya
Perang dingin antara aku dan mas Ravin masih ku rasa Sampai pagi. Semakin terasa ketika mengingat hari ini adalah hari minggu. Seharusnya Senin saja, setidaknya kami tidak harus saling membuang muka saat tidak sengaj berjumpa. Seperti tadi ketika aku hendak ke kamar mandi ternyata mas Ravin lebih dulu membuka pintu, kami tidak melakukan apapun,aku diam dia diam. Tidak enak, tidak suka. Akhirnya aku memutuskan untuk turun ke bawah, siap-siap masak bersama mertua tercinta.Aku sedikit melirik bayangan yang sedari tadi mengganggu konsentrasiku memasak, mama Luna sedang ke depan membeli di mang Asim beberapa keperluan dapur yang kurang. Karena hari ini hari minggu, adik ipar dan suamiku kini sedang berolahraga keliling kompleks. Sedang, ayah Yusuf memilih meregangkan otot di taman belakang. Malas di geniti janda kompleks katanya, tentu saja itu membuat mama Luna memberikan kecupan manis untuk papa mertuaku itu. Aku terkekeh menyembunyikan kegetiran di hatiku."Jangan kasih Ravin jatah, kal
Baca selengkapnya
hujan dan kamu
"Ah, mending tidur di rumah. Dari pada jadi nyamuk.""Nggak asik.""Nggak seru!"Ingin sekali menyumpal bibir Adam, bagaimana bisa dia mengoceh sepanjang perjalanan, protes karena harus duduk di kursi belakang. Dan sekarang, karena dia lebih mirip seperti anak kecil yang sedang menguntit orang tuanya belanja. Lucu, tapi pengen nampol.Sedang Mas Ravin?Tentu saja, ia mendorong trolly dan berjalan tepat di sampingku. Tak ada yang spesial, tapi sikap Mas Ravin sedikit menghangatkan hati. Sederhana, tak berlebihan. Ah, seharusnya aku tak terlalu menggunakan perasaan untuk sikapnya.Aku menghela napas, tanpa sadar."Sudah belanjanya?"Aku mengerjap."Eh? Apa?""Bisa-bisanya ya Allah, lagi belanja juga bengong. Eh, kapar, emang butuh pendampingan banget ya, tiati kalau nyebrang. Panggil adek tertampan, yang siap jadi pengawal kala pangeran es potong sedang berhalangan."Aish, Mas Ravin menatapku lalu menatap Adam, menyerahkan, trolly kepada Adam, lalu tanpa aba-aba meraih tanganku untuk di
Baca selengkapnya
Jangan sakit
"Kalian ini, kamu juga Adam. Ngapain ngajak ke alun-alun sudah tau mendung!"Oceh mama memberikan kami botol minyak kayu putih, sekaligus 3 cangkir wedang jahe yang di bantu mbok."Nggak keliatan ma, udah gelap lang.""Kan, kalau di kasih tau pasti bantah."Aku menyembunyikan senyum ketika melihat mama memukul pundak Adam dengan tangannya gemas. Mas Ravin diam, tangannya menekan bagian perutnya pelan. Wajahnya meringis samar."Aku ke kamar dulu ya,Mau ganti baju, takut masuk angin."Mas Ravin berdiri, setelah menyeruput wedang jahe, dia sepertinya sudah malas mendengar mama mengomel. Aku mengikuti langkah lelaki itu."Adam juga.""Eh, mau kemana sayang? Mama belum selesai ngomong. Lihat mas mu bisa saja sakit, karena nurutin tingkah kamu itu. Sudah tau Ravin nggak bisa kalau kena hujan. Karin juga. Rese emang kamu ini.""Karin sama mas Ravin nggakpapa ma, kasihan Adam juga pasti kedinginan."Adam mengangguki ucapanku, memasang wajah melas yang cukup menggemaskan."Adam anak mama juga,
Baca selengkapnya
Tetap disini
_Karin POV_Aku sedang meregangkan otot tubuhku, rasanya pegal capek sekali. Pagi ini aku mencuci Sprai, dan selimut yang kemarin malam terkena muntahan mas Ravin. Suamiku itu terkena maag akut, di tambah tifus yang katanya sudah lama tidak kambuh. Terlihat baik belum pasti baik-baik saja,kan? Sering di goda Adam mengenai pernikahan yang batal dan di tinggal di hari pernikahan pernah membuat mas Ravin menimpalinya dengan guyonan. Tapi sekarang? Tau, tidak mungkin hanya karena kelelahan raga. Jiwanya mungkin sudah lama berontak tapi tidak di hiraukan sang pemilik."Biasanya karena pola makan, pikiran dan jam tidru yang kurang teratur. Yang sakit bagian mana pak Ravin?".Mas Ravin menunjuk perut bagian kiri dan ulu hatinya. Mama menatap putranya kasihan. Wanita itu langsung masuk kamar usai solat subuh karena aku berteriak panik melihat mas Ravin tumbang usai muntah di samping kasur. Aku menatap takut lelaki yang sudah menutup mata itu dengan berbagai doa yang terapal. Lemas dan pucat.
Baca selengkapnya
Orang lama
Betapa terkejutnya aku ketika menyadari tangan mas Ravin tak ada di genggamanku, dan kini justru aku yang berbaring di atas ranjang.Kapala sibuk menoleh ke kanan dan ke kiri, panik."Mas, Mas Ravin?"Panggilku, kemana dia? Pintu kamar mandi terbuka, aku masuk. kosong. Kemana?Baru saja aku akan kembali berteriak ketika pintu kamar terbuka. Mama."Kenapa teriak-teriak, Rin? Ravin di bawah, selesai olah raga habis subuh tadi."Aku menghela napas lega, subuh? Sontak mataku mencari dimana jam dinding di pasang. Astagfirullah, aku kesiangan."Dasar penganten baru, aneh-aneh wae."Mama tersenyum mengejek, lalu meninggalkanku sendirian. Gusti, malu. Sumpah. Aku keluar dari kamar, melihat sekeliling lalu ikut mama ke dapur. "Rin, bisa minta tolong?" tanya mama, aku mengangguk. "Ini kayaknya, cetakan yang mau mama pakai lepas deh alatnya. Bisa tolong beli di pasar? Sekalian sama belanja beberapa bahan masakan buat nanti sore, mau?" tanya mama yang langsung ku angguki. "Sendiri?" tanyaku, m
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status